Aspek
Prudent Dana Desa dan Potensi Konflik
Bambang Soesatyo ; Ketua Komisi III DPR RI, Fraksi Partai Golkar;
Wakil Ketua Umum Kadin
Indonesia
|
KORAN
SINDO, 27 November 2017
INDIKASI penyelewengan dana desa sudah
meluas. Maka, selain mengubah disain, pemerintah juga harus memberi perhatian
ekstra pada aspek pencegahan penyelewengan dan potensi konflik dalam
pemilihan kepala desa.
Hingga September 2017, Satuan Tugas
(Satgas) Dana Desa sudah menerima 10.000 laporan masyarakat mengenai dugaan
penyalahgunaan dana desa dari seluruh Indonesia. Dari jumlah laporan itu, tergambar cukup
nyata bahwa masyarakat sangat responsif, mengingat Satgas baru mulai bekerja
pada Juli 2017.
Ketua Satgas Dana Desa Bibit Samad Rianto
telah membawa catatan persoalan ini ke Kantor Staf Presiden (KSP). Satgas
berharap, kantor Presiden semakin memahami potensi penyelewengan dana desa.
Persoalan lain yang juga dilaporkan ke KSP adalah potensi konflik pada
momentum pemilihan kepala desa. Satgas
merekam munculnya keresahan warga desa atas potensi konflik itu.
Sebelumnya. Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) juga sudah menerima tidak
kurang dari 11.000 aduan masyarakat tentang penyelewengan dana desa. Dari
jumlah itu, 300 kasus telah ditangani melalui proses hukum.
Salah satu contoh kasusnya adalah
pemotongan dana desa secara ilegal yang terjadi di Kabupaten Pegunungan
Bintang, Papua. Tiga orang pegawai yang bertugas pada Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan (BPMPK) menjadi tersangka kasus dugaan korupsi
dana desa di Kabupaten Pegunungan Bintang. Para tersangka dituduh melakukan
tindak pidana dana desa yang menyebabkan negara rugi Rp4,1 miliar dari anggaran
Dana Desa Tahun 2016. Mereka memotong anggaran dana desa sebesar Rp 15 juta
per desa dari 277 desa di Kabupaten Pegunungan Bintang.
Satgas Dana Desa juga menemukan fakta
tentang banyaknya kepala desa yang belum bisa membuat Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja (RAPB) Desa. Faktor ini menjadi salah satu sebab sejumlah kepala desa tersandung masalah
hukum. Satgas pun memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk membuat
pelatihan berskala nasional bagi para kepala desa tentang metode menyusun
perencanaan penggunaan anggaraan Dana Desa. Tujuannya, pemanfaatan dana desa tepat sasaran dan tepat guna, serta
memperkecil potensi kesalahan dalam pengelolaan dana desa.
Berdasarkan laporan yang diterima Satgas
Dana Desa dan Kementerian Desa itu, pemerintah secara tidak langsung dipaksa
untuk lebih menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam kebijakan
pencairan dan pengalokasian dana desa. Tidak ada yang salah dari kebijakan
atau pendekatan pembangunan dengan mengalirkan dana ke desa-desa. Namun, agar kebijakan itu tepat sasaran dan
tepat guna, harus ada kepastian bahwa aparatur desa penerima telah siap.
Puluhan triliun rupiah itu mengalir ke
puluhan ribu desa. Masalahnya, tidak semua aparatur pada ribuan desa itu
sudah siap atau memahami tata kelola dana pembangunan yang dipercayakan
negara kepada mereka. Selain berpotensi menimbulkan salah kelola,
ketidaksiapan aparatur desa pun tak jarang membuat dana desa menjadi tidak
efektif. Di Desa Candi Burung,
Kecamatan Proppo, Pamekasan, dana desa nyaris tak terserap, karena terjadi
konflik antara kepala desa (Kades) dan badan permusyawaratan desa (BPD).
Selain aspek kesiapan aparatur desa,
kehatian-hatian dalam menerapkan kebijakan dana desa hendaknya didukung oleh
mekanisme pendampingan dan pengawasan. Bukan bertujuan memperlambat proses
kerja, tetapi pendampingan dan pengawasan itu semata-mata demi tepat dan dan
tepat sasaran dana desa, serta memperkecil potensi kesalahan. Pengawasan yang
lebih mengutamakan pencegahan terjadinya penyimpangan.
Dalam konteks pendampingan dan pengawasan
itu, semua instrumen negara yang di provinsi serta kabupaten dan desa bisa
dilibatkan. Pendampingan melibatkan dinas-dinas yang ada di provinsi maupun
kabupaten, disesuaikan dengan aspek teknis dari proyek yang digagas oleh desa
bersangkutan. Sementara untuk aspek pengawasan dan pencegahan terjadinya
penyimpangan, negara bisa menugaskan Kepolisian daerah. kejaksaan negeri dan
BPK setempat. Kerja sama Kemendes PDTT dengan Polri yang sudah berjalan
selama ini hendaknya semakin ditingkatkan efektivitasnya. Prioritasnya bukan
pada penindakan melainkan pencegahan.
Potensi
Konflik
Mulai Januari 2018, pemerintah berencana
menetapkan pola baru dalam pemanfaatan dana desa, dengan fokus pemanfaatan ke
sektor padat karya. Utamanya infrastruktur pedesaan, dan dikerjakan secara
swakelola agar terbuka peluang kerja bagi angkatan kerja di desa tersebut.
Tidak hanya itu, dana desa juga akan dimanfaatkan untuk menyediakan makanan
tambahan dan pelayanan bagi masyarakat setempat. Pendekatan baru ini sudah
diputuskan Presiden Joko Widodo.
Selain itu, setiap desa tidak akan menerima
jumlah dengan nominal yang sama. Besar kecilnya bergantung pada jumlah warga
miskin di desa bersangkutan. Persentase kenaikannya untuk tahun mendatang pun
diperbesar. Desa yang jumlah penduduk miskinnya lebih banyak akan dinaikkan
dari sebelumnya 20 persen menjadi lebih dari 35 persen.
Akan menjadi lebih ideal jika perubahan
disain pemanfaatan desa tahun 2018 itu dipadukan dengan empat program
unggulan Kemendes PDTT untuk mewujudkan desa mandiri. Antara lain penetapan
produk unggulan desa untuk dikembangkan, mendirikan badan usaha milik desa
(BUMDes), pembangunan sarana olah raga desa dan embung desa. Program mana yang lebih diprioritaskan
tentu saja bergantung pada potensi setiap desa. Tercatat ada 74.958 desa dan
8.430 kelurahan yang menjadi sasaran dana desa. Tahun 2017 dan 2018, alokasi
dana desa mencapai Rp60 triliun.
Akhirnya, perubahan disain pemanfaatan dana
desa saja tidak cukup. Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada potensi
konflik antarwarga desa, khususnya pada momentum pemilihan kepala desa.
Belakangan ini, banyak portal berita dari berbagai daerah melaporkan bahwa
pemilihan kepala desa (Pilkades) kini mulai rawan konflik. Bahkan sangat
berbeda dengan tahun-tahun terdahulu. Diasumsikan rawan konflik karena
perebutan jabatan kepala desa menciptakan medan persaingan yang sangat panas.
Alasannya mudah ditebak; karena kepala desa menjadi pengguna anggaran dana
desa. Sehingga, tidak mengherankan jika Pilkades di desa sebuah mulai
menghadirkan banyak calon.
Negara cq pemerintah tentu saja tidak boleh
terlalu jauh mengintervensi proses Pilkades. Namun, pada waktunya nanti,
syarat menjadi kepala desa hendaknya diperbarui. Tidak hanya sekadar bisa
memimpin warga desa, tetapi kepala desa masa kini dituntut mampu membaca
potensi dan kebutuhan desanya, menyusun rencana pembangunan desa, menyusun
rencana pembiayaan sampai dengan tahap mengajukan kebutuhan anggaran.
Untuk periode sekarang ini, yang paling
diperlukan adalah kesigapan pemerintah memonitor dan mengamankan pemilihan
kepala desa. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, aparat
kepolisian setempat perlu hadir untuk mengawal pemilihan kepala desa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar