Industri
Keuangan Syariah Menghadapi MEA
Muliaman D Hadad ; Ketua
Dewan Komisioner OJK
|
JAWA
POS, 03 Desember 2014
DALAM dua dekade terakhir, industri jasa keuangan syariah global
telah berkembang cukup pesat. Termasuk di tengah ketidakpastian pemulihan
pasar keuangan dunia saat ini. Begitu pula halnya dengan di Indonesia. Dengan
penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia diperkirakan mampu tumbuh
menjadi salah satu negara dengan potensi perkembangan industri keuangan
syariah yang sangat besar.
Berdasar penilaian Global
Islamic Finance Report (GIFR) 2013, Indonesia menduduki peringkat kelima
negara dengan potensi pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran,
Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Naik dua peringkat dari 2012.
Di tingkat domestik, industri jasa keuangan syariah juga
berkembang pesat dan secara perlahan mampu berperan serta dalam mendukung
perekonomian nasional. Dari kondisi tersebut, terlihat setidaknya ada tiga
alasan utama mengapa industri keuangan syariah Indonesia harus terus
dikembangkan.
Pertama, inklusi keuangan, dalam hal ini kita harus meningkatkan
penyediaan layanan perbankan untuk masyarakat yang tidak menggunakan jasa
keuangan konvensional. Kedua, financial deepening, yakni meningkatkan peran
jasa keuangan untuk melayani ekonomi dengan memperkenalkan lebih banyak
pilihan instrumen keuangan yang unik. Dan alasan ketiga, sebagai instrumen
untuk memfasilitasi aliran modal, terutama bagi mereka yang memiliki
preferensi khusus pada keuangan syariah.
Saat ini Indonesia telah memiliki industri keuangan syariah yang
cukup lengkap. Mulai industri perbankan syariah, industri keuangan non-bank
syariah, dan pasar modal syariah. Selama dua dekade terakhir, tiga sektor
industri jasa keuangan syariah tersebut telah menunjukkan perkembangan cukup
pesat.
Hingga triwulan kedua 2014 ini, nilai aset industri perbankan
syariah telah mencapai Rp 250,55 triliun. Pertumbuhan industri perbankan
syariah sepanjang tiga tahun terakhir rata-rata mencapai 36 persen. Masih
lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan industri perbankan konvensional.
Dengan rata-rata pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut, industri perbankan
syariah berhasil meningkatkan market
share-nya hingga hampir mencapai 5 persen.
Nilai aset industri keuangan non-bank syariah (IKNB syariah)
pada triwulan kedua 2014 mencapai Rp 43,65 triliun dengan market share hampir mencapai 10
persen. Sementara itu, pada triwulan kedua 2014, nilai kapitalisasi saham
syariah dan sukuk negara syariah di pasar modal masing-masing mencapai Rp
2.955,8 triliun serta Rp 179,1 triliun dengan market share saham dan sukuk
negara syariah masing-masing 58,63 persen dan 9,83 persen.
Dari sisi perkembangan kelembagaan, jumlah lembaga keuangan
syariah Indonesia juga terus bertambah. Hingga triwulan II 2014 ini, jumlah
perbankan syariah di Indonesia telah mencapai 12 bank umum syariah (BUS), 21
unit usaha syariah (UUS), dan 163 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS)
dengan total jaringan kantor mencapai 2.582 kantor, yang tersebar hampir di
seluruh Indonesia. Sementara itu, hingga triwulan II 2014, jumlah lembaga
keuangan non-bank syariah di Indonesia telah mencapai 48 lembaga asuransi
syariah dan 48 perusahaan pembiayaan syariah.
Pada 2015 Indonesia akan memasuki suatu era perekonomian baru.
Pada tahun tersebut negara-negara ASEAN bersepakat untuk melakukan integrasi
perekonomian dalam bentuk a single ASEAN market. Di level ASEAN, industri JKS
Indonesia hanya kalah oleh Malaysia yang menduduki posisi kedua dunia.
Berdasar laporan dari Islamic
Financial Services Board 2013, dilihat dari rasio profitabilitasnya,
industri perbankan syariah Indonesia lebih kompetitif jika dibandingkan
dengan Malaysia. Hal itu terlihat dari nilai return on equity (ROE) dan return
on asset (ROA) perbankan syariah Indonesia yang mengalahkan Malaysia.
Sementara dilihat dari besaran market share perbankan syariah di level ASEAN,
GIFR menempatkan Indonesia (5 persen) pada peringkat kedua setelah Malaysia
(18 persen). Modal itu cukup membuat kita lebih optimistis menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dari beberapa hal di atas, terdapat beberapa tantangan yang
harus menjadi perhatian dalam pengembangan industri jasa keuangan syariah
Indonesia. Pertama, tingkat market
share dan profitabilitas industri keuangan syariah kita masih relatif
rendah dibanding yang konvensional. Rata-rata ROA perbankan syariah kita dua
tahun terakhir baru mencapai 2,4 persen. Sedangkan perbankan konvensional
mencapai 3,1 persen. Sementara itu, market
share perbankan syariah dan IKNB syariah masing-masing baru mencapai 5
persen dan 10 persen.
Tantangan berikutnya adalah masih rendahnya literasi keuangan
masyarakat kita terhadap produk dan jasa keuangan yang ditawarkan lembaga keuangan
syariah. Selain itu, masih terbatasnya ahli-ahli produk dan jasa keuangan
syariah, terutama untuk mendukung inovasi produk/jasa keuangan syariah dan
mengevaluasi kelayakan pembiayaan proyek-proyek strategis. Tantangan yang
lain adalah masih belum optimalnya pembiayaan bagi proyek-proyek strategis
seperti proyek-proyek infrastruktur pemerintah, energi dan eksploitasi sumber
daya alam, serta transportasi dan komunikasi.
Oleh karena itu, untuk menjaga momentum pertumbuhan industri
jasa keuangan syariah di Indonesia, OJK dan seluruh stakeholder terkait akan terus melakukan berbagai upaya strategis
dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Pertama, OJK akan secara
terus-menerus melakukan edukasi dan capacity building bagi industri jasa
keuangan syariah Indonesia. Kedua, OJK harus mendorong terciptanya sinergi
dan kerja sama di antara pelaku pasar di industri keuangan syariah, yaitu
pasar modal syariah, perbankan syariah, asuransi syariah, koperasi syariah,
dan lembaga keuangan mikrosyariah lainnya.
Ketiga, OJK akan mendorong penguatan infrastruktur manajemen
risiko dan budaya risiko di industri untuk mengantisipasi kemungkinan
munculnya gejolak/volatilitas ekonomi di masa depan. Keempat, OJK bakal
secara kontinu menyiapkan kerangka regulasi serta pengaturan dan pengawasan
terhadap industri jasa keuangan syariah. Kelima, OJK akan terus meningkatkan
kerja sama dengan semua pihak, baik di level domestik maupun internasional,
untuk senantiasa mengikuti arah perkembangan kebijakan keuangan syariah di dunia
internasional.
Saat ini OJK juga sedang menyusun masterplanpengembangan
keuangan syariah. Dengan begitu, pengembangan industri jasa keuangan syariah
Indonesia ke depan dapat dilaksanakan secara optimal. Khususnya dalam
menyambut era MEA 2015 untuk IKNB syariah dan pasar modal syariah serta MEA
2020 untuk perbankan syariah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar