Soekarno,
Jokowi, Palestina
Zuhairi Misrawi ; Intelektual Muda
Nahdlatul Ulama;
Analis Pemikiran dan
Politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
|
KOMPAS,
03 Februari
2018
”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada
orang Palestina, selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan
Israel.” Ungkapan Soekarno itu dipopulerkan kembali oleh Presiden Jokowi
dalam pembukaan KTT Luar Biasa OKI tentang Palestina dan Al-Quds al-Sharif,
Mei 2016, di Jakarta.
Presiden Jokowi ingin mengingatkan kembali imajinasi kolektif
bangsa ini perihal pentingnya berperan aktif dalam mewujudkan kemerdekaan
Palestina. Mengapa Palestina begitu penting bagi kita dan dunia?
Pertama, Palestina adalah negara berdaulat yang sampai sekarang
belum mendapatkan haknya untuk merdeka. Kedatangan orang-orang Yahudi dari
Eropa ke Tanah Palestina sejak akhir abad ke-18 menjadi mimpi buruk bagi
bangsa Palestina. Deklarasi Balfour pada 1917 mengakui kehadiran Israel dan
mulailah perang serta konflik dengan orang-orang Arab.
Puncaknya terjadi Mei
1948 ketika negara Israel resmi berdiri. Peristiwa tersebut menjadi
kemenangan besar Israel, tapi sebaliknya menjadi tragedi (nakbah) bagi bangsa
Palestina. Maka, warga Palestina yang ingin bertahan hidup harus eksodus ke
negara-negara terdekat, seperti Jordania, Mesir, Lebanon, serta Eropa dan
Amerika Serikat.
Kedua, penjajahan terhadap Palestina tidak berhenti ketika
Israel berdiri, setelah itu justru menjadi-jadi. Israel terus memperluas
kekuasaannya, sementara negara-negara Arab tidak berdaya melawan gempuran
militer Israel yang didukung sepenuhnya oleh Amerika Serikat, Inggris, dan
negara-negara Eropa lain. Wilayah Palestina pun semakin menyusut.
Ketiga, kebijakan Trump memindahkan ibu kota Israel dari Tel
Aviv ke Jerusalem semakin menyudutkan posisi Palestina dalam proses
perundingan perdamaian. Banyak pihak memandang perundingan solusi damai dua
negara (two states solution) akan buntu pasca-kebijakan kontroversial Trump.
Dalam buku terbaru yang menghebohkan di Amerika Serikat, Fire
and Fury: Inside The Trump White House, Michael Wolff mengisahkan intensi
politik Donald Trump. Sejak awal dilantik sebagai presiden, Trump bersikukuh
menjadikan Jerusalem ibu kota Israel. Ada manuver Tepi Barat diserahkan
kepada Jordania dan Gaza dihibahkan ke Mesir. Itu artinya Trump menghendaki
tidak ada lagi Palestina. Tanpa Tepi Barat dan Gaza, maknanya tanpa
Palestina.
Dalam beberapa tahun ke depan, masa depan kemerdekaan Palestina
akan menjadi isu sentral. Negara-negara Liga Arab intens merundingkan langkah
kontroversial Trump dan Israel. Bersamaan dengan itu, akan muncul perlawanan
dari dunia yang terbukti menolak kebijakan Trump, baik dalam sidang Dewan
Keamanan
maupun Majelis Umum PBB.
Soekarno
Dalam imajinasi kolektif bangsa Indonesia, Palestina mempunyai
tempat sangat terhormat. Palestina termasuk salah satu bangsa yang pertama
kali mendukung kemerdekaan Republik
Indonesia bersama negara-negara Liga Arab lainnya.
September 1944, Mufti Besar Palestina Syaikh Muhammad Amien
al-Huseini menyatakan dukungannya bagi kemerdekaan RI. Ia menyampaikan
dukungannya melalui radio berbahasa Arab di Berlin. Padahal, saat itu
Palestina sedang menghadapi agresi Israel. Langkah Palestina diikuti oleh
Mesir yang pada 22 Maret 1946 mengakui kemerdekaan RI.
Dukungan dan pengakuan bangsa Palestina terus diingat rakyat
Indonesia untuk selalu melawan segala bentuk penjajahan. Dulu, saat bangsa
Palestina belum merdeka, mereka sudah menyatakan dukungannya terhadap
kemerdekaan RI. Karena itu, kita mesti terus bersama-sama Palestina
mewujudkan kemerdekaan.
Apalagi ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun
1945, ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Soekarno sebagai Proklamator Kemerdekaan RI mengerti betul
rasanya dijajah. Oleh sebab itu, ketika Israel mengucapkan selamat dan
mengakui kemerdekaan RI, Soekarno bersikap dingin. Bung Hatta pun hanya
mengucapkan terima kasih dan tidak tertarik membuka hubungan diplomatik
dengan Israel yang baru merdeka. Sampai sekarang RI tidak mau mengakui
kehadiran Israel di Tanah Palestina sebagai bukti komitmen pada kedaulatan
Palestina dan melawan segala bentuk penjajahan.
Soekarno terus menentang kebiadaban penjajahan dengan menggagas
Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 1953. Sejak awal, Indonesia dan Pakistan
menjadi garda terdepan menolak keikutsertaan Israel dalam KAA karena Israel
merupakan penjajah terhadap negara-negara Arab.
Dalam forum KAA tahun 1955 di Bandung, Soekarno keras mengecam
segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan Israel terhadap Palestina. Melalui
KAA, Soekarno membentuk poros anti-imperialisme sehingga negara-negara
Asia-Afrika dapat terbebas dari penjajahan.
Tahun 1958, Indonesia mempunyai kans lolos ke Putaran Final
Piala Dunia. Namun, karena Indonesia menolak bertanding dengan Israel—yang
dapat dianggap sebagai pengakuan terhadap negara Israel—akhirnya Soekarno
memilih tidak lolos ke putaran final.
Pada perhelatan Asian Games IV tahun 1962, Indonesia juga
menolak memberikan visa kepada kontingen Israel karena politik luar negeri
kita menolak mengakui Israel. Indonesia akhirnya diskors dari keanggotaan
Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada 1963.
Perjuangan Soekarno dalam upaya kemerdekaan Palestina tidak
pernah redup. Ia gunakan jalur diplomasi negara-negara Asia-Afrika dan
menggalang dana untuk Palestina. Indonesia juga menjadikan dua organisasi
lain kanal untuk menyuarakan kemerdekaan Palestina, yaitu Organisasi
Indonesia untuk Setiakawanan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA) dan Organisasi
Solidaritas Rakyat Asia-Afrika (AAPSO).
Jokowi
Presiden Jokowi melanjutkan sikap tegas Soekarno terhadap
penjajahan Israel di Tanah Palestina. Ia menjadikan kemerdekaan Palestina
sebagai prioritas. Komitmennya ditorehkan sejak kampanye Pemilu Presiden
2014. Dalam dirinya ada api anti-imperialisme ala Soekarno.
Sedari awal Presiden Jokowi melakukan langkah-langkah besar
untuk mendorong kemerdekaan Palestina dan solusi dua negara. Tahun 2015,
Indonesia menjadi tuan rumah KTT Ke-60 Asia-Afrika yang secara khusus
mengingatkan negara-negara Asia-Afrika bahwa Palestina masih menjadi soal
karena terus terjajah.
Palestina adalah satu-satunya negara anggota Konferensi
Asia-Afrika yang belum merdeka. Karena itu, menurut Presiden Jokowi, perlu
perhatian khusus dan serius mewujudkan kemerdekaannya.
Pada 2016, Presiden Jokowi menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang secara khusus mengeluarkan ”Deklarasi
Jakarta untuk Palestina”. Indonesia bersama negara-negara OKI lain sepakat
mendukung perjuangan rakyat Palestina meraih kemerdekaan dan meminta kepada
Israel mengakhiri pendudukan terhadap wilayah Palestina di Jerusalem Timur,
Tepi Barat, dan Gaza. Lebih-lebih mendesak Israel agar tidak menodai kesucian
Al-Quds al-Sharif.
Ketika Donald Trump mengeluarkan kebijakan memindahkan ibu kota Israel
dari Tel Aviv ke Jerusalem, Presiden Jokowi mengecam keras sikap sepihak
Amerika Serikat. Presiden Jokowi meminta AS mengurungkan kebijakan
kontroversial tersebut karena selain melanggar sejumlah resolusi Dewan
Keamanan dan Majelis Umum PBB, juga akan mengguncang stabilitas keamanan
dunia.
Sekali lagi, Jokowi menegaskan komitmen Indonesia untuk terus
bersama-sama dengan rakyat Palestina dalam mewujudkan kedaulatan dan
kemerdekaannya. Rakyat Palestina harus merdeka dari segala bentuk penjajahan
Israel.
Secara khusus Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Luar Negeri
untuk menyatakan sikap Indonesia tersebut kepada Duta Besar AS di Jakarta
serta melakukan diplomasi dengan negara-negara Arab dalam rangka menentang
kebijakan AS dalam isu Jerusalem.
Pada forum KTT Luar Biasa OKI di Turki yang membahas kebijakan
Trump terkait Jerusalem, Presiden Jokowi mengajak negara-negara anggota OKI
menolak kebijakan Trump. Langkah ini penting karena sebagian negara-negara
anggota OKI mempunyai hubungan diplomatis dengan Israel. Konkretnya, Presiden
Jokowi meminta negara-negara tersebut tidak ikut serta memindahkan kedutaan
besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Bahkan, jika perlu, Presiden Jokowi meminta negara-negara yang
sudah mempunyai hubungan diplomatis dengan Israel meninjau ulang hubungan
diplomatisnya sebagai protes terhadap Trump.
Langkah tersebut, menurut Presiden Jokowi, perlu dilengkapi
langkah bersama untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan, kapasitas, dan kerja
sama ekonomi demi kesejahteraan warga Palestina.
Pada tingkat global, khususnya forum resmi PBB, baik di Dewan
Keamanan maupun Majelis Umum, Presiden Jokowi meminta agar semua negara
bersatu padu mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Beberapa langkah yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi dalam
rangka membantu Palestina sungguh sangat luar biasa dan karena itu
diapresiasi oleh negara-negara anggota OKI. Sikap Indonesia dianggap lebih
implementatif.
Namun, ke depan, Presiden Jokowi harus terus proaktif dalam
mewujudkan kemerdekaan Palestina: pertama, Indonesia mesti mendorong
rekonsiliasi Hamas dan Fatah serta beberapa faksi lainnya. Persatuan dalam
negeri Palestina prioritas mutlak karena rekonsiliasi yang diinisiasi Mesir
sepertinya buntu dan tidak ada tindak lanjut yang mencerminkan persatuan
Palestina. Indonesia harus menjadi mediator rekonsiliasi antara Hamas dan
Fatah, terutama dalam menyusun platform dasar negara, konstitusi, bentuk
negara, serta penyelenggaraan pemilu yang bebas, adil, dan jujur.
Kedua, Indonesia harus berperan aktif menggalang dana untuk
Palestina karena AS mengancam akan membekukan bantuan rutin kepada Palestina.
Indonesia bisa menjadi inisiator menggalang dana bersama negara-negara
anggota OKI.
Ketiga, Indonesia bersama anggota OKI lainnya perlu
menindaklanjuti kekalahan telak AS dalam sidang Dewan Keamanan dan Majelis
Umum soal Jerusalem dengan menjadi
mediator dan fasilitator perundingan solusi dua negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar