Kekuatan
dan Kelemahan Indonesia
Sebagai
Bangsa (I)
Ahmad Syafii Maarif ; Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
|
REPUBLIKA,
28 November
2017
Sudah lebih dari sekali saya menulis di
ruang ini bahwa Indonesia sebagai bangsa baru muncul tahun 1920-an berkat
perjuangan heroik dari PI (Perhimpunan Indonesia) di negeri Belanda dengan
mitra seidenyanya yang memprakarsai SP (Sumpuh Pemuda) 1928 di Batavia.
Baik tokoh PI maupun penggerak SP adalah
anak-anak muda yang berasal dari berbagai suku di Nusantara. Mereka ini semua
berkat pendidikan Barat di usia yang peka itu telah semakin menjadi sadar
tentang makna penjajahan yang mengisap anak negeri dengan cara-cara kasar dan
biadab.
Realitas getir yang dirasakan itu kemudian
menyatu dengan cita-cita demokrasi dan gagasan nasionalisme yang didapatkan
melalui sarana pendidikan dan bacaan yang luas. Gemblengan situasi ini telah
semakin mematangkan sikap mental mereka untuk merebut sebuah kemerdekaan
bangsa pada suatu hari.
Dan, kemerdekaan itu hanya mungkin menjadi
kenyataan jika semua suku bangsa di Nusantara bersedia bersatu padu dalam
susunan kekuatan yang kompak dengan menjinakkan rasa kedaerahannya masing-masing.
Cita-cita luhur untuk melepaskan diri dari
rantai penjajahan yang ingin berkuasa di negeri kepulauan ini sampai akhir
zaman akan menjadi sebuah angan-angan kosong manakala suku-suku bangsa tetap
bertahan dengan primordialisme kesukuan sempitnya masing-masing. Tanpa
didahului PI dan SP yang mengusung bendera demokrasi dan nasionalisme, saya
tidak bisa membayangkan Proklamasi 17 Agustus 1945 akan terwujud.
Keberhasilan PI dan SP dalam membentuk
sebuah bangsa baru adalah di antara kekuatan dan jasa anak-anak muda
Nusantara yang sungguh dahsyat. Semboyan satu bangsa, satu tanah air, dan
satu bahasa adalah kekuatan pemersatu yang luar biasa tinggi nilainya yang
kita warisi sampai detik ini.
Adapun masih ada saja muncul kelompok
sempalan yang ahistoris dan daerah-daerah tertentu yang ingin melepaskan diri
dari ikatan keindonesiaan adalah pertanda bahwa proses pembentukan kebangsaan
kita belum lagi rampung. Dan, proses menjadi bangsa yang utuh dan padu ini
bisa dipercepat dengan meratakan kerja pembangunan di seluruh Tanah Air,
sesuatu yang masih terbengkalai sejak proklamasi.
Para pendiri bangsa sangat paham bahwa
kerja mempersatukan anak-anak suku bangsa dengan subkultur dan bahasa lokal
yang kaya dan beragam bukan perkara mudah. Dalam perspektif inilah ungkapan:
“nation and character building” (pembangunan bangsa dan karakter) masih tetap
relevan, sekalipun usia kemerdekaan kita telah melampaui angka 70 tahun.
Selama tujuh dasawarsa itu, berbagai cobaan
dalam bentuk perpecahan dan perang saudara telah kita lalui dengan selamat
dan dengan susah payah, tetapi masih berujung dengan keutuhan nasional. Ini
modal utama bangsa ini untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan
bermartabat.
Apa arti semuanya itu? Artinya, perjuangan
PI dan SP dengan puncaknya Proklamasi 17 Agustus masih merupakan kekuatan
perekat yang ampuh dengan daya tahan yang lentur. Kekuatan perekat inilah
yang wajib dijaga oleh kita semua agar tangan-tangan kotor pemecah-belah
persatuan tidak mendapat tempat dalam proses berbangsa dan bernegara.
Seandainya para politisi kita mau memahami
proses yang tidak mudah dalam pembentukan bangsa ini, mereka tentu akan lebih
arif dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai
“wakil rakyat” di DPR. Tanda dua koma ini menunjukkan bahwa saya belum begitu
percaya bahwa kebanyakan politisi itu benar-benar menghayati aspirasi rakyat
yang telah mendudukkan mereka di kursi legislatif itu. Keraguan semacam ini
juga dirasakan oleh banyak teman sebangsa.
Dalam bacaan saya, politisi yang mengaku
mewakili rakyat banyak itu hanya segelintir yang mau membaca perjalanan
sejarah bangsa ini dengan sungguh-sungguh. Buktinya, perilaku yang korup dan
tunamartabat a.l. disebabkan oleh minimnya penghayatan mereka terhadap
suka-dukanya perjuangan para pendiri bangsa, khususnya sejak permulaan abad
ke-20.
Seandainya penghayatan itu dilakukan secara
jujur, tentu perilaku menyimpang yang dipertontonkan selama ini akan lebih
terawasi karena nurani mereka akan selalu meluruskan niat mereka dalam berpolitik.
Perilaku buruk dan busuk ini telah melemahkan dan merusak sendi-sendi kultur
bangsa. Dan, itu sangat memprihatinkan serta mesti dicarikan obat
penyembuhannya dalam tempo dekat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar