Entrepreneurship Model Babilon
Asep Saefuddin ; Rektor Universitas Trilogi; Guru Besar
Statistika FMIPA IPB
|
MEDIA INDONESIA,
27 Mei 2016
SEKITAR pertengahan
Mei saya dihubungi Sekretaris Umum KAHMI daerah Bogor untuk mengisi diskusi
bulanan kepakaran KAHMI Bogor. Saya menyetujui permintaan itu dengan tema
insan cita HMI dan entrepreneurship karena saya menginginkan negara ini diisi
para entrepreneur dengan jiwa insan cita, yakni akademik, pencipta, dan
pengabdi. Alhamdulillah acara berjalan lancar pada 22 Mei.
Sehari sebelum acara
tersebut, saya mendapat sebuah buku yang ditulis Kang Sudradjat, dosen IPB,
yang berjudul Membangun Kekayaan dan Pendidikan Kewirausahaan Ala Babilon
(IPBPress, 2016). Penulis menuangkan hasil kajian dari sejarah Babilon
khususnya tentang kewirausahaan ketika mendapat tugas sebagai Atase
Pendidikan Kedutaan Besar Indonesia di Paris (2007-2010).
Sehubungan dengan buku
yang saya terima itu ada unsur entrepreneurship
atau kewirausahaan, maka saya baca untuk bahan diskusi pakar yang akan
diadakan esok harinya. Buku ini ditulis dengan model storytelling sehingga bahasanya ringan dan mengalir. Mudah
dipahami.
Buku tersebut
mengisahkan seorang entrepreneur
dermawan bernama Arcade di Babilon sekitar 4.000 tahun yang lalu. Awalnya
Arcade adalah seorang juru tulis di kantor Kerajaan Babilon. Modal yang ada
dalam dirinya ialah kejujuran dan keinginan yang kuat untuk selalu belajar.
Dia lebih mementingkan memperoleh ilmu yang bermanfaat ketimbang kekayaan
yang melimpah. Arcade berprinsip bahwa kekayaan yang banyak tetap akan habis
apalagi tidak dipergunakan dengan bijak, sedangkan ilmu terus-menerus
berkembang. Dengan membagi-bagikan ilmu kepada siapa saja yang memerlukan,
bukannya ilmu itu menjadi habis, melainkan justru semakin bertambah. Itulah
keajaiban ilmu.
Ketika diminta jasa
membuat prasasti oleh orang kaya bernama Burharka, Arcade menolak upah dalam
bentuk uang sebesar berapa pun. Dia malah meminta diberi pelajaran bagaimana
caranya menjadi wirausaha. Singkat cerita, jadilah Arcade murid Burharka yang
juga memilih sang murid untuk mengelola bisnisnya. Mengapa Burharka
memutuskan hal itu? Karena Burharka yakin bahwa Arcade memiliki modal
kejujuran, kesungguhan, keuletan, selalu ingin belajar, dan keramahan (good personality). Selain itu, Arcade
juga didukung istrinya untuk selalu bekerja baik.
Ketika Raja Babilon
meminta Arcade melatih rakyatnya untuk mampu berwirausaha, Arcade bersedia
dan menekankan bahwa kunci keberhasilan ialah pendidikan. Arcade bersedia
mendidik masyarakat agar mampu berusaha, tetapi tujuannya bukan mencari
kekayaan sebanyak-banyaknya, melainkan untuk membangun diri, keluarga, dan
masyarakat bermartabat. Lalu dipilihlah 100 pemuda yang serius dan
berkelayakan dari berbagai persyaratan kemampuan. Jadilah Babilon sebagai
jazirah yang terbukti memiliki peradaban keilmuan dan peradaban yang tinggi.
Bila dikaitkan dengan
penelitian tentang millionaire mind
Thomas J Stanley PhD, ternyata sifat yang dimiliki Arcade itu sama dengan
ciri-ciri entrepreneur sukses. Ada lima faktor pertama yang berpengaruh
terhadap kesuksesan, yaitu jujur, disiplin, good interpersonal skill, dukungan dari pasangan hidup, dan
bekerja lebih keras dari yang lain. Faktor lainnya ialah unsur kerja sama.
Adapun faktor IQ hanya menempati urutan ke-21, universitas favorit masuk di
no 23, serta nilai IPK tinggi pada urutan ke-30.
Buku ini saya
rekomendasikan untuk dibaca para mahasiswa, dosen, dan mereka yang
berkeinginan negara ini maju dan diisi para entrepreneur berbasis
pengetahuan. Selain dibaca, sangat baik bila buku ini dijadikan bahan
pelatihan kewirausahaan di kalangan perguruan tinggi dan lembaga lainnya
seperti UMKM. Namun, syaratnya ialah keinginan untuk keluar dari zona nyaman
dan siap melakukan paradigma shift.
Ada tujuh prinsip yang
diajarkan Burharka kepada Arcade dan tujuh cara yang diajarkan Arcade kepada
100 pemuda. Prinsip dasar dan metode turunannya saya lihat masih relevan
untuk masa kini. Tentunya dengan jenis-jenis metode bisnis yang harus
disesuaikan dengan masa kini dan masa depan. Seperti halnya bercocok tanam
adalah fungsi dari ruang dan waktu. Tidak bisa semua wilayah akan cocok untuk
padi. Walaupun kelak tidak mungkin kita makan padi digital, tentu jenis dan
kualitas padi harus selalu diperbaiki melalui riset.
Buku karya Kang
Sudradjat ini mencakup tiga bagian besar. Bagian pertama tentang tujuh
prinsip yang diajarkan Burharka kepada Arcade. Bagian kedua mengenai tujuh
upaya yang diajarkan Arcade kepada 100 pemuda. Kedua bagian ini intinya
tentang kewirausahaan. Adapun bagian ketiga merupakan refleksi kehidupan yang
berkaitan dengan pendidikan, pikiran, kebiasaan berbagi, keikhlasan, dan
lain-lain yang berkaitan dengan kemanusiaan. Bagian ketiga ini diambil dari
pengalaman dan renungan penulis serta buku-buku entrepreneurship.
Selamat membaca dan
semoga menjadi inspirasi terutama bagi generasi muda. Mereka harus menjadi
entrepreneur yang bisa berbagi sehingga Indonesia menjadi sejahtera. Amin....
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar