Minggu, 22 Mei 2016

Kecemasan dalam Pendidikan

Kecemasan dalam Pendidikan

Sidharta Susila ;   Pendidik di Muntilan
                                                         KOMPAS, 20 Mei 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Adakah dinamika pendidikan kita layaknya dinamika liga antarklub sepak bola?  Seperti liga antarklub sepak bola, dinamika itu diwarnai perebutan posisi puncak, pemeringkatan kasta, juga perjuangan menghindari terdegradasi. Adakah dinamika pendidikan seperti itu menyenangkan?

Kita memimpikan pendidikan menyenangkan dengan bocah-bocah yang girang belajar di kelas, penuh gairah berangkat ke sekolah. Juga para guru yang beraktivitas bersama para murid dengan penuh sukacita, syukur, ikhlas, dan penuh kreativitas. Mungkinkah mimpi itu diwujudkan?

Seharusnya penulis bangga dan bersyukur punya keponakan yang kini duduk di kelas VI keranjingan belajar. Namun, orangtuanya justru gelisah. Pasalnya, keponakan penulis tersebut dianggap terlalu berlebihan dalam memaksa diri untuk belajar.

Dalam sebulan terakhir ia setidaknya harus mengikuti tiga kegiatan latihan ujian. Latihan ujian itu diselenggarakan oleh sekolah, dinas pendidikan tingkat kecamatan, dan tingkat kota.

Apakah target dan intensi setiap lembaga penyelenggara latihan ujian? Apakah banyaknya latihan ujian itu demi mengejar posisi puncak atau pemeringkatan, menghindari degradasi posisi sekolah, atau prestasi kerja pemerintahan di bidang pendidikan?

Sepertinya dinamika pendidikan masih diorkestrasi oleh nilai atau angka. Nilai atau angka capaian anak didik menentukan posisi puncak, kasta, pemeringkatan, dan potensi terdegradasi dari kasta/level tertentu. Karena itu, tiap lembaga pengelola pendidikan berlomba dengan berbagai cara agar mencapai nilai tertinggi dalam ujian akhir.

Latihan ujian adalah salah satu cara untuk memastikan anak didik terus memacu diri untuk mencapai nilai tertinggi. Latihan ujian diikhtiarkan untuk menjaga konsistensi kesiapan anak menjalani ujian akhir.

Pemeringkatan berdasarkan nilai hasil ujian akhir sengaja diseruakkan demi menciptakan iklim persaingan. Kecemasan dinamika pendidikan pun tak terhindarkan. Kecemasan ini menggenangi kesadaran para guru dan tumpah kepada anak didik.

Ujung rangkaian kecemasan dalam pendidikan ini adalah memacu anak didik untuk terus belajar. Kalau perlu dengan memaksa. Prestasi yang ditandakan dengan nilai ujian akhir memproyeksikan kasta, peringkat sekolah, dan prestasi pejabat pemerintahan dalam mengelola area kerja pendidikan.

Adakah hakikat anak-anak kita sedang dimerosotkan menjadi hanya instrumen untuk melumerkan kecemasan pengelola dunia pendidikan dari sekolah sampai pejabat pemerintahan?

Menyelamatkan generasi

Rasanya kita masih harus berjuang keras untuk menghadirkan dinamika pendidikan yang menyenangkan bagi anak-anak kita. Adakah inti masalahnya justru pada penguasa pendidikan, mulai tingkat sekolah sampai pejabat pemerintahan? Sayang apabila ada pejabat pemerintahan yang dengan sengaja memanfaatkan dunia pendidikan demi mengamankan posisinya. Itu sebentuk penindasan yang senyap.

Pengelola lembaga pendidikan bersama media yang dengan sengaja membangun citra sekolah berprestasi, ditandai nilai ujian akhir, juga ikut memburamkan nasib anak-anak kita. Secara tak langsung mereka menciptakan iklim pendidikan yang jadi abdi angka. Pendidikan pun menjadi pragmatis. Anak-anak kita menjadi tubuh tak berjiwa yang terampil menjawab soal.

Adakah yang bisa dibuat jika penyebab dinamika pendidikan pragmatis yang jadi abdi angka ini adalah kecemasan sistematis pengelola pendidikan, apalagi para pejabat pemerintahan? Masing-masing berkepentingan mengamankan hidupnya meski untuk itu harus mengorbankan hak asasi anak-anak.

Bagaimanapun, anak-anak harus diselamatkan. Harapan akhir pada orangtua, yang sesungguhnya juga korban dinamika pendidikan pragmatis membudak nilai itu. Ciptakanlah waktu rileks agar anak berjarak dengan pragmatisme pendidikan. Jangan justru ikut-ikutan menekan anak yang telah terenggut hakikatnya.

Pengelola pendidikan yang sudah terjebak dinamika pendidikan yangcemas akut dan sistematis ditantang jadi pejuang bagi anak didiknya. Perjuangkanlah napas bocah yang adalah hak mereka. Bagaimanapun, saat murid dilecut demi mencapai nilai tertinggi ujian akhir, sesungguhnya mereka praktis sedang melumerkan kecemasan dan memperjuangkan nasib Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar