Anak-anak
Lapar Perlindungan Sutrisno ; Pendidik, Alumnus Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS) |
KOMPAS, 7 Agustus 2021
Peringatan
Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2021 masih dipayungi awan kelabu
pandemi Covid-19. Anak-anak Indonesia di tengah amukan virus korona yang
mematikan. Varian baru Covid-19 membuat anak-anak rentan terpapar dan bisa
merenggut jiwa. Maka, perlindungan terhadap anak-anak sangat penting dan
harus menjadi fokus utama. Tema
HAN 2021, ”Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, sangat relevan dengan situasi
yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Anak adalah masa depan sehingga
penting untuk melindungi anak-anak dari ancaman Covid-19. Menurut
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan, setiap satu
minggu setidaknya terdapat dua anak yang meninggal karena Covid-19 di
Nusantara. Hingga kini, jumlah anak yang terinfeksi Covid-19 sebanyak 12,3
persen dari kasus kumulatif nasional. Sebanyak 2,5 persen di antaranya
merupakan anak usia 0-5 tahun, sementara 9,5 persen lainnya merupakan anak
usia 6-18 tahun. Adapun case fatality rate-nya 3-5 persen. Dengan demikian,
Indonesia menjadi negara dengan kematian anak karena Covid-19 yang tertinggi
atau terbanyak di dunia. Sejak
virus korona baru masuk Indonesia, anak-anak kehilangan dunianya. Dunia
bermain tak lagi bebas dengan teman sebaya di luar rumah atau lingkungan
masyarakat. Kegembiraan bersekolah di ruang hilang karena pembelajaran tatap
muka dihentikan dan diganti dengan sistem pembelajaran jarak jauh dengan
metode dalam jaringan (daring). Anak-anak
tidak leluasa beraktivitas di luar untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan
keterampilannya. Anak-anak diharuskan bermain, belajar, dan berativitas di
rumah dengan mematuhi aturan protokol kesehatan (prokes). Muncul kekhawatiran
dampak pandemi Covid-19 pada anak terjadinya hilangnya minat belajar (lost learning) dan yang berbahaya
adalah hilangnya generasi penerus (lost
generation). Penyair
Lebanon, Kahlil Gibran, dalam bukunya, Sang Nabi, mengingatkan kita bahwa
”anakmu bukanlah anakmu”. Ungkapan Gibran di atas sebenarnya adalah untuk
menyadarkan kita untuk menjaga anak sebagai titipan Tuhan dan betapa penting
peranan anak di masa depan. Masa
depan anak erat kaitannya dengan perlindungan anak. Artinya, perlindungan
anak menjamin anak berkembang secara optimal sehingga secara otomatis masa
depan anak menjadi terjamin. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin, melindungi, dan memenuhi hak anak agar hidup dan tumbuh berkembang
secara optimal, berpartisipasi serta mendapatkan perlindungan dari bermacam
bentuk kekerasan dan penelantaran. Maraknya anak-anak menjadi korban Covid-19
seharusnya menggugah perhatian masyarakat bahwa perlindungan pada anak-anak
adalah persoalan serius bagi bangsa ini. Anak-anak
lapar akan perlindungan dari orangtua, masyarakat, sekolah, dan negara.
Bentuk tanggung jawab orangtua terhadap anak dapat diwujudkan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan fisik dan kejahatan seksual,
pemberian pendidikan, pengenalan etika dan sopan santun, pemberian bekal
agama yang baik dan perlindungan jiwa raganya. Dalam masa pandemi, keluarga
ialah benteng utama dan pertama dalam melawan pandemi Covid-19 melalui
tindakan nyata penerapan prokes sebagai harga dan pengawasan yang ketat pada
anak. Memastikan anak usia 12-17 mendapat vaksin Covid-19 untuk melindungi
serta mencegah anak-anak menularkan kepada orang dewasa yang rentan. Tanggung
jawab masyarakat adalah menciptakan lingkungan interaksi sosial yang positif
sehingga anak bisa bersosialisasi dengan baik bersama dengan teman-temannya
maupun lingkungan sekitarnya. Ciptakan lingkungan masyarakat yang sehat,
bersih, ramah, peduli, dan memberdayakan anak sehingga mampu tumbuh kembang
dalam meraih cita-citanya. Masyarakat
juga punya kewajiban memberikan perlindungan dan keselamatan anak dengan
berbagai upaya dan program sesuai kemampuan serta sumber daya yang ada.
Karena dalam masyarakat, ada anak yang ikut isolasi mandiri, anak yang
kehilangan orang terdekat karena Covid-19, anak yang kehilangan hak akibat
keluarga (orangtua) terdampak Covid-19. Memperbanyak lembaga atau komunitas
yang berkonsentrasi pada penegakan hak anak karena dampak psikologis dan
sosial pada anak pada masa pandemi akan lama. Negara harus lebih serius Sementara
negara harus lebih serius memberikan jaminan dan merealisasikan program
perlindungan anak Indonesia sebagai amanat Konvensi Hak Anak, pelaksanaan UU
Perlindungan Anak dan Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945. Selanjutnya, mengeluarkan
kebijakan negara yang bersifat teknis dalam melindungi anak dari segala
bentuk tindak pelanggaran hak anak seperti bunuh diri, penyiksaan anak
berujung maut, tindak kekerasan (child abuse), kekerasan/komersialisasi
seksual, diskriminasi, trafficking, dan perlakuan salah lainnya. Pembiaran
dan impunitas atas pelanggaran hak-hak anak adalah refleksi rendahnya derajat
keberadaan dan lemahnya empati kemanusiaan oleh negara. Presiden Joko Widodo
perlu membuat gerakan nasional peduli akan perlindungan dan terpenuhinya
hak-hak anak terlebih di masa pandemi Covid-19 khususnya anak perempuan, anak
penyandang disabilitas, anak dalam keluarga ekonomi lemah, dan anak di
wilayah terpencil yang sulit akses logistik dan infrastruktur. Anak-anak
tidak hanya diteror bahaya Covid-19, tetapi juga ancaman berbagai bentuk
kekerasan anak. Di sinilah pentingnya strategis advokasi keras dan penegakan
hukum dengan menerapkan ancaman sanksi hukum maksimal yang berat dan
konsisten terhadap pelaku kekerasan anak. Hal ini untuk memberikan efek jera
kepada pelaku. Selanjutnya,
perlu partisipasi lintas sektoral dan program dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kemendikbudristek,
Polri, KPAI, Komnas PA, pemprov, pemkab/pemkot dan masyarakat baik LSM/NGO
serta organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memenuhi hak anak mendapatkan
pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, hidup yang layak, rasa aman, dan
tempat tinggal yang memadai. Kemitraan yang sejajar dan kondusif merupakan
syarat suksesnya sebuah agenda. Peringatan
HAN kiranya menjadi pengingat bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan
pemerintah dan semua elemen bangsa untuk lebih memedulikan kepentingan
anak-anak. Paling tidak, suara anak-anak dari berbagai latar belakang
didengar oleh negara dan dijadikan pertimbangan dalam membuat program serta
kebijakan terkait pemenuhan hak dan perlindungan dalam situasi pandemi
Covid-19. Jika anak terlindungi, masa depan anak menjadi cerah dan terjamin bangsa
pun mengalami kemajuan. Indonesia Layak Anak 2030 dan Generasi Emas 2045 akan
bisa terwujud. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar