Heboh
Besarnya Gaji Tim Gubernur Anies
Hersubeno Arief ; Jurnalis Senior
|
REPUBLIKA,
22 November
2017
Besaran gaji Tim Gubernur Untuk Percepatan
Pembangunan (TGUPP) yang diajukan Anies-Sandi
tengah menjadi sorotan. Beritanya sangat heboh di beberapa media
massa, apalagi di media sosial. Dalam bahasa pasaran, berita soal gaji Tim
Gubernur ini sedang ”digoreng.”
Kalau saja tidak ada berita Operasi Tabrak
Tiang (OTT) Ketua Umum Golkar Setya Novanto, dapat dipastikan berita ini akan
digoreng habis-habisan, dan menjadi trending topic. Dalam kasus ini Setnov pantas disalahkan,
karena salah memilih timing.
Mengapa berita itu layak digoreng? Jawabannya sangat
jelas. Pertempuran Pilkada DKI 2017 masih belum selesai, dan tampaknya tidak
akan pernah selesai. Pertempuran akan terus berlanjut sampai Pilpres 2019.
Anies-Sandi adalah TO (target operasi).
Harus dicari-cari kesalahannya sampai dapat. Tidak salah saja dicari
kesalahannya, apalagi kalau benar membuat kesalahan. Tim dan pendukung
Anies-Sandi tidak perlu baper (bawa perasaan). Ini memang sebuah pertempuran
panjang. Jadi jangan sampai terpeleset, apalagi membuat kesalahan. Musuh tengah mengintai,
dan siap menembak setiap saat.
Coba perhatikan dari mana asal muasal berita. Tak lama setelah anggaran diajukan
untuk dibahas, anggota DPRD dari PDIP dan Nasdem mulai mempersoalkan. Dua
partai ini seperti kita sama-sama mahfum adalah pendukung Ahok. Besaran angka
yang diajukan Anies-Sandi memang agak “mengagetkan,” bila dibandingkan dengan
angka sebelumnya. Begitu juga jumlah orangya.
Harian Kompas Rabu (22/11) malah membuat
laporan setengah halaman, perbandingan banyaknya jumlah personil TGUPP masa
Jokowi, Ahok, Djarot, dan Anies.
Pada masa Ahok gaji dan honor anggota Tim
Gubernur ini hanya Rp 2.3 miliar. Tiba-tiba sekarang angkanya membengkak
menjadi Rp 28 miliar. Naik berkali lipat.
Jumlah orangnya juga jadi membengkak.
Rupanya Anies-Sandi menggabungkan dua lembaga yang selama ini terpisah, yakni
TGUPP dan TWUPP (Tim Walikota Untuk Percepatan Pembangunan). Wajar saja kalau
bikin kaget. Ada pula yang pura-pura kaget, atau pura-pura tidak tahu.
Berita tersebut kemudian secara sistematis
tayang di sejumlah media massa yang afiliasinya secara politis, juga sudah sama-sama kita ketahui.
Melihat dari cara mengelola pemberitaannya,
kenaikan gaji Tim Gubernur itu menjadi
*_agenda setting._* Tujuannya apalagi
kalau bukan untuk membentuk publik opini. Syukur bila bisa menggerakkan
massa.
Di medsos ceritanya lebih heboh lagi, dan
digoreng habis. Silakan dicermati
akun-akun siapa saja yang
sekarang sedang sibuk memanaskan penggorengannya. Jejak digitalnya gampang
kok dilacak, di posisi mana mereka pada pilkada lalu. Pasti 4L juga. Loe lagi....loe
lagi
Framing dan targetnya juga cukup jelas.
Mereka ingin membentuk persepsi publik bahwa Anies-Sandi tengah mencoba
melakukan _bancakan_ dana APBD, dan mencarikan posisi untuk para tim
suksesnya. Baru saja berkuasa sudah begitu, apalagi kalau dibiarkan sampai
lima tahun. Bisa gawat.
Tranparansi dan Good Governance
Apa bedanya tim yang dibentuk Anies-Sandi
dengan tim gubernur pada masa Jokowi, Ahok dan Djarot?
Tim yang membantu gubernur ini mulai
dibentuk pada masa Jokowi menjadi gubernur (2012-2014) melalui Surat
Keputusan Gubernur No 201 Tahun 2014. Tujuannya untuk mengawasi kinerja
dinas-dinas dan memberi laporan kepada
gubernur dan wagub. Tim juga memberikan masukan kepada gubernur, wagub dan
dinas.
Hanya saja pada masa Jokowi tim tersebut
terkesan menjadi tempat buangan para pejabat yang dinilai tidak punya kinerja
yang baik. Salah satu pejabat yang pernah “dibuang” ke TGUPP adalah Kepala
Dinas Perhubungan Udar Pristono yang kemudian terbukti korupsi dan dijatuhi
hukuman. Pada masa Djarot masuk nama mantan Kepala Inspektorat Larso Marbun
yang dicopot Ahok karena bermasalah.
Ketika
Ahok menjadi gubernur keberadaan TGUPP masih dipertahankan. Saat itu
malah muncul sejumlah nama yang sering disebut sebagai staf pribadi, atau
staf khusus dan anak magang. Mereka ini tidak tercatat secara resmi dalam
TGUPP, atau staf apapun. Dalam nomenklatur
Pemprov DKI tidak ada posisi “staf khusus.”
Sebagai “tim Ahok” anak-anak muda ini bebas beredar di
balaikota DKI. Mereka ikut dalam rapat-rapat dan menemui para kepala dinas
dan satuan birokrasi lainnya. Seorang anak magang bernama Ismail Al Anshori malah mengaku
berani memarahi dinas-dinas. Pengakuan ini viral.
Uniknya anak-anak magang, atau apapun
namanya ini tidak ada SK gubernurnya, tidak jelas tanggung jawabnya, dan dari
anggaran apa mereka dibayar.
Salah satu nama staf khusus Ahok yang
paling terkenal adalah Sunny Tanuwijaya. Dia pernah dicekal oleh KPK dalam
kasus Perda Reklamasi yang melibatkan anggota DPRD dari Gerindra M Sanusi.
Nama Sunny juga sempat disebut majalah
Tempo sebagai perantara dana operasional “Teman Ahok,” yang diperoleh dari pengembang. Seorang
anggota DPR RI dari PDIP Junimart Girsang bahkan menyebut jumlah dananya
sebesar Rp 30 miliar.
Dalam pemeriksaan KPK, berdasarkan keterangan
Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat kerja di DPR, Sunny mengaku berkomunikasi
soal pengurangan kontribusi tambahan
Pulau Reklamasi dengan Aguan seorang taipan yang menjadi bos pengembang PT
Agung Sedayu Group.
Di sidang yang mengadili Sanusi, Aguan
mengaku sering bertemu secara informal dengan Ahok. Keduanya telah lama
saling mengenal. Ahok mengaku Aguan sering bertandang ke rumahnya sambil
makan empek-empek, dan minum es kacang merah. _So close_.
Apa sesungguhnya posisi Sunny juga tidak
begitu jelas. Kepada media Ahok memberi keterangan berubah-ubah. Semula dia
menyebut Sunny sebagai anak magang. Sehari kemudian berubah menjadi teman,
tapi Ahok juga mempersilakan bila ada yang menyebutnya sebagai staf khusus.
Aneh khan?
Jadi apa posisi Sunny sebenarnya? Sampai
sekarang tidak jelas. Dalam sidang pengadilan Tipikor Sunny mengaku tidak
digaji oleh Ahok. Dia mendapat gaji dari PT Rajawali Corporate.
Ketidakjelasan status seperti inilah yang
ingin dirapihkan oleh Anies. Tidak boleh lagi ada staf gubernur, atau orang
yang mengaku sebagai staf gubernur, tapi mendapat gaji dari swasta. Pasti ada benturan kepentingan, dan
menyalahi prinsip pemerintahan yang bersih dan baik _(good governance)._
Anies-Sandi
ingin semuanya transparan, akuntabel, dan tidak menyalahi nomenklatur
Pemprov. Keberadaan TGUPP, atau staf khusus harus jelas siapa saja mereka,
apa tanggung jawabnya, berapa anggarannya, berapa mereka dibayar, bagaimana
mereka bekerja, bagaimana mereka dipilih, dan apa identitasnya?
Jadi sudah jelas mengapa anggaran gaji Tim
Gubernur sekarang menjadi jauh lebih besar?
Karena semua dibiayai oleh APBD dan tidak ada lagi staf model Sunny
yang sehari-hari bertindak atas nama Ahok, tapi digaji oleh swasta. Semuanya
transparan dan akuntabel.
Bahwa berita ini akan terus digoreng, ya
tidak usah kaget. Seperti lirik dalam lagu 'Shake It Off' milik
Taylor Swift: And Hater, they gonna
hate. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar