Senin, 23 Agustus 2021

 

Baliho Politik dan Psikologi Publik di Masa PPKM

Isnan Nursalim ;  Relawan Komunikasi Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Cilacap

DETIKNEWS, 20 Agustus 2021

 

 

                                                           

Saat ini baliho sejumlah tokoh parpol yang diprediksi bertarung di Pilpres 2024 mulai tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Mereka di antaranya Puan Maharani, Airlangga Hartanto, dan Muhaimin Iskandar yang wajahnya mulai bermunculan di berbagai daerah.

 

Pemasangan baliho merupakan salah satu upaya parpol mengenalkan calonnya kepada masyarakat. Baliho memang salah satu media yang cukup efektif untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas tokoh parpol. Namun, di tengah pembatasan aktivitas masyarakat di ruang publik pemasangan baliho bagi para tokoh parpol tentu kurang efektif. Pasalnya baliho berkuran besar yang menghiasi berbagai suduk kota hingga desa di seantero negeri terpasang saat mobilitas masyarakat dibatasi.

 

Hasil Survei New Indonesia Research & Consulting baru-baru ini menunjukkan elektabilitas capres beberapa tokoh yang memasang baliho masih di bawah kandidat lain. Elektabilitas Puan Maharani (1,4%) menempati posisi 11, Airlangga Hartanto (1,3%) posisi 12 sementara Muhaimin Iskandar masih jauh di bawah Ganjar Pranowo (20,5%), Prabowo Subianto (16,7%), dan Ridwan Kamil (16,1%) yang menempati elektabilitas tiga teratas.

 

Hasil Survei yang dilakukan Indostrategic pada 23 Maret-1 Juni 2021 juga menunjukkan hal yang sama. Posisi tiga teratas diduduki oleh Prabowo Subianto (17,5%), Anies Baswedan (17,0) pada posisi kedua, dan Ganjar Pranowo (8,1%) ketiga. Elektabilitas Puan Maharani (0,6%) berada di posisi 12, Muhaimin Iskandar (0,5%) posisi 14, dan Airlangga Hartanto (0,5%) menduduki posisi 15, jauh di bawah nama-nama kandidat yang lain.

 

Sementara itu hasil survei LSI Denny JA yang dilaksanakan pada 27 Mei hingga 4 Juni 2021 menempatkan Prabowo Subianto (23,5%) pada posisi pertama, Ganjar Pranowo (15,5%) posisi kedua, dan Anies Baswedan (13,8%) posisi ketiga. Sedangkan Airlangga Hartanto (5,3%) pada urutan kelima dan Puan Maharani (2%) di urutan ketujuh, sementara Muhaimin Iskandar tidak masuk radar.

 

Dari hasil tiga lembaga survei di atas setidaknya menunjukkan bahwa perang baliho yang tengah ramai menghiasi sudut-sudut jalan raya belum terlalu efektif mendongkrak elektabilitas calon. Justru pemasangan baliho oleh tokoh parpol di tengah pandemi Covid-19 malah menjadi bumerang yang balik menyerang.

 

Pemasangan baliho ini menuai respons negatif dan kurang baik di media sosial. Banyak pihak menilai hal ini menunjukkan kurang pekanya tokoh parpol dalam melihat situasi bangsa yang sedang terjadi. Pemasangan baliho dengan asosiasi Pemilu 2024 di tengah pandemi Covid-19 juga dianggap kurang memiliki rasa empati terhadap situasi yang serba sulit saat ini.

 

Psikologi Publik

 

Secara sosiologis baliho pada dasarnya merupakan seperangkat simbol atau bahasa yang dipergunakan untuk mempengaruhi psikologis publik. Baliho sebagai simbol digunakan parpol untuk mencitrakan elite politik yang akan dicalonkan pada perhelatan Pilpres 2024 kepada masyarakat.

 

Menurut Jean Baudrillard, baliho sebagai simbol atau tanda disebutnya sebagai simulacra politik. Ketika realitas yang sesungguhnya dimanipulasi sedemikan rupa menjadi realitas simbolik, maka terjadilah hiperrealitas. Alih-alih mendapat simpati dan dukungan publik, pemasangan baliho oleh beberapa elite politik justru gagal mempengaruhi psikologis masyarakat.

 

Strategi parpol dalam mensosialisasikan kadernya menuju kontestasi Pilpres 2024 tentu harus memperhatikan waktu dan momentum yang tepat. Dalam situasi pandemi yang mengakibatkan masyarakat kesulitan ekonomi, memasang baliho tentu strategi yang kurang tepat. Alhasil kritik dan respons negatif bermunculan dari berbagai pihak.

 

Publik tentu akan terus menilai berbagai kandidat hingga pelaksanaan Pilpres 2024 berlangsung. Selain mencitrakan melalui medium komunikasi seperti baliho, kerja-kerja yang bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk mengatasi persoalan yang sedang terjadi dan dirasakan dampaknya tentu lebih penting. Pada akhirnya publik akan mengevaluasi dan menilai tokoh yang layak memimpin Bangsa Indonesia mendatang.

 

Sumber :  https://news.detik.com/kolom/d-5689349/baliho-politik-dan-psikologi-publik-di-masa-ppkm

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar