Tangan di Atas
Ridwan Kamil ;
Arsitek, Wali Kota Bandung, Jawa Barat
|
KOMPAS.COM, 29
Mei 2016
Saya bukan ustaz,
apalagi kiai. Saya adalah pelajar kehidupan. Izinkan saya menyampaikan gagasan tentang konsep kesetiakawanan sosial dalam Islam. Konsep tentang
membayar zakat.
Menurut riset, jika
semua umat Islam di Indonesia membayar zakat, nilainya Rp 200 triliun per
tahun. Namun, yang dikelola oleh lembaga amil zakat ternyata hanya Rp 3
triliunan per tahun. Hanya 1,5 persen.
Mungkin ada yang
langsung mengurus sendiri penyalurannya. Namun, banyak pula yang tidak pernah
bayar zakat dengan alasan lupa atau pura-pura lupa. Ada juga yang beralasan
tidak paham dan merasa ribet. Ada pula yang beralasan, "Kan sudah bayar
pajak". Padahal, ini rukun Islam yang ketiga. Wajib hukumnya.
Mari kita bayangkan.
Jika semua taat membayar kewajiban 2,5 persen pembersihan harta ini,
kemiskinan di masyarakat kemungkinan bisa hilang. Lima puluh keluarga miskin
di Bandung bisa dibantu dengan sistem setia kawan ini. Sebuah definisi
madani. Masyarakat madani adalah ketika masalah keumatan diselesaikan oleh
kemandirian umat itu sendiri.
Menurut Pak Kiai, jangan mengaku Muslim jika rajin
shalat, tetapi tidak bayar zakat. Seperti pesan surat Al Maun, jika masih ada
fakir miskin telantar, shalat kita hampa makna. Jika masih banyak anak yatim
tidak terurus di sekeliling kita, berarti kita ini kaum yang mendustakan
agama. Sia-sia.
***
Karena itu, Pemkot
Bandung melakukan program imbauan "Ayo Bayar Zakat" kepada umat
Islam di Kota Bandung, yang diorganisasi oleh kekompakan macam ragam
pengelola zakat dalam koordinasi Pemkot. Ada website-nya, ada akun Facebook
dan Instagram-nya, dan ada aplikasi di smartphone untuk transaksinya.
Pemkot Bandung akan
mendefinisikan ragam kebutuhan dalam program pengentasan kemiskinan ini. Ada
kebutuhan untuk perbaikan rumah. Ada kebutuhan untuk program pendidikan,
bahkan sampai beasiswa sarjana mungkin. Ada juga untuk bantuan pengobatan dan
kesehatan. Dan, ada juga bantuan permodalan agar ekonomi mereka naik kelas.
Tim "Ayo Bayar
Zakat" akan berkampanye, akan mengatur kemudahan informasi dan transaksi
melalui apps yang dihadirkan di smartphone. Pembayar zakat bisa memilih jenis
bantuan dan bisa memlilih lembaga yang ia percayai atau ia suka. Hasil
bantuan akan di-posting ke akun si pembayar zakat.
Intinya, kebaikan
sosial ini akan dimudahkan urusannya bagi mereka yang supersibuk. Bayangkan
jika Rp 200 triliun per tahun uang zakat itu benar bisa hadir di negeri
tercinta ini, maka kemiskinan rutin bisa dientaskan dengan cara-cara kekinian
seperti program ala Mak Comblang ini. Kita butuh orang-orang baik bertemu
dengan sistem yang baik.
***
Semakin ke sini saya
semakin percaya bahwa tujuan negeri adil makmur ini ternyata akan cepat
sampai jika civil society-nya
kokoh. Sistem kesetiakawanan sosial ala pengelolaan zakat yang
profesional-lah salah satu konsepnya. Umat kompak, umat selamat.
Pembayar zakat disebut
golongan muzaki. Penerima zakat disebut golongan mustahik. Maka, nanti
pembayar zakat yang gabung ke sistem Pemkot ini akan diberi kartu muzaki.
Penerima zakat rutin akan diberi kartu mustahik dengan sedikit tulisan
motivasi "suatu hari saya akan muzaki". Sebab, tangan di atas lebih
mulia dari tangan di bawah.
Jika si Cinta adalah mustahik dan Rangga adalah muzaki,
mungkin ada adegan film dengan kalimat ini: "Rangga... apa yang kamu
lakukan ke saya itu... zakat."
Mari berzakat. Mari
berikhtiar, sampai suatu hari, semua dari kita adalah muzaki.
Hatur nuhun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar