Pertemuan
OKI dan Masa Depan Ekonomi Syariah
Junanto Herdiawan ; Kepala
Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur
|
JAWA
POS, 03 Desember 2014
KOTA Surabaya mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pertemuan
para gubernur bank sentral negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam
(OKI) pada 3–8 November 2014. Bank Indonesia bertindak sebagai penyelenggara
pertemuan yang akan dihadiri oleh perwakilan dari 57 negara anggota OKI.
Momen pertemuan para gubernur bank sentral negara OKI sangat
strategis karena dilaksanakan di tengah kondisi perekonomian global yang
belum menentu. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memprediksi,
perekonomian dunia akan tumbuh lebih lambat pada 2015. Perlambatan tersebut
tentu akan berdampak kepada negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Oleh
karena itu, pertemuan kali ini seolah ingin menegaskan bahwa krisis global di
sisi lain memberikan peluang kepada tumbuh kembangnya ekonomi syariah sebagai
sistem alternatif.
Ekonomi syariah terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis
karena prinsip dasar dari perekonomian tersebut adalah rahmatan lil alamin,
yang lebih adil dan berhati-hati. Menurut Yusuf al-Qardhawi, ekonomi syariah
adalah ekonomi berasas ketuhanan, berwawasan kemanusiaan, berakhlak, dan
seimbang di antara dua kutub (kapitalisme dan sosialisme).
Pertemuan OKI tersebut juga menunjukkan perlunya keterlibatan
bank sentral dalam pengembangan dan penguatan ekonomi syariah di negara
masing-masing. Tugas menjaga stabilitas keuangan dan makroprudensial
membutuhkan konektivitas dan kerja sama erat antarbank sentral negara Islam.
Kebijakan makroprudensial juga tidak akan berjalan sempurna apabila tidak
mengidentifikasi sektor-sektor yang dapat memengaruhi ekonomi, termasuk
elemen ekonomi syariah, baik di sisi produksi, distribusi, maupun di sisi
instrumen keuangan syariah, misalnya peranan wakaf dan zakat.
Komitmen Gubernur BI Agus Martowardojo, menjadi contoh konkret
kepada para gubernur bank sentral yang lain karena memajukan ekonomi syariah
tidak mungkin dilakukan tanpa mengintegrasikan antara sektor ekonomi dan
sektor keuangan. Oleh karena itu, selain melakukan sidang dan pertemuan
formal, rangkaian pertemuan OKI kali ini akan digandeng dengan berbagai
kegiatan, misalnya simposium, bincang nasional, serta festival ekonomi
syariah atau syariah expo, yang juga melibatkan pelaku UMKM dan wirausaha
pesantren di Indonesia.
Beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian khusus dari
pertemuan OKI kali ini adalah akan ditandatanganinya MoU antara BI dan
Kementerian Agama tentang pemberdayaan ekonomi pesantren. Juga deklarasi
bersama BI, OJK, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan
percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Jatim. Tidak hanya
itu, juga akan ada penandatanganan MoU antara BI dan IDB terkait dengan
perumusan standar zakat core principles.
Standar zakat core principles itu menarik dicermati karena para
anggota negara OKI semakin menyadari potensi penting dari zakat sebagai
kekuatan ekonomi dan penyeimbang distribusi pendapatan. Potensi zakat secara
global saat ini sekitar USD 600 miliar. Di Indonesia, potensi zakat sangat
besar, bervariasi berdasar hitungan Rp 70 triliun hingga Rp 100 triliun. Namun,
kita juga menyadari bahwa dana zakat yang bisa dimobilisasi masih sekitar
1,3–1,4 persennya.
Di sektor keuangan, perkembangan keuangan syariah di Indonesia
saat ini menunjukkan tanda ke arah yang lebih baik dan produktif. Sebagai
contoh di Jawa Timur, pengembangan pembiayaan bank umum syariah tumbuh
signifikan dalam empat tahun terakhir; dari sekitar Rp 3 miliar menjadi Rp 18
miliar. Dilihat dari segi penggunaannya, 43 persen masih disalurkan ke sektor
konsumsi. Namun, 41 persen dan 17 persen sudah disalurkan untuk modal kerja
dan investasi.
Tentunya, pengembangan ekonomi syariah di Indonesia masih akan
menghadapi tantangan yang berat ke depan. Pemahaman masyarakat akan berbagai
instrumen syariah masih perlu ditingkatkan. Komitmen berbagai pihak untuk
menjadikan Indonesia sebagai kiblat ekonomi syariah dunia patut kita
apresiasi. Setelah diluncurkan Gerakan Ekonomi Syariah, adanya pertemuan dan
komitmen internasional menjadi sebuah fase baru dalam pengembangan ekonomi
syariah di Indonesia.
Langkah selanjutnya adalah bagaimana membumikan ekonomi syariah
lebih dirasakan dan dipahami masyarakat. Di sini, peranan pemerintah menjadi
penting. Bukan hanya dari sisi legal dan formal, tetapi juga dalam
keberpihakan yang riil kepada pelaku ekonomi syariah, perbankan, dan lembaga
keuangan syariah.
Tentu saja peranan berbagai stakeholders, misalnya ulama,
pesantren, perguruan tinggi, pengusaha, ormas Islam, dan masyarakat Islam
pada umumnya, tidak kalah penting. Semoga pertemuan para gubernur bank
sentral OKI kali ini dapat menjadi momentum yang baik bagi pengembangan
ekonomi syariah di Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar