Produk
Kebudayaan Inspirasi Pembangunan
Nawa Tunggal ; Wartawan
Kompas
|
KOMPAS, 26 Desember
2016
Kebudayaan memiliki pengertian sangat luas.
Sebagai bangsa bineka, kita bisa memerinci dan mendokumentasikan produk
kebudayaan yang kita miliki, kemudian menjadikannya sebagai dasar inspirasi
pembangunan.
Merujuk berbagai referensi, kebudayaan itu
sesuatu yang abstrak, sesuatu yang berisikan gugusan gagasan, sesuatu yang
selalu dinamis. Namun, kebudayaan juga ingin dipahami sebagai hasil usaha
manusia dalam mempertahankan hidup, melangsungkan keturunan, mencapai
kesejahteraan, mengatasi keterbatasan, dan sebagainya.
Maka, tak salah jika religi atau suatu
kepercayaan yang dibangun manusia itu dimasukkan sebagai salah satu unsur
kebudayaan. Di dalam perkembangannya, memang sering terjadi perluasan konsep
antara religi dan kebudayaan yang pertaliannya buyar. Ranah kebudayaan bagi
awam sering direduksi dan disempitkan. Banyak orang berbicara tentang
kebudayaan, ternyata yang dimaksud ialah kesenian, baik itu seni tari, seni
rupa, atau seni drama. Padahal, kebudayaan selain mencakup kesenian, juga
mencakup religi, pengetahuan, teknologi, dan sebagainya.
Dialog dengan seniman
Di sepanjang tahun 2016, ada hal yang menarik
yang mengaitkan antara kebudayaan (yang dipersempit sebagai kesenian) dan
pembangunan. Presiden Joko Widodo pada 23 Agustus 2016 mengunjungi Galeri
Nasional untuk bertemu dengan sejumlah seniman dan budayawan. Dengan kekhasan
gayanya, Joko Widodo atau Jokowi menyatakan keinginannya untuk meminta saran
dari para seniman dan budayawan terkait pembangunan.
Hal itu dilatari suatu peristiwa yang
mengkritik dirinya hanya fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur yang
keras. Pada kesempatan itu, Jokowi ingin mendapatkan masukan- masukan untuk
pembangunan "infrastruktur yang lunak" dari para seniman dan
budayawan.
Infrastruktur yang keras, dimaksudkan, tiada
lain pembangunan sarana fisik. Infrastruktur yang lunak, tiada lain
infrastruktur kesenian yang nonfisik. Infrastruktur kesenian tak lain sebagai
sarana ruang ekspresi atau ruang berkesenian. Jokowi menegaskan, pembangunan
infrastruktur kesenian hendak dibangun demi mewujudkan dimensi kebudayaan
untuk meraih karakter dan identitas bangsa.
Infrastruktur kesenian yang ada di beberapa
daerah diketahui Jokowi saat ini berada pada kondisi yang tidak memungkinkan
menjadi ruang ekspresi yang baik. Taman-taman budaya yang ada di beberapa
kota dan kabupaten tidak memberikan kontribusi cukup baik bagi pembangunan
budaya kita.
Di Galeri Nasional, sore itu, Jokowi kemudian
melangsungkan dialog secara tertutup dengan para seniman dan budayawan.
Setidaknya, jumlah seniman dan budayawan ketika itu mencapai sekitar 28 orang
dari beberapa kota di Indonesia.
Pada masa kepresidenan Jokowi, untuk pertama
kalinya pula koleksi istana berupa lukisan-lukisan para maestro dipamerkan di
Galeri Nasional. Pameran Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik
Indonesia itu bertajuk "17|71: Goresan Juang Kemerdekaan".
Pembukaannya ditandai dengan goresan di atas
kanvas berukuran 80 sentimeter x 100 sentimeter persegi oleh Jokowi. Goresan
itu pun dilanjutkan menjadi sebuah karya lukisan oleh pelukis Srihadi
Soedarsono. Pameran itu sendiri berlangsung satu bulan penuh, 1-30 Agustus
2016. Jadi, pertemuan Jokowi dengan seniman dan budayawan di Galeri Nasional
pada 23 Agustus 2016 itu juga masih dalam rangkaian dan suasana pameran
tersebut.
Forum Budaya Dunia
Untuk pertama kalinya, Jokowi membongkar
tradisi lama. Seorang presiden di Indonesia untuk pertama kalinya membuka
ruang dialog dengan para seniman dan budayawan di luar istana
kepresidenannya.
Untuk pertama kali pula, Jokowi sebagai
Presiden RI membuka peluang bagi publik untuk menyaksikan koleksi lukisan
para maestro yang dimiliki istana kepresidenannya. Ruang pamernya juga berada
di luar istana kepresidenan. Publik memiliki harapan agar tradisi yang sudah
diawali Jokowi ini terus berlanjut pada masa-masa mendatang.
Agenda kebudayaan yang menarik lainnya di
sepanjang 2016 yaitu Forum Budaya Dunia (World Culture Forum/WCF) yang
berlangsung di Bali, 10-14 Oktober 2016. Jokowi tidak hadir, tetapi
digantikan presiden kelima Megawati Soekarnoputri yang membuka sekaligus
menutup forum yang dihadiri 1.307 peserta dari 63 negara. Megawati berpidato
soal Pancasila sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila bisa diwujudkan untuk menjaga kelangsungan ekosistem manusia.
Adapun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy mengemukakan hal menarik lainnya tentang kebudayaan. Muhadjir
mengajak untuk mendorong pengarusutamaan kebudayaan dalam pembangunan.
Caranya, dengan menempatkan pertimbangan kebudayaan menjadi hulu dari
keseluruhan proses pembangunan.
Penghayat
Dalam konteks kebudayaan yang mencakup pula
religi, sepanjang 2016 ini, ada juga hal menarik terkait dengan penghayat
religi aliran kepercayaan di Indonesia. Pada tahun ini dikeluarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan
Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan.
Sebelumnya, pendidikan bagi penghayat aliran
kepercayaan tidak pernah memiliki kurikulum. Saat ini, berdasarkan amanat
Peraturan mendikbud tersebut, kurikulum pendidikan bagi penghayat aliran
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sedang disusun.
Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kemdikbud, ada 184
organisasi aliran kepercayaan yang memiliki kepengurusan sampai di tingkat
pusat. Selebihnya, organisasi aliran kepercayaan yang berada di tingkat
daerah mendekati angka 1.000 kelompok. Jumlah penghayat aliran kepercayaan
sebagai religi lokal di Indonesia diperkirakan 12 juta.
Kita berharap, produk-produk kebudayaan yang
dilahirkan benar-benar menjadi dasar inspirasi pembangunan bangsa ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar