|
“Melalui kaji
ulang buku teks, guru bisa meyakini tak ada materi yang meracuni dan merusak
kejiwaan siswa”
Dalam dunia pendidikan, buku teks merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan. Buku teks standar atau buku tiap cabang studi, terdiri
atas buku pokok/utama dan suplemen/tambahan. Buku tersebut memang dirancang
dipakai di kelas sehingga penyusunannya pun melibatkan pada ahli, di samping
dilengkapi dengan sarana pengajaran yang sesuai.
Buku teks, yang dikategorikan sebagai buku nonfiksi,
dipakai mempelajari atau mendalami subjek pengetahuan. Karena itu, materi
mengandung penyajian asas-asas tentang subjek tersebut. Buku teks yang baik
harus bisa menarik minat siswa sehingga ilustrasi yang digunakan pun harus
terlihat menarik.
Di samping itu,harus dapat memotivasi siswa. Hal lain yang
tidak kalah penting, wajib memperhatikan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai
dengan kemampuan pemakainya. Sebagai modul dan sumber pembelajaran, substansi
buku itu dapat mentransformasikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan
berkait kompetensi dasar yang diajarkan.
Dalam proses pembelajaran di sekolah, buku itu harus bisa
meningkatkan perhatian dan motivasi belajar siswa. Selain itu, memberikan
struktur yang lebih memudahkan belajar siswa, menyajikan inti informasi
belajar, memberikan contoh lebih konkret, merangsang berpikir analitis, dan
mengondisikan situasi belajar tanpa tekanan.
Bagi guru dan siswa, buku itu merupakan salah satu bahan
ajar yang signifikan dalam mencapai kompetensi dasar tiap mata pelajaran. Untuk
mengoptimalkan peran itu, Kemendibud menetapkan kelayakan buku tersebut.
Kementerian membagi buku tersebut dalam 3 jenis, yaitu buku pengayaaan,
referensi, dan buku panduan untuk pendidik.
Adapun menyangkut legalitas formal kelayakannya menjadi
ranah Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud. Buku yang tidak memenuhi syarat dan
secara otomatis tidak lolos seleksi, tidak bisa digunakan dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Meski sudah melewati sejumlah tahapan seleksi ketat oleh
tim, realitasnya masyarakat masih menjumpai buku sekolah yang berbau
pornografi, termasuk ada kalimat yang tidak pantas. Kasus itu bahkan berulang.
Sejatinya, guru dapat melakukan langkah antisipatif, dengan melakukan
pengkajian ulang sebelum buku sampai di tangan peseeta didik.
Meracuni Siswa
Melalui upaya itu, guru bisa meyakini bahwa tidak ada
materi yang meracuni dan merusak kejiwaan siswa. Hal itu senapas dengan
pemahaman bahwa guru harus memahami kriteria pemilihan buku ajar. Kita bisa
mengacu pada persyaratan penulisan yang menggunakan ekspresi tulis efektif.
Pola itu diyakini dapat mengomunikasikan pesan, gagasan, serta ide atau konsep.
Ekspresi tulis menjadi poin penting guna menghindari salah
tafsir atau kekeliruan pemahaman. Guru juga harus memahami kriteria, yang
mencakup kompetensi yang relevan dengan profil kemampuan tamatan. Tingkat
keterbacaan, baik dari segi kesulitan bahasa maupun substansi, harus sesuai
dengan tingkat kemampuan pembelajar.
Pemilihan perlu mendasarkan pada kriteria standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini berarti buku yang dipilih untuk
digunakan guru, dan harus dipelajari siswa, harus bisa menunjang ketercapaian
standar kompetensi sekaligus kompetensi dasar. Dengan kata lain pemilihan buku
mengacu atau merujuk standar kompetensi.
Pihak sekolah/guru perlu mengidentifikasi aspek-aspek yang
terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan
pemilihan buku. Selanjutnya, mengidentifikasi jenis materi, termasuk
mencari relevansinya dengan standar atau kompetensi dasar. Bila guru mau
menerapkan langkah pengkajian ulang terhadap buku teks, dengan menggunakan
kriteria dasar, tidak akan terjadi kelolosan buku ajar yang berbau pornografi
dan mengandung kalimat yang tidak pantas. Kata kunci itu terletak di pundak
guru. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar