Rivalitas
antara Obama dan Romney
Chusnan Maghribi ; Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
|
SUARA
MERDEKA, 20 September 2012
“Prestasi datar dalam bidang sosial ekonomi bisa dimanfaatkan
Romney untuk menggempur Obama”
PEMILIHAN Presiden (Pilpres)
Amerika Serikat (AS) memang baru digelar 6 November mendatang namun hiruk-pikuk
penyelenggaraan telah memasuki babak penentuan seiring berakhirnya konvensi dua
partai --Republik pada akhir Agustus dan Demokrat awal September-- serta
dimulainya masa kampanye dua pasang capres-cawapres yang akan bertarung.
Kedua pasang capres-cawapres,
baik Barack Hussein Obama dan Joseph ’’Joe’’ Biden (Obiden) dari Demokrat maupun Mitt Romney dan Paul Ryan (Rory) dari Republik, memulai kampanye di
Negara Bagian Iowa dan New Hampshire pada 9 September 2012. Keduanya mencoba
memanfaatkan seluruh masa kampanye semaksimal dan seefektif mungkin untuk
meraih simpati sebanyak-banyaknya pemilih.
Lantas siapa yang lebih berhasil
menggaet dukungan massa guna menggaransi pencapaian kesuksesan memenangi
pilpres? Warga AS merupakan masyarakat rasional. Mayoritas selalu rasional
menentukan pilihan politiknya, mendasarkan pada pertimbangan akal sehat, bukan
fanatisme buta, termasuk dalam memilih pasangan capres-cawapres.
Mereka berupaya seobjektif
mungkin memastikan pilihan politiknya. Kedinamisan hasil jajak pendapat yang
dilakukan banyak lembaga polling tiap
menjelang pilpres, adalah gambaran betapa tinggi tingkat rasionalitas warga AS
dalam menentukan sikap politiknya.
Terkait rivalitas Obama selaku incumbent (petahana) dan Romney sebagai
penantang dalam pilpres November mendatang pun mereka dipastikan rasional
menentukan pilihannya. Dalam jajak pendapat pendahuluan yang dilakukan sejumlah
lembaga polling akhir Juli lalu, sementara Obama unggul atas Romney.
Jajak pendapat yang dilakukan
Gallup terhadap komunitas Yahudi di seluruh (50) negara bagian misalnya, Obama
menang telak dengan meraup dukungan 74 persen, sementara Romney 26 persen.
Lalu, polling bersama oleh Quinnipiac
University, CBS News, dan New York Times di Pennsylvania, Florida, dan Ohio,
Obama juga mengungguli rivalnya.
Di Pennsylvania Obama menggaet 53
persen suara pendukung, sedangkan Romney 42 persen, dan hanya 5 persen belum
menentukan pilihan. Di Florida, Obama meraih 51 persen, Romney 45 persen, dan 4
persen masih ragu. Di Ohio, Obama mengantongi 50 persen, Romney 44 persen, dan
6 persen masih ragu. Obama banyak dipilih kaum perempuan.
Apakah Obama pasti memenangi
pilpres? Jika dia berhasil mempertahankan simpati dan dukungan besar massa di
tiga negara bagian tersebut hampir pasti dia sukses memenangi Pilpres 2012
sehingga dia menduduki Gedung Putih untuk periode kedua. Pennsylvania, Florida,
dan Ohio dikenal sebagai tiga negara bagian paling menentukan.
Prestasi Ekonomi
Sejarah menunjukkan sejak 1960
tidak pernah satu pun kandidat pernah menang menjadi presiden lantaran gagal
menang di dua dari tiga negara bagian yang juga biasa disebut swing state itu. Tiga negara bagian itu
secara tradisional bukanlah pendukung fanatik Demokrat atau Republik.
Masalahnya tentu, apakah dalam
rentang waktu sekitar 2 bulan ke depan Obama mampu mempertahankan dukungan
besar rakyat di tiga negara bagian tersebut? Tidak mudah bagi Obama
mempertahankannya. Selain karena selisih hasil polling khususnya di tiga negara bagian tadi tidak terlalu besar,
dan ada warga yang belum menentukan pilihan, juga prestasi pemerintahan 4 tahun
belakangan tidak cukup istimewa di mata publik AS, terutama bidang sosial
ekonomi.
Obama tampil sebagai presiden
pertama berkulit gelap dengan mewarisi krisis ekonomi nasional cukup parah dari
George Walker Bush. Empat tahun pemerintahannya belum sukses mengatasi masalah.
Pertumbuhan ekonomi 2008-2012 tak pernah tembus 2 persen tiap tahun.
Pertumbuhan 2,2 persen yang
dipatok The Fed (Bank Sentral AS) pada semester I-2012 hanya terpenuhi 1,9
persen akibat kemelambatan investasi dan kekeringan. Kekeringan di AS saat ini
terparah dalam 50 tahun terakhir. Pemerintahan Obama juga tak cukup sukses
mengatasi pengangguran. Tingkat pengangguran 8,1 persen, dan 6 bulan terakhir
cuma sanggup menurunkan 0,3 persen.
Prestasi datar di bidang sosial
ekonomi itu menjadi sisi lemah yang bisa dimanfaatkan Romney untuk menggempur
Obama. Satu-satunya prestasi yang spektakuler di mata publik AS tentu
keberhasilannya pada Mei 2011 dalam menamatkan riwayat pemimpin Al-Qaedah
Usamah bin Ladin yang sejak tragedi Black
September 2001 dianggap sebagai musuh nomor satu AS. Keberhasilannya itu
dapat dimanfaatkan untuk menutup sisi kelemahan tadi.
Rivalitas Obama-Romney dipastikan
berlangsung ketat hingga pilpres digelar. Keduanya berpeluang sama besar
menggaet dukungan sebanyak-banyaknya pemilih untuk memenangi pesta demokrasi
tersebut. ●
Artikel ini kontennya sama dengan artikel di Kedaulatan Rakyat (Yogya) 21 September 2012, dari penulis yang sama alias artikel ganda
BalasHapus