Jumat, 11 Juni 2021

Haluan Maritim untuk RPJPN 2025-2045

Agung Dhamar Syakti ;  Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji, Ketua Umum Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia

KOMPAS, 10 Juni 2021

 

 

                                                           

Dalam kerangka menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional kedua 2025-2045 menuju Indonesia Emas 2045, tahun ini Kebijakan Kelautan Indonesia  jilid II sedang dipersiapkan guna mengawal Indonesia menjadi poros maritim dunia. Kemenko Kemaritiman dan Investasi bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya tengah menyiapkan peta jalan jangka panjang yang diberi tajuk Haluan Maritim Nasional.

 

Agar aksentuasi haluan maritim dapat menjadi lebih tajam, kita dituntut dapat mengidentifikasi beberapa isu strategis dan potensi yang kita miliki sebagai dasar dalam menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional  (RPJPN) di mana sektor kelautan dan kemaritiman harus menjadi roh dalam perencanaan pembangunan kita.

 

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGDs) menjadi bagian penting yang menggiring arah kebijakan pembangunan di Indonesia. Sebagaimana kita pahami Indonesia telah ikut mengesahkan Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan di markas PBB pada 2015.

 

Dalam rencana aksi global ini, semua negara berkewajiban mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan yang dicanangkan berupa 17 tujuan global dan meliputi 169 target. Di tingkat kawasan, perubahan geopolitik dan perebutan hegemoni para negara adikuasa dan sekutunya di Laut Natuna Utara makin tidak pasti terkait krisis politik dan keamanan, terutama bagi negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Pasifik, sehingga perlu memperkuat penegakan hukum atau pun bahkan konstitusi maritim internasional.

 

Isu faktual nasional

 

Di era antroposen, berbagai masalah lingkungan hidup tak pernah terlepas dari aktivitas manusia. Hal tersebut meliputi pencemaran, pengelolaan, pelestarian, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan makin meningkatnya populasi dunia yang tidak seiring dengan laju produktivitas sumber dayanya akan mencetuskan permasalahan malthusian, yaitu krisis pangan dan energi.

 

Peran haluan maritim adalah menggeser dan mengkanalisasi orientasi kemanfaatan sumberdaya daerah lautan sebagai alternatif eksplorasi, pemanfaatan, dan okupasi sumber daya baru yang belum tersentuh. Kita juga perlu fokus pemecahan agar tanggap terhadap masalah lingkungan hidup serta bencana alam. Bencana dapat terjadi akibat perubahan tata lingkungan yang tidak tepat karena aktivitas eksplorasi dan eksploitasi oleh manusia.

 

Saat ini bencana nasional Covid-19 telah menyita banyak energi dan biaya bahkan jiwa. Untuk itu, Indonesia perlu memiliki peta potensi bencana, baik itu secara klimatik, vulkanik, geologi tektonik, dan bahkan prediksi epidemi sehingga kita dapat mengembangkan sistem peringatan dini bencana (disaster early warning system).

 

Perubahan iklim dipastikan memberikan dampak merentankan lingkungan.  Kejadian kebencanaan makin meningkat frekuensi dan magnitudonya sehingga memerlukan tindakan tata kelola dan mitigasi yang tepat, berkelanjutan, dan berkeadilan.

 

Sebagai contoh, berdasarkan pada asumsi model perubahan iklim global (IPCC 4th), perlu diperhatikan kenaikan permukaan air laut yang dapat mempercepat pencairan es di kutub. Kondisi ini berisiko menenggelamkan pulau-pulau kecil, menimbulkan gangguan pelabuhan-dermaga, dan perubahan garis pantai, dan rob yang mengancam permukiman dan infrastruktur di pesisir perdesaan dan perkotaan.

 

Aspek lain pada Era Revolusi Industri 4.0. yang penuh ketidakpastian (Volatility, Uncertainty, Complexity and Ambiguity), Indonesia harus mampu menjadi Chief Information Officer (CIO) melalui pemanfaatan perangkat cerdas dan digerakkan dengan upaya sistematis penggunaan kecerdeasan buatan (Artificial Intelligence/AI), yaitu Internet of Things (IoT), Machine Learning (ML), dan big data. Bidang kelautan dan kemaritiman yang semakin bersifat data-driven, tentunya pemanfaatan AI dan ML makin penting, dan diterapkan serta akan terus dikembangkan di masa-masa mendatang. Kita tidak boleh lupa tentang pekerjaan rumah kita terkait Pusat Data Kelautan Nasional (National Ocean Data Center) yang belum diselesaikan.

 

Potensi sumber daya nonhayati

 

Perlu perhatian dalam perkembangan teknologi terkini terkait konversi air laut menjadi air tawar. Ini dapat dilakukan dengan mendorong perguruan tinggi dan badan litbang di kementerian teknis meneliti dan mengembangkan teknologi desalinasi seperti reversed osmosis sehingga pengadaan infrastruktur penyedia air bersih dan layak minum harus menjadi prioritas terutama untuk kebutuhan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

 

Masalah energi juga harus menjadi perhatian terutama energi baru terbarukan berbasis potensi kelautan dan kemaritiman. Lagi-lagi kita perlu peta potensi pengembangan energi terbarukan sebagai sumber listrik yang bersumber dari energi laut, meliputi gelombang laut, pasang-surut, arus, konversi energi termal lautan (ocean thermal energy conversion/OTEC), pulau kecil dan lokasi pulau buatan, atau bahkan pulau apung (floating island) sebagai ladang energi bayu dan surya.

 

Haluan maritim harus memastikan peran kementerian teknis terkait bahwa jalur pelayaran dan logistik perdagangan maritim di Nusantara, seperti Arus Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI I, II, III) dan jalur padat lain Selat Malaka-Karimata-Selat Sunda dikelola dengan profesional, inklusif namun tetap mengedepankan kedaulatan (sovereignty) yang secara keberlanjutan dalam bisnisnya dapat mencapai kesejahteraan masyarakat. Jasa lingkungan labuh jangkar dan pengelolaan pariwisata bahari yang berkelanjutan dan berkeadilan termasuk potensi destinasi baru berbasis kapal pesiar dan yacht juga menjadi bagian yang harus menjadi fokus rancangan teknokratik haluan maritim.

 

Potensi sumber daya hayati

 

Indonesia adalah pusat mega biodiversitas biota lautan dunia. Selain itu juga dianugerahi keragaman ekosistem dan habitat mulai dari pesisir, pantai, perairan dangkal, laut dalam hingga dasar palung terdalam. Belum lagi perluasan lautan pada zona ekonomi eksklusif (ZEE).

 

Haluan maritim harus mengamanahkan perjuangan perluasan landas kontinen sejauh 350 mil laut melalui kegiatan-kegiatan riset dan ekplorasi, ekploitasi, serta patroli laut. Dengan segala potensinya, hal tersebut menjadi sumber penyediaan hasil perikanan, di mana kita harus menjadi sustainable fisheries state (pemilik sumber daya, penghasil, pengolah dan sekaligus pemanfaat).

 

Selain itu, inventarisasi dan inisiasi pembentukan bank data keragaman jenis dan genetika serta mendorong kepada perkembangan bioteknologi terkini dalam era genom dan pengeditan gen (gene-editing) untuk meningkatkan potensi dan diversifikasi pemanfaatan sumberdaya hayati. Karena itu, sudah saatnya sarjana-sarjana biologi kelautan di Indonesia memiliki standar kompetensi bio-molekuler dan bio-informatika dalam sistem hayati kelautan.

 

Terakhir, peran manusia Indonesia yang paling krusial, dalam haluan maritim harus ada upaya afirmasi dan sistematis tentang bagaimana meningkatkan literasi dan budaya maritim melalui pemuatan dan penguatan kurikulum literasi laut (ocean literacy) di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, menghidupkan dan menyemarakkan panggung-panggung kebudayaan dengan tema kemaritiman, serta mengaktualisasi dalam kehidupan sehari hari dalam pemikiran, ucapan dan tindakan. Seperti dalam pasal satu Gurindam Dua Belas gubahan Raja Ali Haji (1847).

 

”Barang siapa mengenal diri, karenanya telah mengenal hendak Tuhan yang Bahari.” ●

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar