Kasus
Besar atau Kasus Kecil, Perlakukan Sama
Wisnu Aji Dewabrata ; Wartawan
KOMPAS
|
KOMPAS, 22 Desember
2016
Sebagai satu-satunya kepolisian daerah yang
menaungi Ibu Kota dan wilayah di sekitarnya, Polda Metro Jaya memang
menyandang status khusus. Peristiwa yang terjadi di wilayah Polda Metro Jaya
mendapat perhatian luas secara nasional.
Perhatian itu tak hanya berasal dari
masyarakat, tetapi juga perhatian dari pembuat kebijakan di tingkat pusat.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan dalam sebuah
kesempatan mengatakan, Polda Metro Jaya memiliki dinamika operasi yang sangat
tinggi. Polda Metro Jaya, seperti dikatakan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito
Karnavian, adalah barometer bagi polda-polda lain.
Keamanan di wilayah Polda Metro Jaya yang
diperkuat lebih dari 4.000 personel Polri itu menjadi acuan bagi keamanan di
wilayah lain. Menurut Iriawan, apabila kondisi di wilayah Polda Metro Jaya
aman, di daerah lain juga aman.
Sepanjang tahun 2016, beberapa kasus kriminal
menonjol terjadi di wilayah Polda Metro Jaya. Mulai dari kasus kopi
bersianida yang menyeret Jessica Kumala Wongso menjadi terpidana; pembunuhan
sadis dengan gagang cangkul disertai pemerkosaan terhadap EP (19) di Kosambi,
Tangerang; kasus pembunuhan dan mutilasi NA (34) di Cikupa, Kabupaten
Tangerang; hingga kasus perampokan disertai penyanderaan di perumahan elite
Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Kasus-kasus yang menarik perhatian publik
tersebut dapat dituntaskan oleh aparat Polda Metro Jaya meskipun
kontroversial, seperti kasus kopi bersianida dan perampokan disertai
penyanderaan di Pondok Indah.
Dalam menghadapi kejahatan jalanan yang
meresahkan seperti begal, Polda Metro Jaya bertindak tegas. Direktur Reserse
Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rudy Herianto Adi Nugroho
mengungkapkan, untuk menghadapi kejahatan seperti begal di kota besar, perlu
menerapkan strategi begal anti begal. Artinya, polisi harus lebih cepat
bertindak mendahului begal.
Namun, walaupun polisi sudah bertindak tegas,
pembegalan dengan tujuan merampas sepeda motor ataupun pencurian kendaraan
bermotor masih terus terjadi. Pelaku tak segan melukai korban. Jenis
kejahatan ini membutuhkan kerja sama antarpolda karena pelaku ataupun penadah
kebanyakan berasal dari luar wilayah Jabodetabek. Tindakan tegas polisi
dengan tembak di tempat belum menciutkan nyali komplotan ini, apalagi
komplotan ini biasanya membawa senjata api rakitan.
Kepala Subdirektorat Reserse Mobil Direktorat
Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budi Hermanto
menuturkan, sebenarnya fokus Ditreskrimum tidak hanya kejahatan jalanan,
tetapi juga kejahatan yang meresahkan, seperti penipuan.
Sementara Direktorat Reserse Narkoba Polda
Metro Jaya dan Satuan Reserse Narkoba di tingkat kepolisian resor
bahu-membahu membongkar berbagai modus penyelundupan sabu dan ganja. Hasil
yang menonjol adalah penggagalan penyelundupan 60 kilogram sabu dari Tiongkok
yang disembunyikan di dalam mesin genset, pengiriman 1,6 ton ganja dari Aceh,
serta pengiriman 20 kilogram sabu dari Malaysia
Kejahatan siber
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro
Jaya mengungkap sejumlah kasus menghebohkan. Menurut mantan Direktur
Reskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar M Fadil Imran, yang kini menjabat
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, kejahatan di
masa depan bukan lagi kejahatan jalanan, melainkan kejahatan terkait pangan,
kesehatan, lingkungan, dan dunia maya atau siber.
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya merazia sentra
perdagangan obat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, dan menemukan ribuan obat
kedaluwarsa. Ditreskrimsus juga menggerebek pabrik obat palsu beromzet
miliaran rupiah di Cakung, Jakarta Timur. Sementara itu, dalam kasus
kejahatan siber, Subdirektorat Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya
dalam waktu singkat mengungkap kasus peretasan videotron di Jakarta Selatan.
Menjelang Pilkada DKI Jakarta pada Februari
2017, suhu politik menghangat yang disebabkan maraknya ujaran kebencian
ataupun berita bohong (hoax) di
media sosial. Menghadapi penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong itu,
Subdit Cyber Crime menggiatkan patroli siber atau dunia maya 24 jam sehari.
Hasilnya, polisi menetapkan BY sebagai
tersangka penyebaran ujaran kebencian mengandung SARA di media sosial Facebook.
Kasus ini terus bergulir karena BY mengajukan praperadilan. Tiga tersangka
penyebar ujaran kebencian, yaitu kakak beradik JA dan RK serta HT, juga
ditangkap. Penangkapan ketiganya terkait kasus dugaan makar dengan jumlah
tersangka 12 orang. Subdit Cyber Crime juga meringkus seorang narapidana
narkoba berinisial MRN karena menyebarkan ujaran kebencian.
Kriminolog dan anggota Ombudsman RI, Adrianus
Meliala, mengungkapkan, ada jenis kejahatan yang belum berhasil dikendalikan
Polda Metro Jaya, yaitu pencurian kendaraan bermotor, narkoba, dan kejahatan
siber. Adapun jenis kejahatan yang sudah bisa dikendalikan adalah tawuran.
"Dua pertiga kendaraan di Indonesia ada di Jakarta sehingga curanmor
masih banyak. Jumlah CCTV (kamera pengawas) di Jakarta masih sedikit, jauh di
bawah Tokyo yang setiap tempat ada CCTV," ujar Adrianus.
Adrianus menilai penyebab maraknya kasus
narkoba adalah banyaknya pintu masuk narkoba di Jakarta dan tingginya
permintaan karena banyak orang berduit. Ini memang dilema.
Kasus kecil
Adrianus mengharapkan Polda Metro Jaya dengan
sumber daya manusia yang mumpuni dan anggaran memadai tidak hanya fokus pada
penanganan kasus yang menarik perhatian atau celebrity case seperti kasus
kopi bersianida dan penyanderaan di Pondok Indah.
"Sebaiknya jangan tersedot ke kasus besar
saja. Kasus-kasus kecil juga harus diperhatikan karena kasus kecil sering
lolos dari pantauan publik. Dari kasus kecil, banyak terjadi SP3 tidak jelas,
penangguhan penahanan tidak jelas, atau permintaan uang oleh penyidik,"
lanjutnya.
Adrianus menambahkan, jajaran Polda Metro Jaya
harus meningkatkan standar waktu penanganan karena masyarakat tidak mendapat
kepastian waktu penanganan suatu perkara.
Menurut pengacara publik LBH Jakarta, Arif
Maulana, masyarakat yang melapor ke polisi berhak meminta surat pemberitahuan
perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP). "Pelapor berhak mengontrol
kerja polisi, bahkan bisa melapor ke atasan (polisi)," ujarnya.
Arif mengingatkan, dalam menangani kasus,
polisi tak boleh melanggar hak tersangka. Hak tersangka yang sering dilanggar
adalah hak atas bantuan hukum, masa penahanan melewati batas waktu, atau
penangkapan tanpa disertai surat penangkapan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar