Perlunya Pilar Ketiga Pendidikan Anak
Akh Muzakki ;
Guru Besar Sosiologi Pendidikan
UIN Sunan Ampel Surabaya; Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur
|
JAWA POS, 19 Mei
2016
PUBLIK patut gelisah. Ruang yang kondusif bagi
penumbuhan masa depan anak-anak semakin sempit. Seakan tak ada lagi ruang
yang aman dan nyaman bagi kepentingan penciptaan generasi mendatang yang
meyakinkan.
Kasus yang menimpa Bunga (nama samaran)
berusia 14 tahun di Kalibokor, Surabaya, menjadi bukti semakin sempitnya
ruang publik yang baik bagi pertumbuhan anak masa depan. Sebagaimana
diberitakan Jawa Pos (14/5), Bunga dicabuli-diperkosa oleh delapan anak
sebayanya. Pelaku paling muda berusia 9 tahun, dan tertua 14 tahun.
Kasus Bunga di Surabaya di atas semakin
melengkapi peta kegagalan perlindungan anak. Penistaan terhadap anak tidak
saja terjadi di rumah dan sekolah, tetapi juga di ruang antara rumah dan
sekolah. Kasus Bunga tersebut menyusul kasus serupa yang menimpa Yuyun di
Bengkulu awal April lalu.
Bahkan, diakui Kanit Perlindungan Perempuan
dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya AKP Ruth Yeni bahwa kasus Bunga di atas
di antaranya terjadi karena tak acuhnya masyarakat atas kehidupan anak
warganya. Kalau sudah begini, esensi pendidikan akan sulit menemukan lahan
suburnya.
Melihat fakta di atas, sangat dipandang perlu
adanya forum kewaspadaan dini pendidikan (FKDP). Forum tersebut menjadi pilar
ketiga untuk memperkuat pilar sekolah dan keluarga dalam rangka memperkuat
pendidikan dan perlindungan terhadap anak.
Dengan begitu, perdebatan soal mana yang lebih
penting antara sekolah atau keluarga untuk pendidikan anak harus segera
diakhiri. Sebab, keduanya adalah pilar pendidikan. Dan, dua pilar itu akan
tersambung untuk mengalami penguatan oleh pilar ketiga yang dimainkan forum
di atas.
FKDP di atas diisi oleh pemangku kepentingan
masyarakat. Mereka adalah gabungan dari pengurus kampung (RT dan RW) ibu-ibu
anggota masyarakat (di antaranya PKK) dan karang taruna di bawah koordinasi
pimpinan desa/kelurahan. Peran mereka yang selama ini sektoral layak
diperkuat dan diorientasikan untuk kepentingan kependidikan anak warga.
Tugas mereka adalah membantu guru di sekolah
dan orang tua di rumah untuk menciptakan suasana dan kondisi kampung yang
kondusif bagi berjalannya proses pendidikan anak. Bagian sentral dari tugas
itu adalah menjamin tidak berkembangnya potensi dan atau peluang yang justru
menjadi gangguan bagi tumbuhnya anak warga yang baik. Dan, sekaligus menjauhkannya
dari mereka.
Selama ini memang sudah ada forum kewaspadaan
dini masyarakat (FKDM) di setiap provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan.
Namun, forum yang dibentuk oleh dan berada di bawah kewenangan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006 itu bertujuan dan berorientasi untuk
membantu instrumen negara dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Yakni,
dalam kaitannya dengan ancaman keamanan serta gejala bencana. Urusan
pendidikan masih absen dari kegiatan yang selama ini dilakukan oleh forum
kewaspadaan dini masyarakat tersebut.
Mengapa FKDP yang berorientasi khusus pada
penciptaan lahan sosial yang baik bagi pendidikan anak layak diselenggarakan?
Jawaban dasarnya adalah karena ruang antara rumah dan sekolah selama ini
belum tersentuh sama sekali. Perhatian pemerintah selama ini masih terlalu
condong ke pendidikan persekolahan.
Lain dari itu, baru belakangan ada kesadaran
untuk memperkuat pendidikan keayahbundaan (parenting education) yang berorientasi untuk memperkuat peran dan
posisi keluarga sebagai pilar pendidikan. Hampir absen dari perhatian
pengambil kebijakan urusan penguatan ruang sosial yang mengantarkan
tersambungnya keluarga dan sekolah.
Kita patut bersyukur atas ikhtiar pemerintah
terhadap pembenahan kualitas pendidikan sekolah Penguatan peran dan posisi
keluarga juga terjadi melalui kebijakan pemerintah dan kesadaran pasangan
suami-istri. Namun demikian, pengembangan nilai-nilai pendidikan, khususnya
dalam kaitannya dengan pengembangan moral individual dan sosial, merupakan
''wilayah bersama'' yang ditentukan tidak saja oleh pendidikan model
persekolahan dan keluarga semata, tetapi juga oleh ''pembelajaran sosial''.
FKDP memegang peranan penting dalam menjamin
pembelajaran sosial yang baik. Sebab, menjadi jangkar pengaman bagi
bersambungnya aktivitas pendidikan sekolah dan keluarga.
Peran strategis FKDP di atas semakin terasa
kuat saat perkembangan anak dewasa ini tidak bisa terlepas dari kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya mewujud dalam bentuk produk
budaya populer.
Media-media populer seperti televisi dan
internet acap menjadi sumber dan sekaligus penyedia layanan bagi penguatan
pembelajaran sosial dalam basis kognitif publik, terutama anak-anak. Karena
itu, David Sholle dan Stan Denski dalam karyanya, Media Education and the (Re)production of Culture (1994),
mengingatkan kita semua atas pengaruh media populer bagi sebuah kreasi budaya
publik. Termasuk anak-anak usia sekolah yang masih dalam masa pertumbuhan.
Terbukanya akses secara perlahan terhadap
sumber-sumber pembelajaran sosial melalui media populer, baik dalam bentuk
televisi maupun internet, dengan didukung oleh perbaikan ekonomi, semakin
memberikan kesadaran baru. Yakni, atas pentingnya media populer dimaksud bagi
proses pengembangan moral publik.
Karena itu, tanggung jawab pendidikan,
khususnya terkait dengan penumbuhan moral individual dan publik, tidak bisa
dibebankan secara luas kepada pilar pendidikan model persekolahan dan
keluarga. Harus ada pilar ketiga yang membantu penguatan sinergi antara kedua
pilar yang dimaksud. FKDP memiliki nilai strategis untuk kepentingan
penguatan sinergi itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar