Efek Mozart
di Puskesmas
Pribakti B ; Dokter, Pengajar SMF Obsgin
FK
Universitas Lambung Mangkurat/RSUD Ulin Banjarmasin
|
JAWA POS, 21 September 2013
|
|
JAMAK diketahui
bahwa musik, suara, ataupun nyanyian berharga bagi kehidupan manusia. Dari
penelitian di luar negeri maupun dari observasi studi kasus di Indonesia, musik
dapat mencerdaskan otak manusia. Terlebih bila terapi musik tersebut dilakukan
sejak bayi berada dalam rahim ibu untuk memberikan keseimbangan perkembangan
otak kiri dan kanan. Umumnya stimulasi perkembangan otak janin dapat dilakukan
sejak usia kehamilan 18-20 minggu.
Jika
seluruh bagian dari telinga telah terbentuk, si janin akan mendengar suara yang
datang dari luar rahim, seperti layaknya kita semua. Yang lebih menakjubkan,
ternyata dari penelitian terbukti bahwa janin bukan hanya mendengar, tapi juga
memberikan respons terhadap segala suara. Jadi, bila mendengar suara musik dari
luar, si janin akan meresponsnya. Coba saja dengan menempelkan walkman ke perut ibu hamil.
Berdasar perkembangan embriologi, otak bayi terdiri atas otak kanan dan
otak kiri, yang pembentukannya dimulai pada awal-awal kehamilan sampai bayi
lahir. Belahan otak kiri merupakan tempat untuk melakukan fungsi akademik. Ini
meliputi berbicara/kemampuan tata bahasa, baca-tulis-hitung, daya ingat,
logika, analisis, angka, dan lainnya. Karena bersifat logis, otak kiri
berhubungan erat dengan pembentukan kecerdasan anak pada pendidikan formal.
Adapun otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif. Di
dalamnya meliputi perasaan, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan,
warna, pengenalan diri dan orang lain, serta sosialisasi dan pengembangan
kepribadian.
Jelas sekali bahwa fungsi otak kiri maupun otak kanan ada kaitannya
dengan musik. Karena itu, pada pelaksanaan terapi musik bagi ibu-ibu hamil,
perangsangan atau stimulasi mental haruslah mencakup peningkatan perkembangan
dan keseimbangan kedua belahan otak tersebut. Ikhtiar ini dimaksudkan agar
bayi/anak kelak tumbuh dan berkembang menjadi individu atau manusia seutuhnya.
Penelitian doktor ahli kebidanan Hermanto Tri Joewono dari Surabaya
(2002) sungguh patut diapresiasi. Beliau meneliti sel otak bayi tikus (rattusnovergicus)
yang setiap saat sang ibu tikus diperdengarkan musik Mozart, gamelan, dan
dangdut. Ternyata, jumlah sel otak janin tikus meningkat secara bermakna.
Hasilnya, musik Mozart (136,7), gamelan (80,5), dan dangdut (70,7). Sementara
kelompok kontrol yang tidak pernah diperdengarkan musik apa pun, jumlah sel
otaknya cuma 44,2.
Janin Mozart
Secara umum terapi musik akan dapat menimbulkan efek Mozart. Yakni, suara
irama, lagu, dan komposisi tertentu mempunyai efek yang secara fisik, mental,
emosional, serta spiritual dapat menguatkan pikiran, membuat kreatif, serta
berdaya penyembuhan penyakit.
Mozart memang musikus genius yang mencipta sejumlah musik paling
inspiratif di dunia. Musiknya bisa membangkitkan kasih sayang, mengusir
kesedihan. Bahkan, musik tersebut bisa mempertajam pikiran, meningkatkan
kreativitas, dan menyehatkan tubuh. Musiknya punya kekuatan menarik indera dan
otak secara serempak. Musik bisa menolong pasien stroke menemukan bahasa dan ekspresi. Mozart mulai merintis karya
besar sejak berusia empat tahun dan mulai matang di usia delapan tahun!
Sejak dalam rahim janin Mozart memang selalu dibuai dengan musik.
Ayahnya, Leopold, adalah guru biola, komponis kerajaan. Dia sering mengalunkan top symphony ciptaannya dengan alat musik sejenis
piano yang menyentak-nyentak, namun jenaka. Kakak Mozart, Maria Anna, yang
berusia empat tahun juga menyambut kelahiran sang adik dengan ketukan-ketukan keyboard.
Leopold memang menaruh harapan besar bahwa kehamilan istrinya
menghasilkan ahli waris bakat musiknya. Maka, melodi-melodi pertama dalam diri
Mozart adalah musik. Alunan irama itulah yang diyakini merangsang otaknya
menjadi genius. Musik adalah pengugah perasaan mendalam yang paling cepat.
Pengaruh musik memang luar biasa. Jangan heran jika di desa kecil
Prancis, dokter ahli kebidanan Michael Odent mengoordinasikan pertemuan
kelompok ibu-ibu hamil yang dilengkapi dengan piano. Mereka bisa bernyanyi
bersama secara teratur. Mereka rutin memperdengarkan musik Mozart pada dinding
perut ibu hamil.
Di Valencia, Spanyol, bidan Rosario N. Rozada Montemurro di tempat
kerjanya juga membantu kelompok paduan suara dua kali sepekan bagi ibu-ibu
hamil. Tujuannya, agar bayi mereka yang di dalam rahim 95 persen waktunya diisi
tidur bisa terusik. Bangun lalu "nguping" dan menikmati musik.
Sudah waktunya program musik untuk janin ini dikembangkan di sini,
terutama di puskesmas. Bagaimanapun, perkembangan otak dan pikiran janin diyakini
terbentuk sejak dini di rahim. Hal ini didukung banyak jurnal penelitian.
Terbukti selama kehamilan janin mendengar aspek nada dan irama suara ibu,
sehingga waktu lahir mengerti bahasa sehari-hari.
Jadi, mari kita isi "otak" janin-janin calon penerus bangsa ini
dengan musik dan lagu! Lengkapi puskesmas atau komunitas ibu-ibu hamil dengan
musik! Semoga kualitas manusia Indonesia bakal naik peringkatnya, menggeser
urutan top Norwegia, Islandia, Swedia, Australia, dan Belanda. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar