Arah Infrastruktur Indonesia 2016
Basuki Hadimuljono ;
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
|
MEDIA INDONESIA,
24 Mei 2016
GAGASAN dan dorongan
Presiden Joko Widodo agar kementerian/ lembaga (K/L) sejak awal tahun
merealisasikan belanja barang dan modal membuahkan hasil positif. Terbukti,
dari pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9% di kuartal I, dua kementerian
(Kementerian Perhubungan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat) yang sejak Januari 2016 sudah mulai menyalurkan anggaran, menyumbang
7,9%. "Di proyek-proyek infrastruktur, baik di Kementerian PU-Pera sejak
1 Januari langsung bergerak pelelangannya. Kemudian, ada di Kementerian
Perhubungan, dan kementerian-kementerian yang di Januari sudah memulai,"
kata Joko Widodo yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memimpin
Rapat Paripurna Kabinet Kerja di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/5)
sebagaimana dikutip www.beritasatu.com.
Jauh hari sebelum
Desember 2015 berakhir, Presiden memang telah mengingatkan, sejak awal tahun,
semua kementerian/lembaga (K/L) mulai belanja barang dan modal. Semua K/L
harus meninggalkan rutinitas lama. Tujuan utamanya men-trigger pertumbuhan
ekonomi, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Apresiasi Presiden
Joko Widodo atas peran Kementerian Pu-Pera dalam pertumbuhan ekonomi jelas
membanggakan. Namun, secara pribadi penulis menyatakan sejatinya peran
Kementerian PU-Pera masih belum maksimal, sebab penyerapan anggaran
Kementerian PU-Pera di kuartal I masih meleset dari target. Dari anggaran
Rp104,08 triliun, Kementerian PU-Pera menargetkan penyerapan 10,9% di kuartal
I, tapi realisasinya hanya 8,66%.
Infrastruktur sebagai trigger
Sektor infrastruktur,
bagi duet Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, sejak awal merupakan
sektor yang digadang-gadang punya peran utama dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Karena itu, pemerintah memberikan perhatian utama. Hal itu
diwujudkan dalam penganggaran yang selalu mendapat porsi besar.
Pada 2016 ini,
misalnya, tiga kementerian menjadi pelaksana utama pembangunan infrastruktur,
yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Kementerian
Perhubungan, serta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Tiap-tiap mendapat
alokasi dana Rp104,08 triliun, Rp64,954 triliun, dan Rp7,269 triliun.
Perhatian pemerintah
pada sektor infrastruktur tidak pula lepas dari kondisi infrastruktur
Indonesia yang daya saingnya masih tertinggal dari negara tetangga. Menurut
World Economic Forum (WEF), daya saing infrastruktur Indonesia berada di
posisi 56. Posisi itu lebih baik daripada Filipina dan Vietnam, tapi masih di
bawah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Sementara itu, masih menurut WEF,
dari 148 negara, daya saing Indonesia pada 2015 berada di posisi 34,
meningkat dari posisi 44 pada 2010 dan posisi 69 pada 2005.
Tulang punggung
perekonomian
Pembangunan
infrastruktur, khususnya yang ditangani Kementerian Kementerian PU-Pera pada
2015, tahun pertama Kabinet Kerja, ditandai dengan semangat baru. Perhatian
pada wilayah pinggiran dan pembangunan di Indonesia Timur semakin besar.
Untuk pembangunan wilayah pinggiran, Kementerian PU-Pera menetapkan tiga
wilayah perbatasan sebagai prioritas utama, yaitu Kalimantan Barat,
Kalimantan Utara, dan Pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Malaysia,
NTT yang berbatasan dengan Timor Leste, serta Papua.
Selain membangun jalan
baru sepanjang 1.254 kilometer dan melakukan pembinaan kawasan, pemerintah
juga memperbaiki Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk dan Entikong di
Kalimantan, PLBN Motaain dan Wini di NTT, serta PLBN Skouw di Papua sehingga
tidak kalah mentereng dengan perbatasan negara tetangga.
Konektivitas
antarwilayah merupakan program strategis lain yang dimulai pembangunannya
pada 2015. Dengan anggaran Rp118 triliun, Kementerian PU-Pera menggenjot
program pembangunan jalan nasional dan tol, dalam hal ini Tol Trans-Jawa,
Trans-Sumatra, dan Trans-Papua. Untuk pembangunan konektivitas ini, Presiden
dan Wapres secara bergantian mengawasi pelaksanaannya secara langsung.
Pemerintah menyadari
sepenuhnya, pembangunan infrastruktur merupakan jantung pertumbuhan ekonomi
nasional. Bagi Indonesia, infrastruktur ialah juga sebagai alat pemersatu
bangsa. Banyak studi dan diskusi yang menyimpulkan hal itu.
Mantan Presiden Bank
Dunia Robert B Zoellick mengatakan bahwa infrastruktur yang minim ialah satu
dari tiga penyebab mengapa banyak negara berpendapatan menengah terperangkap
dan tidak mampu beranjak menjadi negara maju. Karena hal itu disadari,
merupakan satu keharusan bagi pemerintah di banyak negara berkembang untuk
menetapkan alokasi anggaran yang cukup besar untuk membangun infrastruktur. Tanpa
komitmen kuat, negara berkembang mungkin akan terjebak pada kondisi
pertumbuhan yang stagnan.
Kondisi ini bisa saja
menimpa Indonesia yang saat ini berada pada kelas negara dengan pendapatan
menengah. Karena itu, pemerintah Indonesia bertekad keras melaksanakan
percepatan pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia.
Dari sisi politik
anggaran, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019, ditetapkan bahwa infrastruktur merupakan program strategis yang
harus dijalankan. Pemerintah mengalokasikan pembiayaan infrastruktur untuk
kurun lima tahun sebesar Rp5.519 triliun.
Tantangan yang harus
dihadapi ialah bagaimana memenuhi anggaran tersebut. Jika dibagi rata, tiap
tahun dibutuhkan sedikitnya Rp1.100 triliun. Angka ini sudah pasti tidak akan
mampu dipenuhi hanya oleh anggaran pemerintah yang besarannya masih terbatas.
Memenuhi kebutuhan ideal anggaran infrastruktur 5% dari dana APBN pun masih
sulit. Total kemampuan pemerintah untuk menyediakan anggaran infrastruktur
diperkirakan hanya sekitar Rp1.400 triliun atau hanya sekitar 29% dari
kebutuhan untuk masa lima tahun.
Meski berat,
pemerintah pantang mundur. Terbukti, dari waktu ke waktu, anggaran yang
disediakan pemerintah di bidang infrastruktur terus meningkat. Pada 2010,
misalnya, anggaran untuk infrastruktur hanya Rp99 triliun. Dana itu naik pada
2011 menjadi Rp128 triliun. Pada 2012, dana untuk infrastruktur menjadi Rp174
triliun. Selanjutnya, pada 2014 pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp240
triliun dan pada 2015 Rp290 triliun.
Karena menyadari
keterbatasan anggaran yang dimiliki, pemerintah membuka pintu keterlibatan
pihak swasta dan BUMN dalam penyediaan infrastruktur melalui skema Public
Private Partnership (PPP). Agar dapat berjalan, skema ini membutuhkan payung
hukum yang jelas dan memberikan kepastian keuntungan yang memadai bagi
investasi yang ditanam. Karena itu, sebagaimana juga dilakukan Kementerian
PU-Pera, kita harus merevisi regulasi-regulasi yang menghambat.
Sasaran infrastruktur 2016
Kementerian PU-Pera,
pada 2016 ini, jauh lebih siap menghadapi tantangan daripada tahun
sebelumnya. Pada 2015, tahun pertama Kabinet Kerja, jajaran Kementerian
PU-Pera mendapat pekerjaan rumah. Pertama, tantangan integrasi organisasi
akibat penggabungan dua Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat.
Kedua, merampungkan sisa pekerjaan pada 2014. Ketiga, persiapan pelaksanaan
program baru infrastruktur sesuai dengan Nawacita (pembangunan dari wilayah
pinggiran dan meningkatkan konektivitas antarwilayah).
Dalam waktu yang
terhitung singkat, seluruh pekerjaan rumah itu dapat diurai. Dengan fondasi
yang lebih kuat, pada 2016 ini, Kementerian PU-Pera diharapkan dapat
melakukan percepatan program (pembangunan jalan tol baru, program sejuta
rumah, pembangunan bendungan, jembatan, penataan kawasan kumuh, dan
lain-lain) dan pada saat yang sama merintis program strategis baru. Program
perbaikan pola dan penyerapan anggaran 2016 yang lebih baik dilakukan melalui
percepatan tender yang dilakukan sejak September 2015. Hingga 22 Desember
2015, tercatat realisasi lelang untuk paket kontraktual sebesar 7.840 paket
(Rp48,03 triliun) dan untuk proses lelang 4.416 paket (Rp38,76 triliun).
Paket yang dilelang tersebar di seluruh unit Eselon I Kementerian PU-Pera.
Percepatan lelang
dilakukan untuk mengubah fenomena buruk, yaitu pada awal tahun anggaran
penyerapan berjalan lamban. Melalui guliran proyek yang dimulai sejak
Januari, itu diharapkan menjadi stimulus atau daya dorong bagi pergerakan
ekonomi nasional. Pada saat yang sama, juga akan terjadi penyediaan lapangan
kerja yang lebih baik. Sebab, sebagaimana disebut di atas, pembangunan
infrastruktur menghasilkan multiplier
effect cukup besar. Hasilnya? Terbukti guliran proyek Kementerian PU-Pera
sejak awal Januari 2016 memberikan kontribusi pertumbuhan secara signifikan
sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar