Memilih Pemimpin Partai
Ridho Imawan Hanafi ;
Peneliti Pusat Penelitian
Politik LIPI
|
KOMPAS, 16 Mei 2016
Setiap
kali partai politik melaksanakan kongres, muktamar, atau munas, salah satu
isu yang menjadi sorotan adalah siapa pemimpin partai yang akan dipilih.
Siapa yang akan menakhodai partai mendapat cermatan lebih karena posisi
pemimpin partai memiliki pengaruh yang signifikan atas banyak aspek kehidupan
partai.
Pemimpin
partai bisa memainkan perannya dalam mendefinisikan dan mengamankan
kebijakan-kebijakan partai (Andre Blais, 2011). Karena pentingnya posisi
pemimpin seperti itu, mengharuskan partai tidak meleset dalam menentukan
siapa figur yang layak mendudukinya karena masa depan partai juga menjadi
pertaruhannya.
Dinamika internal
Figur
yang diharapkan tentunya mereka yang memiliki sejumlah keunggulan
kepemimpinan yang dibutuhkan partai, baik itu dari sisi integritas, platform,
maupun rekam jejaknya. Juga apakah bertipe ideolog dengan sandang karismanya,
pembangun konsensus, atau mungkin seorang bergaya kepemimpinan manajer.
Alternatif pilihan seperti itu biasanya akan berkaitan dengan corak
organisasi kepartaiannya. Untuk itu, setiap partai memiliki pertimbangan yang
berbeda dalam memilih karakteristik pemimpinnya.
Mengingat
partai bukanlah entitas monolitik yang meniscayakan adanya silang pendapat di
dalamnya, maka untuk mendapatkan figur yang dipercaya memimpin tidaklah
mudah. Sebagian partai melewatkannya dengan kompetisi internal yang tak
jarang melahirkan kegaduhan, bahkan menyisakan pertentangan yang rumit. Untuk
itu, kemampuan partai dalam mengelola kompetisi internal tersebut bisa
mengurangi implikasi negatif yang menggerus masa depan partai. Dalam ruang
ini, derajat institusionalisasi partai—termasuk kedewasaan para elite yang
terlibat—jadi aspek yang bisa menentukan soliditas partai.
Proses
pemilihan pemimpin partai sendiri, yang dalam sejumlah literatur dinilai
sebagai salah satu bentuk implementasi demokrasi internal, setidaknya
mensyaratkan adanya transparansi dan partisipasi anggota partai. Hal tersebut
dimaksudkan bahwa seluruh proses pemilihan berlangsung terbuka, akuntabel,
dan sesuai dengan mekanisme yang diatur rumah tangga partai. Tidak hanya itu,
dimungkinkan proses pemilihan memberikan kesetaraan bagi siapa pun untuk maju
dalam kompetisi. Tidak kalah penting untuk dipertimbangkan adalah semua
anggota partai dipastikan memiliki suara berpartisipasi dalam pemilihan.
Meskipun
mekanisme pemilihan sering kali disesuaikan sedemikian rupa dengan aturan
partai, bukan tidak mungkin ditemui beragam praktik yang mencederai.
Antar-kelompok pendukung kandidat pemimpin bisa saling jegal, baik melalui
rekayasa atas celah-celah aturan pemilihan maupun melakukan praktik politik
transaksional atau politik uang. Terlebih bagi kelompok oligarki, praktik
buram semacam itu bisa dilakukan dengan tujuan melanggengkan dominasi
kekuasaannya di partai dengan cara apa pun.
Ketika
beragam praktik pencederaan terjadi, proses pemilihan pemimpin jadi
manipulatif. Secara prosedur barang kali bisa dianggap cukup memenuhi
persyaratan pemilihan, tetapi dari sisi substansi—bahwa dengan menerapkan
demokrasi internal akan memiliki kesempatan memilih kandidat yang memiliki
kecakapan untuk memimpin partai, yang bisa merumuskan kebijakan-kebijakan partai
yang sekiranya nanti bisa memberikan keuntungan positif di pemilu—sulit
didapatkan. Sebab, partai akan memperoleh pemimpin yang keterpilihannya sejak
awal didorong aneka proses ketercelaan.
Kompetisi
internal pemilihan pemimpin semestinya juga tidak cukup berhenti pada aspek
transparansi dan derajat partisipasi anggota dalam bersuara. Partai juga
perlu mengarahkan pada tilikan mengenai bekal utama kepemimpinan apa yang
dibawa para kandidat yang akan memimpin partai. Bekal kepemimpinan ini
terutama tentang visi dan gagasan besarnya, sikap dan pandangan politiknya,
yang kemudian membuat pemimpin itu bisa mengarahkan kompas pandu akan dibawa
ke mana partainya.
Sering
kali karena minimnya perbincangan mengenai hal-hal yang mendasar dalam proses
pemilihan tersebut membuat isu- isu di luar itu bisa menimbun. Sebagai
gantinya,momentum pemilihan pemimpin partai lebih disesaki isu-isu politik
uang ataupun gelaran adu kuat antar-pendukung semata. Minim sekali
ditunjukkan kompetisi gagasan yang produktif. Padahal, pada setiap kali
pemilihan pemimpin semestinya juga sekaligus ajang tawaran akan ide perubahan
apa yang akan dilakukan dalam rentang periode kepemimpinan ke depan. Inilah
yang kerap absen dalam proses pemilihan.
Momentum bagi partai
Selain
itu, terdapat faktor lain yang perlu dicermati, yakni situasi kekinian
internal partai. Partai yang internalnya relatif solid dan tak mengalami
ancaman perpecahan akan berbeda dengan partai yang situasi internalnya
cenderung berkebalikan. Pada kondisi yang terakhir, kandidat pemimpin yang
dibutuhkan tidak saja mereka yang mampu memulihkan kondisi partai, lebih jauh
juga mereka yang bisa menjamin bahwa keterpilihannya akan jadi daya tarik
pihak-pihak yang berseberangan untuk bisa duduk bersama dengan nyaman. Bukan
potensi sebaliknya, keterpilihannya justru akan menumbuhkan bibit
perselisihan baru.
Tidak
bisa juga diabaikan adalah faktor eksternal: bagaimana citra partai di mata
publik. Citra partai terbangun salah satunya melalui kinerja partai dan
pemimpinnya. Sebagiannya bahkan muncul dengan pengidentikkan bahwa wajah
partai sedikit banyak juga merupakan wajah ketua umumnya. Ketika citra partai
pada posisi yang tidak menguntungkan, kehadiran kandidat- kandidat pemimpin
akan dipertautkan dengan ujian apakah mereka bisa menaikkan citra partai ke
arah yang lebih baik. Dalam artian, penerimaan publik akan pemimpin partai
terpilih juga dikaitkan perolehan suara partai di pemilu berikutnya.
Momentum
memilih pemimpin partai dengan demikian menempatkan partai pada timbangan
kelangsungannya di kemudian hari. Di sisi lain, keberhasilan melewati tahapan
itu sekaligus menguji bagaimana kualitas demokrasi internal di partai. Tidak
mudah bagi partai untuk bisa bersaing dalam kompetisi elektoral ketika partai
ternyata gagap dalam melaksanakan ujian awal dalam memilih pemimpinnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar