Selasa, 14 Juni 2022

 

Rebutan Partai dalam Penunjukan Penjabat Kepala Daerah

Hussein Abri Dongoran :  Wartawan Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 11 Juni 2022

 

 

                                                           

TELEPON seluler Kamsol terus berdering pada Sabtu, 21 Mei lalu, sekitar pukul 21.00. Malam itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau tersebut dihubungi anggota staf gubernur dan seorang pejabat Sekretariat Daerah Riau. Mereka memberitahukan agar Kamsol bersiap dilantik sebagai penjabat kepala daerah, yaitu penjabat Bupati Kampar.

 

Menurut Kamsol, koleganya menyampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menunjuk dia untuk menggantikan Bupati Catur Sugeng Susanto yang masa jabatannya habis per 22 Mei 2022. “Saya diminta melakukan gladi resik sebelum dilantik Pak Gubernur,” Kamsol menceritakan kejadian itu saat ditemui Tempo di Jakarta pada Selasa, 7 Juni lalu.

 

Terpilihnya Kamsol di luar dugaan. Namanya tak masuk daftar tiga calon pengganti Bupati Kampar yang dikirimkan Gubernur Riau Syamsuar ke Kementerian Dalam Negeri. Kewenangan gubernur mengusulkan calon penjabat bupati dan wali kota diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018 tentang cuti di luar tanggungan bagi kepala daerah.

 

Syamsuar merekomendasikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Imron Rosyadi, Kepala Dinas Pariwisata Roni Rakhmat, dan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Riau Zulkifli Syukur. Syamsuar mengirimkan nama ketiganya ke Kementerian pada 21 April lalu, sebulan sebelum Bupati Kampar lengser.

 

Sebagaimana di Kampar, penjabat Wali Kota Pekanbaru yang ditunjuk pun di luar daftar yang dikirimkan Syamsuar. Alih-alih memilih satu dari tiga nama yang diajukan Syamsuar, Tito Karnavian justru mendapuk Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau Muflihun.

 

“Penetapan nama itu kewenangan Menteri Dalam Negeri,” kata Kepala Biro Administrasi dan Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Riau Muhammad Firdaus saat dihubungi pada Kamis, 9 Juni lalu. Firdaus mengklaim Syamsuar tetap menghormati dan mengikuti keputusan Kementerian Dalam Negeri.

 

Syamsuar melantik Kamsol dan Muflihun di Balai Pauh Janggi, kompleks kantor Gubernur Riau, pada Senin, 23 Mei lalu. Meski demikian, Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar Provinsi Riau itu disebut-sebut kecewa atas keputusan Menteri Tito Karnavian.

 

Tiga petinggi Partai Golkar bercerita, Syamsuar terbang ke Jakarta untuk bertemu Tito sepekan sebelum surat dari Kementerian Dalam Negeri terbit. Ia dikabarkan sudah mendengar pilihan Tito dan hendak mempertanyakan keputusan itu. Menurut sumber yang sama, Syamsuar pun meminta petinggi partai beringin untuk menanyakan alasan Tito memilih Kamsol dan Muflihun.

 

Sejumlah politikus Golkar yang mengetahui peristiwa itu mengungkapkan Tito lantas menjelaskan bahwa usul Gubernur Riau itu tak dilirik Presiden Joko Widodo. Elite Golkar ini lalu mengatakan pemilihan pejabat di luar usul gubernur dapat menjadi preseden buruk karena gubernur seakan-akan tak mengetahui kompetensi anak buahnya.

 

Empat narasumber yang mengetahui penunjukan penjabat kepala daerah di Riau mengatakan penunjukan Kamsol dan Muflihun tak lepas dari peran anggota staf khusus Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Supirman. Sebelum keluarnya pengumuman resmi dari Kementerian Dalam Negeri, mereka mendengar bahwa Supirman sudah menyebutkan keduanya bakal menjadi penjabat kepala daerah.

 

Supirman bekas calon legislator dari partai beringin di daerah pemilihan Riau 1 pada Pemilihan Umum 2019. Ia juga bergabung di Cakra 19, tim pemenangan Jokowi- Ma’ruf Amin, yang diinisiasi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan. Dalam berbagai kesempatan, Supirman kerap mendampingi Luhut. Salah satunya ketika Syamsuar berkunjung ke kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman pada 7 Januari lalu.

 

Lima narasumber yang ditemui Tempo mengungkapkan Supirman ditengarai membawa kepentingan Luhut dalam penunjukan Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru karena faktor kedekatan mereka. Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, tak menjawab permintaan konfirmasi hingga Sabtu, 11 Juni lalu.

 

Supirman pun hadir saat pelantikan Kamsol dan Muflihun. Kamsol mengaku bersahabat dengan Supirman. “Dia orang daerah yang sudah berkarier di pusat,” ujarnya. Namun Kamsol tak tahu persis apa bantuan Supirman sehingga ia bisa terpilih menjadi penjabat Bupati Kampar.

 

Ditemui Tempo di kawasan Senayan, Jakarta, pada Jumat, 10 Juni lalu, Supirman menjelaskan sejumlah tudingan tentang pemilihan penjabat Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru. Tapi ia menolak keterangannya ditulis. Kepada para jurnalis yang mewawancarainya selepas pelantikan di kantor Gubernur Riau pada Senin, 23 Mei lalu, Supirman membantah jika disebut membantu Kamsol dan Muflihun.

 

Adapun Syamsuar enggan menanggapi permintaan wawancara Tempo saat ditemui dalam Festival Semarak Pelancongan Negeri Malaka 2022 di Pekanbaru pada Kamis, 9 Juni lalu. Ia meminta pertanyaan diajukan kepada Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Riau Hendra Saputra. “Sekarang tidak ada permasalahan,” tutur Hendra.

 

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Golkar Zainuddin Amali tak mengetahui alasan penunjukan penjabat Bupati Kampar. Ia mengarahkan pertanyaan itu diajukan kepada Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia. Doli tak menanggapi pertanyaan Tempo hingga Sabtu, 11 Juni lalu.

 

Penjabat Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru merupakan bagian dari 271 penjabat kepala daerah yang dipilih pemerintah. Masa jabatan ratusan kepala daerah hasil pemilihan kepala daerah 2017 dan 2018 itu habis pada 2022 dan 2023. Pemerintah menunjuk penjabat kepala daerah hingga pilkada serentak 2024 digelar pada 27 November dua tahun mendatang.

 

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan salah satu pangkal masalah penunjukan penjabat kepala daerah adalah ketiadaan aturan main. Padahal Mahkamah Konstitusi telah meminta pemerintah membuat aturan teknisnya. “Sekarang semuanya serba tertutup,” ucap Djohermansyah.

 

Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, menyayangkan sikap pemerintah yang tak kunjung membuat aturan teknis ihwal pengisian jabatan kosong sebagaimana direkomendasikan Mahkamah. “Ketika pertimbangan hukum dianggap tidak mengikat dan diabaikan, timbul polemik,” ujarnya.

 

Polemik penunjukan kepala daerah juga terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Kementerian Dalam Negeri menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Andi Chandra As’aduddin sebagai penjabat bupati. Organisasi masyarakat sipil menilai penunjukan Andi melanggar Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian.

 

Sebagai prajurit aktif, Andi seharusnya dilarang mengemban jabatan sipil. Namun pemerintah ngotot pelantikan Andi tetap sah karena posisi kepala BIN daerah setara dengan eselon II yang menjadi syarat penjabat bupati.

 

Empat narasumber Tempo, termasuk pejabat Kementerian Dalam Negeri yang mengetahui pemilihan Andi, menyebutkan Andi diusulkan oleh Kepala BIN Budi Gunawan. Andi diperintahkan menangani bentrokan antardesa di Seram Bagian Barat. Sebab, ia dianggap cakap menyelesaikan konflik serupa sewaktu berdinas di Poso, Sulawesi Tengah.

 

Deputi Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto hanya mengirimkan emotikon tangan terkatup saat ditanya ihwal cawe-cawe BIN dalam terpilihnya Andi. Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengungkapkan Andi dipilih karena faktor pemulihan keamanan di wilayah itu. “Dia itu right man on the right time,” tuturnya pada Senin, 30 Mei lalu.

 

Dua pejabat pemerintah dan seorang anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat yang menangani bidang dalam negeri bercerita, penunjukan Andi mendapat perhatian khusus Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Andika Perkasa. Narasumber yang sama menyebutkan Andika telah bertemu Tito untuk membicarakan polemik Andi menjadi penjabat bupati.

 

Dalam pertemuan itu, Andika dikabarkan meminta Kementerian Dalam Negeri tak lagi melantik anggota TNI aktif menjadi penjabat kepala daerah. Merespons pernyataan Panglima TNI, Tito menjelaskan, prajurit yang sudah tak berdinas bisa menjadi penjabat dan tak melanggar aturan.

 

Andika dan Tito tak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo hingga Sabtu, 11 Juni lalu. Namun, tatkala pemilihan Andi menjadi polemik, Andika menjelaskan, penunjukan tersebut adalah bentuk kepercayaan pemerintah kepada TNI. “Kami patuh pada semua aturan yang berlaku,” ujar mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini di Yogyakarta pada Rabu, 25 Mei lalu.

 

Kursi penjabat kepala daerah ditengarai juga dikaveling oleh partai politik. Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengaku mendengar praktik tersebut saat masih bertugas dalam pemerintahan. “Ada kepentingan partai dan aparatur sipil negara yang mendekati partai politik,” ucapnya.

 

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan salah satunya. Dua pengurus PDI Perjuangan mengungkapkan partai banteng mengusulkan sejumlah nama untuk menjadi penjabat kepala daerah. Usul itu disalurkan melalui mekanisme khusus. Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri mengakui ada ruang tertentu untuk mengakomodasi kepentingan partai.

 

PDI Perjuangan disebut mengusulkan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin sebagai penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. Hal itu terungkap saat Wakil Bendahara Umum PDI Perjuangan Rudianto Tjen menggelar buka puasa bersama awak media di Pangkalpinang pada Jumat, 22 April lalu.

 

Rudianto, anggota Komisi Pertahanan DPR, mengatakan PDI Perjuangan telah mengusulkan empat nama pengganti Gubernur Erzaldi Rosman Djohan kepada Presiden Jokowi. Salah satunya Ridwan yang belakangan benar-benar ditunjuk menjadi penjabat gubernur. “Empat kandidat ini yang saya jelaskan ke Presiden,” tutur Rudianto seperti dilansir dari kantor berita Antara.

 

Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam rapat yang digelar pertengahan tahun lalu berpesan agar pengurus partai memberi masukan kepada pemerintah ihwal penjabat kepala daerah.

 

Megawati juga meminta para kadernya untuk mengawasi, mengontrol, dan mencermati penjabat kepala daerah ini. Tujuannya agar tidak merugikan PDIP secara politik. “Karena, penjabat berdiri di atas asumsi memenangkan salah satu partai,” ujar Arif.

 

Partai Golkar diduga juga memagari kursi Bupati Batang, Jawa Tengah. Wihaji, bupati periode 2017-2022, adalah kader partai beringin. Seorang petinggi Golkar mengatakan partainya mengusulkan Sekretaris Daerah Batang Lani Dwi Rejeki dan seorang petinggi Kementerian Perindustrian, yang pernah dipimpin Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.

 

Pemilihan penjabat kepala daerah di Jawa Tengah, menurut sejumlah politikus Golkar dan PDI Perjuangan, sempat memanaskan hubungan kedua partai. Ada anggapan bahwa penunjukan penjabat kepala daerah di sejumlah wilayah di provinsi itu bertujuan “memerahkan” Jawa Tengah. Menteri Tito akhirnya memilih Lani Dwi Rejeki.

 

Orang dekat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan dua politikus Golkar mengungkapkan keputusan Kementerian Dalam Negeri sempat ditanyakan oleh Ganjar kepada Airlangga. Namun Ganjar tak mempersoalkan jika tiga calon yang diusulkannya tak dipilih pemerintah pusat. “Kami mengusulkan, dan pusat bisa menunjuk yang lain,” katanya lewat WhatsApp, Jumat, 10 Juni lalu.

 

Ketua Golkar Jawa Tengah Panggah Susanto mengatakan partainya tak memiliki kewenangan menentukan penjabat Bupati Batang. Menurut dia, Partai Golkar sedang berfokus menyiapkan tahap Pemilihan Umum 2024. “Itu kewenangan pemerintah pusat,” ucap Panggah.

 

Golkar juga mengajukan penjabat Gubernur Gorontalo untuk menggantikan Rusli Habibie yang juga kader partai beringin. Seorang elite Golkar bercerita, partai mengajukan tiga nama. Salah satunya Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga Hamka Hendra Noer. Kementerian Pemuda kini dipimpin Ketua Badan Pemenangan Pemilu Golkar Zainuddin Amali. Belakangan, pemerintah menunjuk Hamka sebagai penjabat Gubernur Gorontalo.

 

Dihubungi pada Jumat, 10 Juni lalu, Amali membantah kabar bahwa Golkar menitipkan calon kepala daerah, khususnya penjabat Gubernur Gorontalo. Ia memang pernah dimintai pendapat dan berdiskusi dengan Menteri Tito mengenai profil Hamka. “Saya menjawab bahwa tak ada yang bermasalah pada Hamka,” ujar Amali.

 

Menteri Tito mengklaim penunjukan penjabat kepala daerah dilakukan secara selektif dan demokratis. Menurut bekas Kepala Kepolisian RI itu, pemerintah menjaring aspirasi dari masyarakat dan menjalankan mekanisme sidang yang ketat. “Kami melaksanakan sidang yang dipimpin langsung oleh Pak Presiden dengan didampingi menteri dan terjadi mekanisme yang demokratis untuk memutuskan nama-nama penjabat kepala daerah,” tutur Tito Karnavian pada medio Mei lalu. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/nasional/166175/rebutan-partai-dalam-penunjukan-penjabat-kepala-daerah

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar