Sekolah
yang Tanggung Gugat
Victor Yasadhana ; Direktur Pendidikan
Yayasan Sukma
|
MEDIA
INDONESIA, 06 November 2017
SALAH satu prinsip penting
dalam tata kelola yang baik (good governance) ialah prinsip tanggung gugat
(accountability) yang dimaknai sebagai keinginan dan kemampuan untuk
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan yang dilakukan berkaitan dengan
proses dan hasil yang dicapai dalam mencapai sebuah tujuan. Meskipun diskursus
mengenai tanggung gugat dalam tata kelola yang baik lebih didominasi pada
pembahasan di bidang politik dan pemerintahan, konsep tanggung gugat dalam
pendidikan khususnya di sekolah selalu menarik dan penting untuk dikaji,
terutama jika dikaitkan dengan kebutuhan untuk menyelenggarakan proses
pendidikan yang berkualitas.
Bagaimana para pelaku
pendidikan guru, siswa, manajemen sekolah, orangtua, masyarakat, dan
pemerintah dapat mempertanggungjawabkan semua tindakan mereka dalam proses
dan pencapaian tujuan pendidikan? Bagaimana prinsip tanggung gugat itu jika
dikaitkan dengan otonomi guru?
Tiga sistem tanggung gugat
Menurut Jo Anne Anderson dalam Accountability in Education, (International Academy of Education and
International Institute for Educational Planning: 2005), dalam dunia
pendidikan, terdapat tiga tipe sistem ketanggunggugatan; pertama, yang
berkaitan dengan ketaatan pada aturan yang berlaku. Penyelenggaraan proses
dan pencapaian pendidikan mengacu pada aturan yang telah ditetapkan. Para
pelaku pendidikan tidak saja bertindak dengan mengacu pada
kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan dalam ranah kerja mereka, tetapi juga
bertindak berdasar pada tahapan-tahapan yang ditetapkan.
Dalam konteks sekolah, proses
belajar-mengajar dianggap memenuhi prinsip tanggung gugat jika tidak
bertentangan dengan aturan sekolah, atau aturan pendidikan lainnya sekaligus
dijalankan seiring dengan langkah-langkah tertentu. Seorang guru dalam
mengajar, misalnya, melengkapi dirinya dengan rencana pembelajaran yang merinci
langkah-langkahnya dalam menyampaikan materi ajar. Siswa dalam proses belajar
juga terikat pada berbagai aturan sekolah yang berkaitan dengan etika atau
bagian dari evaluasi belajar. Manajemen sekolah dan para pemangku kepentingan
dalam pendidikan demikian halnya mendasarkan tindakan mereka pada aturan dan
tahapan yang berlaku.
Kedua, sistem yang selaras
dengan norma-norma profesionalisme pendidikan, merujuk pada prinsip-prinsip
dan praktik-praktik dalam penyelenggaraan pendidikan yang selalu bertujuan
pada peningkatan kualitas pendidikan dan penghargaan terhadap profesi
pendidik.
Proses belajar di sekolah
dianggap memenuhi prinsip ketanggunggugatan selama proses tersebut memberi
peluang bagi seluruh komunitas sekolah untuk terus belajar dari proses yang
berlangsung dan mengembangkan dirinya melalui proses tersebut. Proses
pendidikan di sekolah dilihat dan dinilai melalui serangkaian standar yang
terukur.
Jadi, guru dalam menjalankan
tugasnya diharuskan mampu memenuhi standar tertentu yang dibutuhkan. Guru
harus memupuk keinginannya untuk terus belajar dan menjadi lebih baik. Jika
standar itu dapat dipenuhi, kualitas kinerja guru dapat membantu mendorong
pencapaian pendidikan yang lebih baik. Kemampuan yang dimiliki guru tidak
saja akan membantu siswa dalam proses belajar yang lebih baik, tetapi juga
membuat dirinya kompeten di kalangan sejawatnya. Ketiga, sistem tanggung
gugat berkaitan dengan pencapaian yang dihasilkan dalam sebuah proses
pendidikan.
Tidak dapat dimungkiri, proses
pendidikan bermuara pada hasil pencapaian yang dapat diupayakan. Karena itu,
setiap proses belajar yang berlangsung merujuk pada kemampuan untuk
menghadirkan suasana dan pengalaman belajar yang sesungguhnya bagi siswa dan
hasil yang dapat diterima masyarakat secara umum. Hasil sebuah proses belajar
di sekolah tidak dimaksudkan sekadar pencapaian transfer pengetahuan yang
ditunjukkan kemampuan para siswa memahami pengetahuan tersebut, tetapi juga
pada perubahan budaya belajar yang lebih baik di sekolah.
Tidak mudah bagi sekolah untuk
mewujudkan ketiga sistem tanggung gugat tersebut. Ketegangan di antara ketiga
sistem tersebut tidak selalu mudah diatasi. Bukan hal yang bisa begitu saja
dilakukan untuk mengupayakan pencapaian hasil belajar yang baik, sekaligus
pada saat bersamaan menimbang norma-norma profesionalisme, serta mematuhi
aturan main dan tahapan. Rujukan pada norma profesionalitas guru melengkapi
orientasi pada pencapaian dan ketaatan pada aturan dan tahapan. Karena
itulah, sisi pengembangan profesionalisme menjadi faktor penting dalam
pemberian otonomi guru.
Otonomi guru dan prinsip
ketanggunggugatan
Sebagai sebuah profesi dengan
kegiatan padat pengetahuan (knowledge intensive) dan memerlukan keahlian
khusus yang diperoleh melalui rangkaian pengalaman belajar sistematis dan
ekstensif, guru membutuhkan otonomi dalam bertindak. Dengan otonomi yang
memadai, guru dapat mengembangkan kapasitas dan kreativitas dalam menjalankan
tugasnya di sekolah. Dalam praktiknya--terutama mengacu prinsip tanggung
gugat dalam ranah pendidikan pemberian otonomi pada guru sayangnya tidak
selalu beriringan dengan upaya mengembangkan sisi profesionalitas mereka.
Masih banyak persoalan yang muncul berkaitan dengan amanah yang diberikan UU
No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Persoalan tugas utama guru
untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik masih menjadi isu serius yang harus dikelola
dengan baik. Masih banyak ditemui guru yang memiliki kesulitan untuk
mempersiapkan diri untuk mengajar, kesulitan menyusun rencana pembelajaran
atau tidak bisa mengembangkan rencana pembelajaran yang telah ada atau
kesulitan mengembangkan bahan ajar saat menyampaikannya di kelas. Dalam tahap
evaluasi siswa, guru kerap tidak mampu mengembangkan ragam penilaian yang
mampu mengukur berbagai potensi yang ada pada peserta didik mereka dan masih
banyak persoalan lainnya.
Karena itu, bisa dibayangkan,
tanpa peningkatan profesionalitas guru dalam melaksanakan tugas utama di
atas, sekolah tidak akan dapat memenuhi prinsip tanggung gugat. Oleh
karenanya, dalam menjalankan prinsip tanggung gugat di sekolah, otonomi guru
di sekolah selalu beriring dengan pengembangan profesionalitas. Aturan yang
berlaku dalam pendidikan atau orientasi pada pencapaian pendidikan bukanlah
masalah besar jika guru mampu mengembangkan dirinya untuk lebih kreatif dan
berdaya. Dengan sendirinya, guru akan membantu sekolah membangun potensi
tanggung gugatnya.
Setidaknya ada empat hal yang
bisa dilakukan untuk mewujudkan sebuah sekolah yang memenuhi prinsip tanggung
gugat di sekolah; pertama, sekolah harus mampu menetapkan tanggung jawab guru
ke semua peserta didik. Kedua, sekolah harus membangun mekanisme yang
menimbang keterkaitan antarkomponen berikut; tujuan, assessment, instruksi,
sumber daya, penghargaan, dan dukungan. Dengan menyediakan sistem yang
memiliki tujuan dan pelibatan sumber daya yang jelas, serta mekanisme
penghargaan dan dukungan yang baik, pengembangan sistem yang tanggung gugat
akan mudah diwujudkan.
Ketiga, aspek teknis dari
proses belajar di sekolah, harus dapat mencapai standar yang tinggi. Keempat,
sekolah harus mampu menjadi wahana bagi perubahan positif bagi semua pemangku
kepentingan yang terlibat. Lingkungan sekolah yang positif tidak saja akan
menjamin proses belajar yang sehat, tetapi juga memungkinkan guru untuk
mengoptimalkan otonomi yang dimiliki untuk membangun sekolah yang tanggung
gugat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar