Santai
2 T Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos |
DISWAY, 8
Agustus 2021
Sejak Kapolda Sumsel Irjen
Pol Eko Indra Heri minta maaf, heboh sumbangan Rp 2 triliun reda. Tidak ada
lagi suara yang menyalah-nyalahkan polisi: kok tidak cek dulu sebelum
kebenaran sumbangan itu diumumkan. Sejak itu Kapolda justru
balik mendapat simpati: ia dianggap gentleman. Ia memang kurang teliti. Lalu
minta maaf. Selesai. Saya juga memuji sikap
Kapolda itu. Kapolda tidak berbuat salah. Tidak melanggar hukum. Tidak jahat.
Tidak kriminal. Tidak korupsi. Ia hanya kurang cermat. Ketika Pak Menko Polhukam
Prof Dr Mahfud MD menghubungi saya, pujian ke Kapolda itu juga saya sampaikan
ke beliau. Ternyata Pak menko juga berpendapat yang sama. Saya pun menghubungi
Si Cantik dr Nur –teman dekat Heryanti, putri bungsu Akidi Tio itu.
Dokter Nur begitu dekat dengan temannyi itu sampai kalau memanggil Heryanti
cukup dengan nama kecilnyi: Ahong. Saya sarankan agar dr Nur
menulis WA ke Ahong. Isinya: Kapolda saja sudah mau minta maaf, tolonglah
Anda juga segera minta maaf ke Kapolda dan ke seluruh masyarakat Sumsel. Dokter Nur benar-benar
mengirim WA –entah apa bunyinya, yang jelas seirama dengan misi itu. Ahong
sebaiknya memenuhi saran dr Nur itu. Bahwa Ahong ngotot uang Rp
2 T itu ada, nggak masalah. Urus saja terus. Sampai dapat. Atau sampai
menyerah. Tapi minta maaf itu penting. Kalau pun permintaan maaf itu dirasa
berat, kelak boleh dicabut bersamaan dengan penyerahan sumbangan yang
sebenarnya. "WA saya itu tidak
dijawab. Sampai sekarang masih belum dibaca. Baru ada satu centang,"
ujar Si Cantik kemarin sore. "Tidak
masalah...," jawab saya. ".... yang penting sudah ada orang yang
memberi saran seperti itu pada Ahong." Ahong sendiri masih belum
keluar rumah. Masih sakit. Begitulah keterangan polisi. Yang seharusnya
memeriksa Ahong lagi sejak tiga hari lalu. Dokter Nur berkali-kali
telepon Ahong juga tidak direspons. Padahal biasanya tiap hari selalu kontak
beberapa kali. Tentu masyarakat Tionghoa
Palembang juga marah pada Ahong. Tapi mau bagaimana lagi. Mereka pun
kumpul-kumpul uang. Dapat Rp 2 miliar. Diserahkanlah uang itu ke Kapolda
Sumsel. Dua hari lalu. Prof Hardi Darmawan mengirimi saya 46 foto acara
penyerahan sumbangan itu. Tanpa papan styrofoam. Berarti Prof Hardi sudah
wawuhan dengan saya. Saya juga memuji media
yang tidak menyeret-nyeret kakak Ahong yang enam orang itu. Yang semua
tinggal di Jakarta. Mereka memang tidak terkait dengan ulah sensasi Ahong.
Tidak selayaknya ikut diseret-seret di media. Hampir saja itu terjadi.
Yakni ketika medsos mulai menampilkan putri salah satu kakak Ahong. Yang
mengenakan jam tangan Rp 2,5 miliar itu. Yang berpose di pesawat pribadi itu.
Bahkan awalnya disebutkan itulah Ahong. Saya berkewajiban meluruskan itu,
karena kebetulan saya tahu siapa dia. Kakak Ahong yang di
Jakarta itu orang baik-baik. Anaknya itu pun kerja di bidang yang terhormat:
bisnis di bursa saham. Sang kakak sendiri boleh
dikata telah jadi simbol Bhinneka Tunggal Ika. Ia mengawini gadis Jawa anak
transmigran di Desa Kerta Mukti. Perkawinannya pun dilakukan di desa
transmigrasi itu. Di masa muda, sang kakak
memang sering berada di sekitar Kerta Mukti –menjadi pemborong imas tumbang,
pembersihan lahan calon kebun sawit. Mereka hidup terpisah dari
Ahong. Tidak layak dikait-kaitkan dengan heboh Rp 2 T Ahong. Yang tetap banyak beredar
di medsos adalah meme. Sebagian bernada sinis. Sebagian besar lagi yang
bernada humor. Sangat menghibur. Misalnya ada foto: Warung
Tegal Sumbang 2 T. Ternyata, maksudnya: dua telur. Saya juga menerima sumbangan
2 T dari seorang teman. Ia salah satu pengusaha terkaya di Indonesia.
"Terimalah 2 T ini," tulisnya, sambil mengirim foto wanita bahenol
yang telanjang dada dengan 2 T – di dada itu. (Dahlan Iskan) ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar