Presiden AS Donald Trump mendapatkan pelajaran penting tentang bagaimana berbicara dan berperilaku. Kali ini dia akan mendapatkan pelajaran lewat pemakzulan.
Dalam kasus di AS, pemakzulan ini adalah proses pengadilan di Kongres AS karena dugaan pelanggaran hukum berat oleh Presiden Trump. Pihak Demokrat sebenarnya telah sekian lama menahan diri untuk menghindari pemakzulan.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi termasuk yang sebelumnya tidak menginginkan pemakzulan. Alasan Demokrat menahan diri salah satunya agar AS jangan semakin larut dalam perpecahan. Sebab seperti dikatakan Michael Cohen, mantan pengacara Trump, ada dari para pendukung Presiden yang tega melakukan kebohongan demi mencapai tujuannya, ”Termasuk saya saat mendukungnya.
Dengan kata lain, kekacauan bisa tercipta jika Trump dan pendukungnya merasa diganggu. Hal inilah juga yang dikhawatirkan senator Demokrat, Bernie Sanders, jika dimakzulkan Trump akan merespons keras walau tanpa logika.
Maka muluslah Trump melanjutkan sepak terjang dan lancar dalam segala upaya dan rencananya. Dia lolos dari tuduhan soal koneksi Rusia yang mengacaukan potensi Hillary Clinton menjadi Presiden. Trump lolos dari banyak tuduhan dan sasaran gugatan. Trump juga tanpa segan menolak merilis catatan soal pembayaran pajaknya.
Trump terus-menerus lolos padahal seperti dikatakan Richard Ben-Veniste, mantan pengusut skandal Watergate (kasus pemakzulan Presiden Richard Nixton), ada banyak potensi untuk memakzulkanTrump. Salah satunya kesemena-menaan. Trump juga tidak memiliki rasa malu dan tidak memiliki tanggung jawab hukum hingga berani menolak perintah Kongres AS. Akan tetapi, semuanya itu tertahan karena berbagai alasan.
Penyalahgunaan wewenang
Mungkin karena merasa mulus atas segala ulahnya yang diduga melanggar hukum, Trump dengan santai melanjutkan taktiknya. Kali ini, yang menjadi isu utama adalah penghentian sementara bantuan militer AS ke Ukraina yang sudah disetujui Kongres AS.
Harian The Washington Post edisi 23 September menuliskan, Trump sempat menghentikan bantuan militer ke Ukraina. Untuk pencairannya ada syarat. Lewat percakapan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli, Trump meminta imbalan.A
Trump meminta Ukraina mengusut potensi korupsi yang dilakukan Hunter Biden, putra bakal calon presiden AS dari Demokrat, Joe Biden. Mantan wakil presiden pada era Barack Obama ini dianggap pesaing potensial untuk Trump pada pemilu presiden 2020. Titik ini menjadi hal paling kritis dan memicu adrenalin Demokrat sehingga tidak segan lagi memulai proses pemakzulan.
Penjatuhan Joe Biden memang sudah menjadi incaran Trump lewat pengacaranya, Rudy Giuliani, beberapa waktu lalu. Rumornya adalah Hunter Biden diduga mendapatkan suap dari sebuah perusahaan energi di Ukraina pada masa lalu. Masalah besar muncul dari kasus ini. Trump terkena pasal ’meminta tolong pihak asing dengan tujuan mempengaruhi proses Pemilu 2020’. Masalahnya tidak lagi terletak pada benar tidaknya putra Joe Biden menerima suap.
Masalah lain, Trump telah menyalahgunakan wewenang dalam hal ini memanfaatkan pemberian bantuan pada Ukraina demi kepentingan politik pribadinya. Permintaan bantuan atas kekuatan asing terkait proses pemilu, juga merupakan hal yang dilarang jelas dalam undang-undang pemilu di AS.
Isu ini bagi Demokrat sangat memadai sebagai alasan pemakzulan. Pemakzulan bisa dilakukan jika pemimpin atau pejabat negara melakukan, ”Tindakan penipuan untuk merugikan seseorang, penyuapan, dan kriminal tingkat tinggi dan perbuatan kriminal-kriminal lainnya.”
Trump sendiri membantah semua tuduhan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun dan menyebut dirinya adalah korban dari hoaks. Presiden Zelensky, yang kebetulan tengah berada di New York, mendukung pernyataan Trump dan mengatakan bahwa ia tidak merasa ditekan oleh Trump. ”Itu hanya candaan. Pemakzulan untuk itu?” kata Trump.
Melewati garis merah
Trump menjalani Pemilu 2016 diduga dengan memanfaatkan koneksi Rusia saat menghadapi Hillary Clinton, yang dibantah oleh Trump maupun Rusia. Kali ini dicoba dilakukan lewat Ukraina. Bagi Demokrat ini pelanggaran yang sudah terlalu jauh, tanpa batasan apapun lagi dan sangat keterlaluan.
Ini sudah mirip dengan perang partai, Republikan versus Demokrat, dengan menyodok langsung ke sendi-sendi partai lawan. Ini menggerogoti lebih jauh fondasi inti demokrasi AS. Trump dipandang tidak lagi memiliki respek pada partai lawannya.
Ini memicu nyali para tokoh terkemuka Demokrat meluncurkan proses pemakzulan. Joe Biden sendiri juga menyerukan pemakzulan. ”Saya akan menerima serangan politik tetapi sikap Trump adalah perbuatan yang mengacaukan nilai-nilai demokrasi, dia akan bisa melakukan apa saja dengan melanggar aturan dan dengan bebasnya menyasar siapa saja, bukan hanya saya,” demikian Biden.
Trump, kata Biden, telah menjadi orang yang merasa kebal dari hukum. ”Ini bukan soal perjuangan politik saya semata, tetapi soal pelanggaran besar dan terkait isu keamanan nasional,” kata Biden.
Prosedur awal
Untuk itulah Pelosi pada Selasa (24/9/2019), secara resmi Pelosi menyampaikan langkah awal menuju pemakzulan. ”Tidak ada yang berada di atas hukum,” kata Pelosi. Dia menyampaikan Trump telah menghalangi pembisik (whistleblower) yang mengeluhkan Trump menghalangi pembeberan transkrip pembicaraannya dengan Presiden Ukraina.
Pembisik ini tidak bisa menerima kenyataan bahwa bantuan ke Ukraina telah dipakai untuk kepentingan politik Trump dengan permintaan mengusut putra Joe Biden. Penghentian bantuan ini menyebar setelah muncul memo Trump tentang itu ke Departemen Luar Negeri AS.
Untuk itu Pelosi telah memerintahkan enam komisi di Kongres AS untuk menyajikan pelanggaran-pelanggaran Trump untuk disajikan di hadapan kongres. Pelosi juga telah memerintahkan Ketua Komisi Judisial DPR AS Jerrold Nadler menjalankan tugas soal rincian pelanggaran Trump. Penekanan kali ini adalah pelanggaran Trump soal bantuan ke Ukraina termasuk permintaan agar percakapan telepon antara Presiden Trump dan Presiden Ukraina dibeberkan.
Presiden Ukraina berjanji
Trump sempat membantah percakapan itu bahwa hal itu tidak ada kaitannya dengan Biden. Akan tetapi, atas izin Trump transkrip percakapan itu dipublikasikan pada hari Rabu (25/9). Isinya ternyata sekaligus memperlihatkan kebohongan Trump.
Dalam transkrip dengan jelas Trump mengatakan Giuliani akan menelepon Presiden Ukraina bahkan meminta andai Presiden Ukraina bersedia menelepon Giuliani. Bukan hanya soal Giuliani, Trump pun memohonkan peran Jaksa Agung AS William Barr dalam rangka permohonan penyelidikan putra Biden. Baca transkrip selengkapnya di sini.
Televisi CNN menyebutkan percakapan itu memperlihatkan taktik mirip mafia. Ini adalah peristiwa tragis. Trump bahkan mengerahkan Barr untuk kepentingan politiknya. Di sisi lain Barr selama ini diduga kuat telah menghalangi segala proses hukum terkait Trump yang diajukan Demokrat.
Dari percakapan ini terungkap Trump tidak lagi sebagai Presiden AS semata. Dia telah menjadi Presiden yang menguntungkan dirinya, dengan memakai aparat negara demi kepentingan politiknya. Ini sudah sesuai dengan pelanggaran yang ada dalam hukum soal pemakzulan.
”Voting” di Kongres AS
Langkah Demokrat selanjutnya tergantung pada Nadler. Dia akan mengatur redaksi soal pelanggaran Trump untuk menuju pemakzulan. Belum diketahui berapa lama hal itu akan terjadi, tetapi jika sudah selesai, akan jadi bahan bagi DPR AS untuk menyetujui pemakzulan lewat pemungutan suara.
Diperlukan suara mayoritas dari total 436 anggota DPR AS. Demokrat memiliki 235 kursi. Ini memadai, tetapi tentu diperlukan dukungan dari rekan mereka dari Republikan untuk memenuhi aspek moralitas pemakzulan. Belum bisa diketahui apakah akan ada dukungan dari rekan mereka dari Republikan untuk proses di Kongres.
Kubu Trump sendiri terus menyerang Demokrat. Ketua minoritas DPR AS Kevin McCharty menyerang Pelosi yang dia katakan telah memutuskan rencana pemakzulan secara sepihak. ”Ini tidak akan berarti apa pun. Tinggalkan permainan politik. Presiden dan kita terpanggil untuk bekerja demi kepentingan publik AS,” kata McCharty. Tentu saja pernyataan McCharty sendiri adalah permainan politik. Tujuan ucapannya adalah menganulir proses hukum atas pelanggaran Trump.
Demokrat kini sedang mengharapkan para pembelot dari rekan mereka di Republikan. Mantan Gubernur Massachusetts Bill Weld, yang menantang Trump untuk nominasi dari Republikan lewat pemilu pendahuluan pada 2020, menyebut Trump telah melakukan ”treason”, pengkhianatan.
Mantan anggota Kongres AS dari Republikan, Joe Walsh, yang juga akan menantang Trump dalam pemilu pendahuluan tahun depan, setuju dengan proses pemakzulan. Anggota lainnya yang kini menjadi independen karena keluar dari Republikan, Justin Amash (Michigan), menyetujui ide pemakzulan.
Akan terganjal di Senat AS
Jika voting di kongres lolos, Senat AS akan memproses pemakzulan Trump lewat penyelenggaraan persidangan di Kongres AS. Tentu Senat AS, yang didominasi Republikan, akan bisa menghalangi penyelenggaraan persidangan. Hanya aturan pemakzulan mengharuskan Senat AS menyelenggarakan persidangan sepanjang DPR AS sudah setuju tentang itu.
Di persidangan, para penuntut akan dilakoni anggota DPR dari Demokrat. Mereka ini akan berhadapan dengan para pengacara Trump. Setelah proses pemakzulan, Senat AS akan melakukan pemungutan suara, apakah Trump bersalah sehingga layak dipecat.
Di level ini muncul keraguan apakah Senat AS yang didominasi Republikan akan mau memecat Trump. Dari 100 kursi di Senat AS sebanyak 53 orang adalah Republikan. Dibutuhkan dua pertiga suara Senat AS untuk memecat Trump.
Anggota Senat AS dari Demokrat hanya 45 orang dan jauh dari memadai.
Ketua Senat AS Mitch McConnell sudah memberikan sinyal penolakan. Dia menuduh Demokrat gegabah soal pemakzulan.
”Demokrat tidak mengutamakan kepentingan warga AS, tetapi fokus ke pemakzulan,” katanya.
Berbagai taktik sudah dilancarkan kubu Trump untuk mementalkan upaya Demokrat. Serangan-serangan personal bagi Pelosi dan Biden digencarkan.
Konsekuensi pada Biden
Hanya dari kubu Demokrat memiliki pemikiran lain. ”Saya senang, akhirnya tiba juga saatnya memulai proses pemakzulan,” kata Mazie Hirono, anggota DPR AS, Demokrat Hawai. Tidak masalah jika langkah pemakzulan mental di Senat AS.
Hal terpenting, proses pemakzulan dan pembeberan pelanggaran diharapkan bisa dilakukan. Demokrat berharap lewat proses itu publik akan menilai andai Senat AS dengan dominasi Republikan akan bertindak fair atau tidak.
Bagi Demokrat, tantangan berikutnya adalah soal nasib Joe Biden. Bukan tidak mungkin kubu Republikan mencecar Hunter Biden soal isu suap dari Ukraina. Bukan tidak mungkin Hunter Biden akan dipanggil untuk bersaksi di Kongres. Akan tetapi, Joe Biden telah menegaskan, ini bukan soal saya dan karier politik saya. ”Ini soal Trump, sebab kita sudah tahu siapa itu Trump,” kata Biden.
Sisi global
Dan tentu juga, dari sisi relasi global AS, banyak alasan sahih agar era Trump berakhir segera. AS di bawah Trump telah mengobrak-abrik tatanan global. Eropa, China termasuk yang pegal berhadapan dengan Trump.
Hanya semua itu tergantung pada proses pemakzulan di Senat AS. Jika proses di Senat AS gagal, hal itu tergantung pada putusan warga AS pada Pemilu 2020, apakah masih tetap ingin memilih Trump atau membuatnya kalah dengan tidak memilihnya.
Masalahnya, dukungan warga AS soal pemakzulan sejauh ini bahkan belum mencapai 40 persen. Hanya 37 persen warga AS yang sepakat Trump dimakzulkan seperti terungkap lewat jajak pendapat Reuters/Ipsos.
Akan tetapi, situasi bisa berubah dan berkembang. Trump sendiri memiliki kekhawatiran. Dia telah mencoba mencari solusi dari Pelosi. Hanya, Pelosi sudah memutuskan untuk menolak ajakan rekonsiliasi dari Trump. ***