Jalan
Panjang Melepas Resesi Tita Rosy ; Statistisi Ahli Madya BPS Prov. Kalsel |
DETIKNEWS, 12
Agustus 2021
Melepas resesi
adalah perjalanan panjang yang ditempuh bangsa ini sejak diumumkannya
pertumbuhan ekonomi memasuki zona kontraksi pada kuartal II tahun lalu.
Kuartal II - 2020 merupakan awal titik kejatuhan ekonomi Indonesia sejak
diumumkannya kasus Covid-19 pertama di Tanah Air tanggal 2 Maret 2020 oleh
Presiden Jokowi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal II - 2020 minus
5,32 persen dilanjutkan dengan pertumbuhan yang negatif juga di kuartal III
sebesar 3,49 persen secara siklis menempatkan posisi Indonesia pada zona
resesi. Penyesuaian
proses bisnis di berbagai kehidupan masyarakat dengan slogan 'ingat pesan ibu
3M' mengantarkan masyarakat waktu itu ke fase new normal yang mengawal
interaksi masyarakat di luar rumah yang mulai dilonggarkan untuk perbaikan
roda perekonomian. Kebijakan ini berpengaruh positif kepada ekonomi
masyarakat yang ditunjukkan dengan penurunan angka negatif pertumbuhan
ekonomi dari triwulan ke triwulan. Memasuki tahun
kedua pandemi yaitu awal tahun 2021, pemerintah optimis dapat memulihkan
ekonomi bahkan sampai memasang target pertumbuhan 4,3-5,3 persen.
Ditemukannya vaksin adalah hal positif lain yang mengiringi optimisme
pemerintah untuk memulihkan ekonomi di tahun kedua pandemi negeri ini.
Meskipun Kuartal I - 2021 masih berada pada zona kontraksi yaitu sebesar 0,74
persen, lagi-lagi angka negatifnya masih lebih rendah dari kuartal
sebelumnya. Hingga pada 5
Agustus 2021 Badan Pusat Statistik mengumumkan bahwa Indonesia telah berada
pada zona pertumbuhan ekonomi positif yaitu tumbuh sebesar 7,07 persen. Mesin
ekonomi yang telah berbalik arah ini selain dapat dibaca sebagai efek dari
lentingan pertumbuhan yang terlampau dalam di Kuartal - II 2020 atau
istilahnya low base effect, juga dapat dipahami sebagai capaian kinerja yang
telah bagus di berbagai sektor lapangan usaha sehingga momen ini merupakan
titik ketika Indonesia telah melepas resesi. Tengok saja dari semua sektor
yang dirilis, tidak ada satupun yang tumbuh negatif secara year on year. Tantangan
ekonomi belum terhenti di sini. Perjalanan melepas resesi kembali dihadang
oleh alarm lonjakan kasus positif terpapar Covid-19 yang mulai terjadi di
penghujung Kuartal II - 2021. Akhir Juni 2021 tercatat telah menembus angka
2.178.272 dengan pertumbuhan kasus harian mengikuti tren eksponensial.
Memasuki Juli 2021, kondisi semakin diperparah dengan penambahan kasus yang
melanda dengan varian baru yang semakin cepat penularannya. Hingga 4
Agustus 2021 jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia telah mencapai angka di
atas tiga juta atau tepatnya 3.496.700 kasus. Pertumbuhan ekonomi yang telah
tumbuh positif akan diuji lagi dengan penambahan kasus tersebut yang pada
gilirannya juga menulari ekonomi masyarakat. Dompet negara kembali harus
dirogoh dengan mekanisme refocusing
yang mengalihkan sejumlah kegiatan untuk penanganan Covid-19. Penerapan PPKM
darurat sejenis PSBB di tahun 2020 yang belakangan diubah namanya lagi
menjadi PPKM level 4 di sejumlah provinsi menjadikan interaksi masyarakat
yang telah memperbaiki ekonomi menjadi harus dipingit lagi. Kesehatan yang
menjadi prioritas pemerintah kali ini. Ingatan masyarakat seperti terlempar
kembali kepada masa-masa awal kasus corona virus desease-19 ini menyambangi
Indonesia. Pemerintah harus bersiap untuk merevisi pertumbuhan ekonomi ke
batas bawah. Alarm
penurunan aktivitas ekonomi juga telah diumumkan oleh IHS Markit yang pada
Juli mencatat Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia sebesar
40,1 turun drastis dari Juni yang mencapai 53,5. Angka PMI mengambil patokan
nilai 50 sebagai cut off-nya. Apabila PMI mencapai nilai di atas 50 berarti
sektor manufaktur Indonesia sedang mengalami ekspansi dan sebaliknya jika di
bawah 50 berarti sedang kontraksi. Pertanyaannya,
apa yang dapat dilakukan untuk tetap memulihkan ekonomi di saat seperti ini?
Jawaban pertanyaan ini dapat dilaksanakan tentunya dengan memulihkan
kesehatan masyarakat terlebih dahulu. Ekonomi dapat dipulihkan dengan kerja
sama berbagai pihak, tidak sporadis maupun parsial. Digitalisasi
ekonomi yang tengah digaungkan pada masa pandemi harus dapat menyentuh level
ekonomi skala menengah ke bawah yang sangat rentan jatuh kepada jurang
kemiskinan. Infrastruktur yang memadai juga harus dapat mencapai jangkauan
hingga pelosok desa untuk mempermudah akses ekonomi masyarakat pedesaan. Ekonomi yang
tumbuh positif tentu diharapkan dapat sekaligus mengurangi kemiskinan maupun
ketimpangan. Badan Pusat Statistik telah merilis angka kemiskinan Maret 2021
mencapai 10,14 persen. Meskipun sedikit mengalami penurunan dari September
2020 yang mencapai 10,19 persen namun masih berada di level dua digit. Sebelumnya
Indonesia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan ke level satu digit
sejak Maret 2018. Perjalanan
pemulihan ekonomi masih harus dilanjutkan. Berapapun pertumbuhan ekonomi
nanti yang dapat dicapai di ujung tahun 2021, diharapkan agar ekonomi yang
tumbuh tidak hanya berasal dari perbaikan harga komoditas di pasar global
yang notabene tidak bersifat renewable seperti batu bara dan migas, namun
juga berasal dari kekuatan ekonomi kerakyatan yang dibangun oleh wong cilik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar