Rabu, 23 Juni 2021

 

Henti Jantung Mendadak, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Muh Ikhwan Zein ;  Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Yogyakarta; Kandidat Doktor, University of Amsterdam, Belanda; Asian Football Confederation (AFC) Medical Officer 2020-2022

KOMPAS, 19 Juni 2021

 

 

                                                           

Pertandingan pembuka Grup B Piala Eropa 2020 antara Denmark dan Finlandia dihebohkan oleh kejadian yang dialami pemain Denmark, Christian Eriksen, yang mengalami henti jantung mendadak. Eriksen yang tidak mengalami kontak fisik apa pun dengan pemain lawan tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri ketika hendak mengembalikan bola throw-in dari rekannya.

 

Seluruh pemain, ofisial, dan penonton pun menanti dengan penuh kecemasan saat pertolongan dilakukan oleh tim medis. Melihat peristiwa yang dialami Eriksen, mungkin banyak orang langsung terbayang tragedi meninggalnya pemain sepak bola di tengah lapangan, seperti Morosini (Udinese), Jarque (Espanyol), Cunha (Portugal), Feher (Benfica), dan Vivian Foe (Kamerun). Beruntung, Eriksen bisa terselamatkan dan dikabarkan sedang menjalani proses pemulihan.

 

Henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest) adalah keadaan di mana jantung tiba-tiba berhenti berdetak sehingga gagal memompa darah ke seluruh tubuh. Kejadian ini bisa terjadi kapan saja, di mana saja, tanpa peringatan, dan dapat menyerang siapa saja meskipun secara fisik tampak sehat.

 

Henti jantung mendadak umumnya terjadi pada jenis olahraga yang berintensitas tinggi, dinamis, dan melakukan pergerakan sesuai irama permainan (stop and go sport), seperti sepak bola, bulu tangkis, bola voli, basket, dan tenis. Sepak bola, sebagai cabang olahraga terpopuler di masyarakat dengan tingkat partisipasi yang tinggi, memberikan kontribusi jumlah kasus henti jantung paling besar dibandingkan olahraga lain. Hampir 90 persen kasus kematian mendadak akibat henti jantung pada olahraga terjadi pada saat pemain sedang berlaga ataupun segera setelah selesai berolahraga.

 

Federasi Asosiasi Sepak Bola Intenasional (FIFA) telah melakukan beberapa langkah untuk mencegah dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus henti jantung mendadak dalam lingkup sepak bola, mulai dari penerapan skrining kesehatan atlet dengan menggunakan alat rekam jantung (elektrokardiografi) dan USG Jantung (echokardiografi), peralatan terstandar seperti alat pacu jantung otomatis (automatic external defibrilator), tenaga medis terlatih, hingga alur penanganan medis di lapangan. Beberapa strategi ini diterapkan pada setiap turnamen resmi FIFA dan di liga sepak bola negara anggotanya agar tidak terjadi kasus meninggalnya pemain saat bertanding.

 

Berbeda dengan tim profesional, pelaku sepak bola di tingkat amatir ataupun rekreasional di Indonesia tentu akan kesulitan memenuhi standar-standar tersebut. Padahal, kita tahu banyak masyarakat kita bertanding sepak bola secara rutin sebagai aktivitas fisik waktu senggang (leisure time activity). Kita bisa amati bahwa setiap sore atau akhir pekan, lapangan selalu digunakan oleh tim yang berisi anak muda, usia menengah, ataupun senior untuk bertanding.

 

Idealnya masyarakat kita terlatih melakukan bantuan hidup dasar (basic life support), fasilitas olahraga publik memiliki alat pacu jantung otomatis yang bisa digunakan, dan setiap masyarakat mengetahui kondisi kesehatan (terutama risiko masalah jantung) melalui puskesmas atau dokter keluarganya. Namun, tidak bisa kita mungkiri bahwa kita masih penuh keterbatasan sehingga hal-hal tersebut belum bisa terpenuhi.

 

Banyak dari kita belum tahu sama sekali tentang bantuan hidup dasar, belum pernah melihat alat pacu jantung otomatis, tidak pernah tahu kondisi tubuhnya dan tidak selalu memiliki tim medis terlatih di sisi lapangan saat diadakan pertandingan amatir. Jadi, dengan kondisi seperti itu, apa yang dapat kita lakukan sebagai orang awam (nonmedis) bila tiba-tiba dihadapkan pada situasi seorang pemain mengalami henti jantung mendadak?

 

Ada hal-hal yang harus dilakukan bila kita menghadapi kondisi tersebut. Agar mudah diingat, kita sebut dengan 3K, yaitu kenali, kontak, dan kompresi

 

Kenali gejalanya

 

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengenali gejala dari henti jantung mendadak. Mayoritas kasus tersebut bisa kita kenali dari empat gejala. Gejala pertama, korban umumnya kolaps/tiba-tiba terjatuh tanpa adanya benturan (noncontact collaps). Gejala kedua, korban kehilangan kesadaran (unconscious) dan tidak merespons (unresponsive).

 

Kedua gejala ini dapat dilihat pada kasus Eriksen (Denmark vs Finlandia) dan Miklos Feher (Guimaraes vs Benfica). Hal ini tentu berbeda dengan kasus kehilangan kesadaran akibat trauma, misalnya disebabkan benturan pada kasus Didier Drogba (Chelsea vs Norwich) atau Fernando Torres (Deportivo vs Atletico Madrid). Dapat juga dibedakan dengan kasus pingsan akibat kepanasan, dehidrasi, atau gula darah drop yang umumnya korban terlebih dahulu sudah kepayahan, pucat dan ”tampak sakit”.

 

Gejala ketiga, terdapat kelainan pada napas korban, misalnya napas yang terputus-putus ataupun tidak bernapas. Namun, yang perlu diingat bahwa korban henti jantung bahkan bisa tampak bernapas secara normal sehingga Anda bisa mengabaikan tanda pernapasan pada korban, baik terdapat kelainan maupun tampak normal. Gejala keempat yang bisa terjadi adalah korban mengalami kejang dengan ritme rendah (slow rhythmic seizure like activity).

 

Jadi, bila Anda sedang berolahraga kemudian teman Anda mengalami setidaknya dua gejala pertama di atas (mendadak kolaps tanpa kontak, tidak sadar, dan tidak berespons terhadap panggilan), Anda dapat mengasumsikan korban mengalami henti jantung mendadak.

 

Kontak bantuan

 

Bila Anda telah mengidentifikasi kasus henti jantung mendadak melalui gejala-gejala di atas, segera kontak bantuan medis. Bila tidak tersedia tim medis di sisi lapangan, kontak ambulans dengan nomor 118 dan 119. Jangan lupa untuk mengamankan area sekitar korban supaya pertolongan lebih mudah dilakukan, misalnya meminta pemain lain untuk menjaga agar korban bebas kerumunan.

 

Kompresi dada

 

Setiap detik sangat berharga bagi korban henti jantung mendadak. Tanpa ada pertolongan, harapan hidup berkurang 10 persen setiap menit. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa idealnya penolong adalah orang yang telah terlatih bantuan hidup dasar tetapi pada situasi kegawatdarutan di mana tidak ada seorang pun yang berkompetensi, maka kita upayakan pertolongan pertama sampai tim medis mengambil alih.

 

Pada kasus henti jantung mendadak (yang pada langkah sebelumnya telah Anda kenali), maka Anda tidak perlu bingung dengan istilah yang mungkin sering bertebaran di media sosial, seperti ”lidah tertelan”, ”cara pernapasan buatan”, ”manuver untuk leher”, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mungkin relevan pada kasus lain, tetapi dapat dikesampingkan terlebih dulu pada kasus ini.

 

Hal yang perlu segera Anda lakukan adalah segera posisikan korban dengan telentang, kemudian segera lakukan kompresi dada menggunakan kedua telapak tangan Anda. Kompresi adalah tindakan untuk menekan jantung secara tidak langsung melalui bagian tengah tulang dada (sternum) dengan kuat dan berirama.

 

Posisikan diri Anda dengan berlutut di samping korban. Letakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan pada titik tengah tengah tulang dada. Supaya mudah, Anda bisa posisikan telapak tangan Anda di antara dua puting pada dada korban. Kemudian berikan tekanan dengan kedalaman kira-kira 5 sentimeter dengan frekuensi lebih kurang 100-120 kali per menit.

 

Sejajarkan berat badan Anda dengan tumpuan pada lengan sehingga membantu memberikan kekuatan kompresi. Setiap kali selesai menekan, jangan lupa berikan kesempatan dinding dada untuk mengembang kembali.

 

Kompresi dada adalah hal krusial. Saat melakukannya, Anda tidak perlu berpikir lagi apakah ada tindakan lain yang harus dilakukan seperti yang pernah Anda baca di media sosial. Terus saja lakukan kompresi jantung dengan baik sampai tim medis datang. Umumnya tim medis yang datang sudah mempersiapkan alat pacu jantung otomatis dan memastikan seluruh proses pertolongan hingga pemindahan korban dilakukan secara aman dan efektif.

 

Demikian tips 3K ini. Semoga bermanfaat bagi masyarakat awam ketika terjadi henti jantung dalam situasi tanpa adanya penolong terlatih, peralatan memadai, ataupun tim medis di sisi lapangan.

 

Salam olahraga! ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar