Belajar dari Rotterdam
Elfindri ; Profesor Ekonomi SDM dan Center for Human
and Sustainable Development Goals, Universitas Andalas
|
KORAN SINDO, 26
Mei 2016
Kalau dulu Den Haag
telah dijadikan sebagai tempat terlaksananya penyerahan kekuasaan Belanda ke
Indonesia, dari sisi ekonomi Kota Rotterdam adalah bagian dari urat nadi
perekonomian.
Kota ini telah membuat
Belanda saat ini sebuah negara yang juga tahan banting dari resesi yang
melanda daratan Eropa. Ketika Eropa Selatan seperti Prancis, Italia, dan
Yunani mengalami kesulitan ekonomi, Belanda masih cukup bisa menahan krisis.
Laju pertumbuhan ekonominya pada kisaran 1,7% kuartal pertama 2016, angka
pengangguran 7,9%, dan neraca perdagangan Belanda tercatat surplus USD74,8
miliar selama 12 bulan terakhir (The
Economists, 03/16).
Nilai ini bisa
menyumbang 21,8% dari nilai transaksi negara-negara yang tergabung ke dalam
negara Uni Eropa, nilai yang hampir dua kali lipat besarnya dibandingkan
transaksi perdagangan Italia dan lima kali neraca perdagangan Spanyol.
Bagaimana itu dijelaskan? Perjalanan kami ke Belanda akhirnya memahami begitu
pentingnya peranan kota pelabuhan Rotterdam untuk jangka panjang.
Spesialis Perdagangan
Lain Jerman, lain pula
Belanda. Jika Jerman kuat di dalam bidang manufaktur, telah menghasilkan
berbagai produk industri seperti automotif, farmasi, dan parfum. Automotif
yang sangat laris dan bergengsi seperti BMW, VW, dan Audi, adalah tiga merek
kendaraan yang mendunia. Penjelasan akan kesungguhan Jerman dalam
menghasilkan teknologi, detail, dan sangat kompetitif (SINDO , April, 2013).
Jerman maju juga
berkat fungsi perdagangan yang dimainkan oleh Belanda. Selain dari peranan
Pelabuhan Liverpool, sebagai pemberhentian kapal bongkar muat untuk daratan
Inggris di Belanda, ada satu kota pelabuhan laut Rotterdam yang memberikan
arti penting. Di sisi lain, perekonomian Belanda secara historis telah
didukung oleh upaya penjajahan ke negara-negara di dunia ketiga.
Termasuk dulu
menguasai hasil bumi seperti rempah-rempah dan kopi, hasil tambang seperti
batubara, emas, serta tembaga dari Indonesia. Pada 1602 saja Daendels sudah
mulai merintis jalan dari Anyer ke Panarukan untuk proses pengiriman hasil
bumi. Proses dari imperialisme tersebut telah membuat negara ini menguasai
perdagangan antarnegara Eropa daratan dan Rotterdam sebagai pintu masuk
barang-barang dan jasa-jasa untuk kemudian diolah dan didistribusikan.
Pelabuhan Terencana
Ketika mengelilingi
puluhan perkampungan Belanda, terkesan negara ini sebenarnya memiliki
tantangan yang berat. Betapa tidak, hampir kebanyakan kawasan barat Belanda
bercirikan dataran rendah berawa-rawa. Banyak sekali daerah di sepanjang
pantai Barat lokasi permukiman penduduk dua meter di bawah permukaan laut.
Bagi dataran yang berawa-rawa, pemerintahan Belanda membuat tanggul tinggi.
Di sisi timurnya untuk
perumahan, di sisi baratnya untuk hamparan yang ditanami padang rumput. Di
Jerman, manufacturing mereka tumbuh
pesat, sedangkan di Belanda akibat dari mereka fokus kepada perdagangan dan
pertanian, posisi ekonomi mereka juga relatif tahan akan resesi. Untuk sektor
pertanian dan peternakan, Belanda fokus pada beberapa produk utama.
Selain dari produk
bunga tulip dan bibitnya, peternakan mereka menghasilkan susu yang kemudian
diolah menjadi keju yang sangat lezat. Di samping itu, ditemukan di beberapa
kawasan yang tidak jauh dengan Kota Delft sebuah hamparan kebun buah-buahan,
seperti apel, pear, dan ceri. Semua produk pertanian memasuki pusat
perbelanjaan dalam bentuk segar dan sudah dalam bentuk kemasan yang siap
dibeli oleh konsumen.
Urat nadi perdagangan
diambil oleh keberadaan Rotterdam sebagai pusat pelabuhan terbesar di Eropa.
Mengingat begitu pesatnya pertumbuhan ekonomi Eropa di Abad XVIII dan XIX,
maka pemerintahan Kota Rotterdam menetapkan sebuah kawasan seluas 2.000
hektare, sebagai dua lokasi strategis baru. Kawasan Maasvlakte tahun 1960
dimulai pengerjaannya.
Selain daerah ini
sebagai pusat pelabuhan laut, juga dibuat peruntukan kawasan Industri baru.
Di Maasvlakte membentang pelabuhan laut seluas lebih kurang 60 km.
Kapal-kapal bersandar dalam hitungan waktu bongkar muat yang pendek. Ketika
banjir besar terjadi pada 1957, kawasan Maasvlakte diperuntukkan sebagai
sebuah sistem pengaman permukaan laut dengan tanggul yang dibuat dari besi
beton, sehingga dengan mudah mengatur permukaan laut.
Jika permukaan laut
tinggi, tanggul besi dinaikkan, begitu sebaliknya. Hasil yang bisa dinikmati
oleh masyarakat Belanda saat ini sejak dibangunnya proyek pengendalian banjir
ialah tidak pernah lagi mereka merasakan banjir, sekalipun daerah mereka
termasuk rawa-rawa. Kita dengan mudah menyaksikan tumpukan bijih besi, batubara,
dan tempat penyimpanan CPO yang didatangkan dari negara-negara penghasil.
Bijih besi kemudian
mereka olah menjadi setengah jadi, kemudian dikirim ke daratan Eropa seperti
Jerman, dan Eropa Timur dengan menggunakan kereta barang. Jaringan jalan
kereta api juga disiapkan khusus untuk kereta api. Singkatnya, selain impor
bahan baku, pengolahan bahan baku diwujudkan oleh Belanda. Ini jelas telah
membuka lapangan kerja yang stabil. Ini pula yang menyebabkan ketika resesi
Belanda masih memiliki kekuatan untuk tidak terlalu besar dampak resesinya.
Memaknai
Belanda memang tidak
menjajah kita lagi. Tetapi dalam lima tahun terakhir, berbagai perusahaan
yang beroperasi di pelabuhan laut Rotterdam juga sudah mulai dibeli oleh
investor dari China. Saat bersamaan, China telah membangun pelabuhan laut
jauh lebih panjang dibandingkan proyek Maasvlakte tahun 1960.
Tampaknya lambat laun
hegemoni laut dunia akan berpindah ke industrialis dan para pedagang dari
China. Tentu cerita ini dapat berimplikasi kepada penguasaan jalur laut
dunia. Tinggal bagaimana menjadikan posisi teluk Jakarta dan Batam, baik
perencanaan maupun peruntukannya terhadap perekonomian dan memanfaatkan
posisi Indonesia.
Jika saja kawasan
pelabuhan yang dimiliki oleh Indonesia tidak direncanakan secara baik, maka
dalam jangka panjang pusat-pusat pelabuhan internasional dengan sendirinya
akan dikuasai oleh asing. Ini sebuah kemunduran peradaban perekonomian laut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar