Menjadi
Guru Zaman Now
Marthunis ; Direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh
|
MEDIA
INDONESIA, 27 November 2017
MEME yang tersebar di media sosial terkait
dengan polah generasi milenial atau lebih populer disebut kids zaman now
terkadang membuat kita berada dalam situasi antara ingin tertawa dan mengelus
dada. Salah satu ilustrasinya ialah ketika anak zaman old yang hobinya
bermain di luar rumah harus diseret paksa oleh sang ibu agar pulang ke rumah
karena hari sudah telanjur sore. Sebaliknya, kids zaman now malah harus
diseret paksa oleh sang ibu agar mau keluar rumah untuk bermain dan
bersosialisasi dengan teman-temannya karena sudah telanjur kecanduan gadget
di tangannya.
Menyalahkan generasi milenial yang telanjur
kecanduan perangkat digital yang mereka miliki ialah sama halnya dengan
mengutuk kemajuan teknologi itu sendiri yang bisa berarti sebuah kekeliruan.
Marc Prensky, seorang penulis dan pemerhati pendidikan asal Amerika Serikat,
pernah berujar for our twenty-first century kids, technology is their
birthright. Hal ini mengindikasikan bahwa keterikatan generasi masa kini
dengan teknologi merupakan sebuah hal yang tak terhindarkan.Yang menjadi
catatan ialah bagaimana teknologi dalam bentuk internet, game online, maupun
media sosial dapat diarahkan untuk digunakan dalam ruang yang lebih positif
bagi kids zaman now.
Maka, dunia pendidikan memiliki peranan
penting untuk memanifestasikan hal ini. Salah satunya ialah dengan memberdayakan
para gurunya menjadi guru zaman now. Dalam 21st Century Teachers (Becta:
2010) dan What Kind of Pedagogies for The 21st Century (Scott: 2015) secara
gamblang dijabarkan bahwa salah satu kualifikasi untuk menjadi guru di abad
ini ialah melek teknologi. Alih-alih menyalahkan teknologi, guru zaman now
sebaiknya mampu menerjemahkan kemajuan teknologi secara tepat dan
proporsional bagi proses pembelajaran.
Survey of Schools: ICT in Education (2013)
yang dilakukan European Commission (Directorate General Communications
Networks, Content, and Technology) di sekolah-sekolah di 31 negara di Eropa,
menemukan bahwa guru-guru yang cukup percaya diri dalam penggunaan ICT
(Information and Communication Technology) di sekolah cenderung membawa
pengaruh positif bagi proses pembelajaran siswa secara menyeluruh. Mereka
terlihat sebagai guru yang menyenangkan bagi para siswanya karena dianggap
gaul dan up to date. Sebaliknya, guru-guru yang kurang percaya diri terhadap
pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dalam mengeksekusi
proses pengajaran mereka dianggap sebagai guru yang membosankan.
Tentu, rasa percaya diri atau sebaliknya
bagi para guru terhadap penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran
dilatari pengetahuan dan kemapanan skill yang mereka miliki terhadapnya.
Implikasinya, para guru yang kurang percaya diri dalam pemanfaatan TIK dalam
memfasilitasi proses belajar siswa akan cenderung skeptis terhadap para
siswanya yang membawa gadget ke sekolah, baik dalam bentuk smartphone,
laptop, maupun lainnya. Guru-guru tersebut akan cukup mudah melabeli siswa
yang gandrung dengan teknologi sebagai siswa badung, malas belajar, lalai,
dan sebagainya.
Akibatnya ialah para siswa tidak
mendapatkan informasi yang tepat dari para gurunya tentang bagaimana seharusnya
mereka memanfaatkan teknologi di tangan mereka secara aman dan bertanggung
jawab. Maka, tidak mengherankan jika kids zaman now terutama di Indonesia
cenderung ngawur dan tidak dapat memanfaatkan teknologi yang mereka kenal
seperti internet maupun media sosial secara tepat maupun proporsional.
Berbeda dengan hasil survei serupa di atas yang dilakukan European Commission
di sekolah-sekolah di 31 negara di Eropa terhadap para siswa.
Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas
peserta didik yang menjadi responden dalam survei tersebut menyatakan bahwa
mereka paham benar bagaimana memanfaatkan teknologi baik dalam bentuk intenet
maupun media sosial secara aman dan bertanggung jawab. Pemahaman dan
kemampuan ini juga didorong perhatian guru terhadap hal penggunaan teknologi
dalam pembelajaran. Perbedaan fenomena ini harus dilihat dari kacamata yang
lebih komprehensif. Permasalahan generasi milenial negeri ini yang belum
cerdas dalam memanfaatkan TIK tentu bukan berasal dari kemajuan teknologi
yang tidak dapat dibendung. Toh, kemajuan peradaban dalam bentuk teknologi
ialah sebuah keniscayaan. Faktanya, seiring dengan laju teknologi yang begitu
cepat, pendidikan kita di Indonesia ternyata belum dapat mengimbangi kemajuan
tersebut.
Salah satu indikatornya ialah masih
banyaknya guru yang belum melek teknologi. Alih-alih mampu mengembangkan
teknologi yang ada saat ini, masih banyak guru di negeri ini yang masih
berkutat dengan hal-hal nonteknis dalam pemanfaatan teknologi. Dalam sebuah
riset yang dilakukan Bambang Sumintono (2012) terhadap 151 guru sains SMP di
Indonesia yang berasal dari dari Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan
Papua, dalam penggunaan perangkat TIK dalam pengajaran mereka. Salah satu
temuan yang menarik ialah para guru di wilayah itu mengalami kesulitan dalam
pemanfaatan TIK disebabkan hal yang sangat mendasar sekali, yaitu tidak
adanya fasilitas yang mereka miliki.
Secara personal, mereka tidak mampu membeli
perangkat komputer atau laptop untuk kepentingan proses pembelajaran, dan
secara institusional sekolah mereka belum dapat menyediakan fasilitas
teknologi serupa. Hal ini mengisyaratkan betapa pendidikan kita tertinggal
jauh di belakang. Momen hari guru yang baru saja diperingati dua hari yang
lalu seyogianya menjadi momentum berharga bagi para pemangku kepentingan
pendidikan serta seluruh guru di negeri ini untuk melakukan refleksi setelah
72 tahun memperingatinya. Refleksi untuk melihat fenomena kids zaman now yang
gandrung dengan teknologi sebagai sebuah kemutlakan dari perubahaan zaman.
Yang harus kita upayakan ialah bagaimana
mempersiapkan pola pendidikan yang tentunya juga zaman now, yakni rangkaian
prosesnya akan menggiring generasi milenial itu ke dalam ruang yang lebih
positif dalam memanfaatkan teknologi yang mereka kuasai. Pada titik ini, guru
sebagai aktor utama dalam ruang pendidikan itu haruslah memainkan perannya
sebagai guru zaman now, yang tidak anti dan melek teknologi, serta mampu
membawa peserta didiknya dapat menggunakan teknologi itu secara tepat, aman,
dan bertanggung jawab. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar