Puja-Pudji(astuti)
Refly Harun ; Pengajar
dan Praktisi Hukum Tatanegara
|
DETIKNEWS,
03 Desember 2014
If you lose your
integrity, you will have no freedom anymore (Susi Pudjiastuti, 29
Oktober 2014)
Menanggapi susunan kabinet yang diumumkan Presiden Joko Widodo
(Jokowi), Minggu, 26 Oktober 2014, saya menulis “Kabinet Nano Nano”. Nano
Nano, kita tahu semua, adalah merek permen yang berasa manis, asam, asin
sehingga dikatakan ramai rasanya, atau bisa dikatakan pula sejuta rasanya.
Sejujurnya begitulah perasaan saya ketika menyimak perkenalan
anggota kabinet pada Minggu sore tersebut. Salah satu alasannya, sejujurnya
pula, saya tak kenal semua nama menteri yang diumumkan, yang berbaju serba
putih, persis mahasiswa baru yang mengikuti pekan orientasi.
Dalam pandangan saya, nama-nama yang diumumkan tersebut harusnya
jagoan di bidangnya masing-masing, yang track
record-nya telah dikenal publik untuk bidang tersebut. Selain nama-nama
asing, yang saya kenal pun ternyata beberapa di antaranya tidak ditempatkan
pada bidang yang selama ini digeluti. Tidak the right person on the right track. Passion (gairah) mereka terhadap bidang atau urusan yang
dipercayakan kepada mereka patut diragukan. Passion menjadi penting karena tuntutan Presiden Jokowi adalah
kerja, kerja, dan kerja sejak hari pertama.
Presiden Jokowi sendiri sebelumnya telah mengumumkan bahwa
kabinet yang akan ia umumkan terdiri dari para profesional, baik yang berasal
dari dalam maupun luar parpol. Artinya, kendati orang parpol diakomodasi, hal
itu masih dalam koridor profesionalisme. Nyatanya, Presiden Jokowi harus
berkompromi pada realitas. Das sein (yang senyatanya) selalu berbeda dengan
das sollen (yang seharusnya). Beberapa menteri dari parpol seperti bidak
catur, yang digeser ke sana kemari sebelum mendapatkan tempat yang dinilai
tepat.
Heboh Susi
Dari yang tidak dikenal tersebut ada nama Susi Pudjiastuti yang
diumumkan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sebagian pembaca mungkin
sudah mengenal sosok ini, tetapi terus terang saya belum tahu. Maskapai Susi
Air pernah secara sayup-sayup saya dengar, tetapi tidak menempel di benak.
Tidak seperti maskapai penerbangan Garuda atau Lion.
Minat saya pun tidak pada bidang kelautan dan perikanan, atau
kemaritiman dalam bahasa Presiden Jokowi. Bersama frase “revolusi mental”,
“kemaritiman” menjadi mantra azimat kepresidenan Jokowi. Tidak heran pula ada
jabatan baru terkait bidang itu, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
yang dijabat Indroyono Soesilo.
Begitu diperkenalkan, Susi telah menghebohkan publik. Merokok di
lingkungan istana dan kakinya yang bertato menjadi pergunjingan hangat. Satu
tambahan lagi, sang menteri ternyata hanya sekolah menengah pertama alias
SMP! Sependek pengetahuan penulis, baru kali inilah ada menteri yang cuma
tamat SMP. Entah dengan para menteri di era revolusi kemerdekaan yang
ditunjuk Bung Karno pada tahun 1945. Keunikan tersebut, kalau mau dikatakan
demikian, telah menyebabkan Susi menjadi populer, tidak saja di antara
menteri-menteri perempuan yang jumlahnya delapan orang – terbesar selama era
reformasi – melainkan pula di antara semua menteri. Berita tentang Susi tak
kunjung habis. Rokok, tato, dan SMP menjadi pergunjingan.
Namun, semua hal di atas terlalu kecil untuk dapat menutupi
‘keunikan’ lain dari menteri dengan pendidikan rendah ini. Susi adalah
pengusaha sukses di bidang perikanan dan penerbangan. Dari seorang bakul ikan
yang mesti berkelahi dengan dominasi para pria di bisnis tersebut, Susi
menjelma menjadi juragan pesawat yang mampu menembus banyak daerah sulit dari
Sabang sampai Merauke, daerah-daerah yang tak mampu dihinggapi maskapai-maskapai
besar seperti Garuda dan Lion.
Ketika menyatakan menteri harus memiliki passion, saya tak ragu mengatakan bahwa Susi adalah satu di
antara mereka. Bidang kelautan dan perikanan, bila dirunut dari latar
belakang hidupnya, sepertinya sudah menjadi darah bagi Susi. Bila banyak
menteri lain masih meraba-raba apa yang akan dilakukan, Susi sudah menggebrak
dengan aturan masuk pukul 07.00 WIB dan pulang lebih cepat setengah jam
menjadi pukul 15.00 WIB bagi pegawai Kementeri Kelautan dan Perikanan (KKP).
Saya meyakini akan banyak lagi gebrakan sang menteri karena ia
bekerja dengan pengalaman mumpuni dan passion
yang dahsyat. Pendidikan dan gelar akademik menjadi terlalu kerdil berhadapan
dengan gairah Susi yang dibentuk dari pergulatan panjang terhadap dunia
kelautan dan perikanan. Selain itu, Susi tampak punya jiwa kepemimpinan yang
kuat – “tampak” karena saya tak mengenal dari dekat. Yang terpenting, Susi
tidak mencari makan dengan menjadi pejabat publik. Ia orang yang sudah
selesai dengan kehidupan ekonominya sebelum menjadi menteri, sementara banyak
pejabat publik justru menjadi pemburu rente ketika menjabat dengan mantra
“aji mumpung”.
Conflict of Interest
Ketika Indonesian
Corruption Watch (ICW) mengumumkan ada 21 menteri yang potensial mengidap
conflict of interest (konflik
kepentingan), saya meyakini Susi pasti salah satu yang ditengarai – ICW
sendiri tidak menyebut nama-nama menteri yang dimaksud. Publik pun dengan
gampang akan menilai demikian. Bagaimana tidak, bisnis Susi di bidang
perikanan dan dia menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Sudah pasti
kemungkinan konflik kepentingan itu besar.
Di era Presiden SBY pertama (2004-2009), misalnya, ada pengusaha
yang
menjadi menteri. Laporan sebuah majalah menyatakan bahwa usaha
sang usahawan sedang turun drastis, kepemilikan saham di holding company-nya
juga menyusut. Namun, ketika ia masuk kabinet dengan jabatan strategis,
kekayaannya langsung meningkat pesat, bahkan sempat ditahbiskan sebagai orang
terkaya se-Nusantara.
Pengusaha yang menjabat menteri bisa saja memanfaatkan
jabatannya untuk lebih memperluas usahanya. Bukan rahasia lagi, proyek-proyek
pemerintah kerap jatuh ke tangan keluaga atau kolega pejabat negara. Bahkan
ada pula yang menggunakan taktik Ali-Baba. Ali yang mencarikan proyek karena
memiliki kekuasaan, Baba yang mengerjakan karena punya modal dan keahlian,
plus keberanian.
Untuk meyakinkan publik, segera setelah dilantik, Susi
menyatakan mundur dari semua perusahaan yang ia miliki. Saya yakin, tidak
semua kita percaya begitu saja bahwa Susi benar-benar tidak cawe-cawe lagi di
perusahaannya selama menjadi menteri. Namun, yang perlu kita lihat dari Susi
adalah apakah dia akan memanfaatkan jabatan untuk melancarkan dan membesarkan
bisnisnya. Saya berharap tidak karena saya sudah kadung “jatuh cinta” dengan
menteri nyentrik ini.
Ketika diwawancarai Metro TV pada tanggal 29 Oktober 2014, Menteri
Susi meyakinkan bahwa dia tidak akan memanfaatkan jabatannya. Ia sangat
menekankan dengan kebanggaan dan integritas karena, menurutnya, itulah yang
ia punya. “If you lose your intergrity, you will have no freedom anymore,”
katanya dengan bahasa Inggris sangat lancar. Bahkan, ia berkomitmen untuk
mundur sebagai menteri bila tidak mampu menjaga integritasnya. Rasanya belum
ada menteri Jokowi yang membuat pernyataan seperti itu.
Mudah-mudahan eksperimen Presiden Jokowi dengan menteri tamat
SMP ini berbuah sukses, agar semua kita sadar bahwa tempat belajar yang
terbaik bukan hanya dari bangku sekolah, melainkan dari kehidupan itu
sendiri. Selamat bekerja Bu Susi. Semoga jala nelayan kita penuh dengan ikan
hari ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar