Evaluasi SNMPTN Daring
Doni Koesoema A ;
Pemerhati Pendidikan;
Pengajar di Universitas
Multimedia Nusantara, Serpong
|
KOMPAS, 25 Mei
2016
Sistem daring (online)
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi atau SNMPTN bermasalah. Siswa dirugikan.
Sayangnya, pejabat lebih suka mencari kambing hitam dan mempersalahkan
sekolah daripada berlaku adil bagi siswa yang jadi korban sistem.
Kasus yang dihadapi
siswa di SMAN 3 Semarang; SMAN 2 Genteng, Banyuwangi; dan SMA Albertus Dempo
Malang menunjukkan indikasi bahwa persoalan bukan terletak pada input data
dari sekolah, melainkan karena ketidaksiapan sistem dari Pusat Pangkalan Data
Sekolah dan Siswa (PDSS) dalam mengakomodasi sekolah yang mempergunakan
sistem kredit semester dengan sistem diskontinu.
Kurikulum 2013 (K13)
memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mempergunakan sistem non-reguler
dalam melaksanakan K13 melalui sistem kredit semester (SKS). Dalam petunjuk
pelaksanaan sekolah yang melaksanakan SKS, terdapat dua model, yaitu model
kontinu dan diskontinu. Dalam model kontinu, setiap mata pelajaran akan
keluar di setiap semester, sedangkan dalam model diskontinu tidak setiap mata
pelajaran keluar di setiap semester.
Pengaturan ini
tergantung kebijakan sekolah dan ketersediaan tenaga pendidik yang ada.
Umumnya, sekolah dengan rombongan belajar di bawah enam kelas paralel
dianjurkan mempergunakan sistem kontinu, sedangkan yang lebih besar dari itu
bisa memakai sistem diskontinu.
Persoalan di mana
siswa tidak lolos dalam SNMPTN tahun ini terjadi pada sekolah yang
mempergunakan SKS dengan sistem diskontinu dan akselerasi (terjadi di
Jakarta). Persoalan teknis dalam pengisian PDSS mulai terjadi pada langkah
keenam pengisian data, yaitu setelah pengisian identitas sekolah, pemilihan
penerapan Kurikulum (2006/ 2013), pemilihan sistem SKS atau non-SKS,
pemilihan rentang penilaian (rentang 0-100 atau 1-4), dan pemilihan peminatan
(IPA, IPS, atau bahasa).
Dalam setiap peminatan
hanya disediakan satu paket/menu pelajaran, padahal untuk sekolah yang
menerapkan SKS diskontinu dengan pola on-off, pasti akan ada dua paket menu.
Tidak adanya pilihan
dua paket/menu inilah yang menyebabkan semua mata pelajaran akhirnya
di-on-kan sehingga ada mata pelajaran yang memang tidak bisa diisi karena
memang secara faktual tak ada mata pelajarannya. Data ini kemudian dibaca
oleh sistem sebagai kosong dan tidak terverifikasi. Jadi, sistem PDSS belum
sepenuhnya mengakomodasi sistem SKS diskontinu dengan maksimal empat seri
pola pembelajaran on-off.
Mengapa siswa tidak
lolos SNMPTN terjadi karena ketidaksiapan sistem dalam mengakomodasi sekolah
yang mempergunakan SKS diskontinu ataupun akselerasi. Beberapa sekolah sudah
berinisiatif untuk berkonsultasi dengan Halo PDSS untuk memastikan kebenaran
pengisian data, bahkan ada yang sudah konsultasi langsung kepada Panitia
Pusat SNMPTN, tetapi jawabannya nihil.
Artinya, sistem
dianggap sebagai baik, dan apa yang terjadi di dalam sistem adalah apa yang
ada dan tidak ada alternatif lain.
Mentalitas teknis
Persoalan PDSS yang
bermasalah tidak bisa direduksi pada sekadar persoalan teknis. Pemerintah
sebagai pengambil kebijakan mestinya mempergunakan momen ini untuk menghapus
mentalitas teknis yang selama ini merusak sistem pendidikan kita. Mentalitas
teknis adalah ketaatan buta pada aturan-aturan yang dibuat yang tidak
memungkinkan lagi adanya dialog dan komunikasi bagi pihak-pihak yang
merasakan diperlakukan tidak adil dengan adanya kelemahan di dalam sistem.
Sistem adalah buatan
manusia dan sistem dibuat demi memfasilitasi tujuan yang akan dicapai oleh si
pembuat sistem. Sistem PDSS sudah dibuat sedemikian rupa sehingga tahun ini
sudah bisa mengakomodasi beberapa sekolah dengan sistem SKS. Sayangnya,
perbaikan ini pun ternyata belum memenuhi harapan banyak pihak karena terbukti
masih ada kelemahan di dalam sistem yang akhirnya merugikan sekolah dan
siswa.
Bila para pengambil
kebijakan dan pengelolaan PDSS mengutamakan keadilan dalam meraih tujuan,
persoalan seperti dihadapi beberapa SMA dalam proses SNMPTN tidak akan terjadi.
Namun, mentalitas teknis ternyata masih menghinggapi penyelenggaraan
pendidikan dan pengambil kebijakan. Akibatnya, mudah sekali mengatakan
kalimat seperti, "tidak apa-apa, toh masih ada seleksi bersama masuk
perguruan tinggi negeri".
Ujaran seperti ini tak
pantas keluar dari pemimpin yang mestinya bertanggung jawab terhadap kualitas
sistem pendidikan yang harusnya berada di bawah tanggung jawabnya.
Beri keadilan
Kesalahan seleksi
SNMPTN daring terjadi karena sistem belum mengakomodasi sekolah yang mempergunakan
sistem SKS diskontinu secara memadai. Ketidaksempurnaan sistem ini membuat
pihak lain menjadi korban. Karena itu, ada beberapa hal perlu dipertimbangkan
oleh pemerintah.
Pertama, berhenti
mencari kesalahan, terutama mempersalahkan pihak sekolah. Bila sekolah
mengisi nilai secara jujur, dalam sistem diskontinu akan terdapat kekosongan
formulir nilai. Maka, pemerintah harus segera memperbaiki sistem seleksi yang
masih kurang akomodatif ini. Berhenti mempersalahkan orang lain dan mulai
mengevaluasi diri!
Kedua, beri keadilan
pada sekolah yang siswanya diperlakukan tidak adil dengan cara menyeleksinya
secara manual selama sistem belum dibereskan. Setiap siswa berhak memperoleh
kualitas pendidikan yang layak. Bersikap adil adalah salah satu bentuk revolusi
mental.
Ketiga, pemerintah,
panitia seleksi, dan desainer sistem PDSS harus segera mengevaluasi kembali
sistem seleksi daring yang selama ini mereka ciptakan dan memperbaiki
kelemahan sistem yang ada dengan melibatkan dialog terbuka dengan para pemangku
kepentingan, terutama pihak sekolah yang selama ini telah menjadi korban
diskriminasi karena kelemahan sistem.
Persoalan seleksi
SNMPTN Online bukanlah masalah teknis, melainkan masalah mentalitas, dan
kejernihan visi pendidikan yang berpihak pada publik secara adil. Mentalitas
para pengambil kebijakan yang perlu direvolusi adalah mentalitas teknis dan
mentalitas mencari kambing hitam. Para pejabat dengan segera cenderung
mencari kesalahan pada orang lain, entah itu pihak sekolah ataupun siswa, tetapi
tidak pernah mempertanyakan apakah kesalahan terutama dari diri mereka
sendiri. Kesediaan untuk mengakui kesalahan adalah sebuah sikap awal yang
baik dalam revolusi mental. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar