Jumat, 24 November 2017

Hukum untuk Kemanusiaan

Hukum untuk Kemanusiaan
Artidjo Alkostar ;  Dosen Fakultas Hukum UII, Yogyakarta;
Hakim Agung/Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI
                                                    KOMPAS, 22 November 2017



                                                           
Hukum profetik adalah hukum yang bersukma keadilan dan melindungi martabat kemanusiaan. Ia berdimensi transendental dan memiliki tali sumbu nilai dengan kebenaran hakiki dan terkait struktur rohani masyarakat beradab. Sebagai konstitusi kehidupan umat manusia yang substansinya bersumber nilai ilahiah, hukum profetik diperuntukkan bagi bangsa manusia yang memberikan transformasi nilai kebajikan.

Salah satu identitas hukum profetik adalah imanen dan mendorong bangsa manusia untuk hidup sesuai keragaman fitrahnya serta merupakan kaidah universal yang mengatur interaksi hubungan sosial  secara adil.

Hukum profetik merupakan akal semesta atau the golden rule, yang ditandai adanya konsistensi, yaitu apa yang dianggap baik dan berlaku bagi dirinya juga harus diberlakukan bagi orang. Sementara apa yang dianggap tak pantas diberlakukan bagi dirinya juga tidak boleh dilakukan terhadap orang lain. Hukum profetik berada di atas hukum buatan manusia, yurisdiksinya tidak mengenal batas negara, tanpa membedakan agama, ras, kepercayaan atau ideologi. 

Keberagaman suku bangsa, agama, ras, dan ideologi merupakan fitrah Ilahi yang harus dikelola sesuai konstitusi kemanusiaan. Tujuan-tujuan inheren hukum profetik, yang menyangkut sikap-sikap dan kebajikan sesuai fitrah kemanusiaan dengan kesempurnaan martabat manusia. Konotasinya, manusia tidak dibenarkan merendahkan martabat manusia lain karena denotasinya merendahkan martabat diri kemanusiaannya.

Di dalam negara beradab di dunia internasional berlaku apa yang disebut ius cogen atau norma dasar yang mengikat dan tidak dapat diubah. Maka, tidak dibenarkan suatu negara memberlakukan dan melegalkan perbudakan, perdagangan orang, dan perbuatan merendahkan martabat manusia lainnya.

Keadilan hukum profetik menghasilkan harmoni sosial dan tidak membenarkan segala bentuk pelanggaran HAM. Baik oleh manusia terhadap manusia lain, oleh golongan etnis, ras, bangsa yang satu terhadap yang lain, maupun oleh negara kuat atas negara lain dalam bentuk penjajahan, agresi, dan dominasi eksploitatif lainnya.

Hukum profetik merupakan hukum kemanusiaan universal yang tidak dibatasi oleh sekat negara, agama, dan ras serta bersukma keadilan, beresensi kebenaran, berspirit kemanusiaan. Demi memunculkan keadilan sejati, dalam perspektif hukum profetik, dalam mengadili suatu masalah tidak boleh ada bias nurani. Maka, pertimbangan hukum atau legal reasoning-nya tidak boleh mendiskriminasi salah satu pihak yang berperkara karena alasan agama atau suku. Bahkan terhadap orang yang tidak beragama pun harus tetap diberlakukan keadilan.

Hukum di negara Pancasila

Fungsi protektif hukum harus dimanifestasikan dalam realitas sosial. Penghormatan terhadap kemanusiaan bangsa dituntut untuk diwujudkan dalam bermasyarakat dan bernegara.

Hukum Pancasila sejatinya untuk melindungi dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan keberagaman suku dan agama di Indonesia. Kewibawaan hukum harus menjaga tatanan sosial politik yang dinamis dan memberi lorong keadilan berkemakmuran bagi rakyat Indonesia.

Hukum merupakan kehendak kebajikan yang ada dalam struktur rohaniah masyarakat bangsa. Dalam konstelasi yang demikian, hukum sejatinya jadi pemberi arah dan pendorong moral sosial bangsa.

Penyelesaian masalah hukum dapat melalui informal procedural justice (penyelesaian di luar pengadilan) dan spirit nilai permusyawaratan dengan mendayagunakan kearifan keindonesiaan. Kalaupun terpaksa melalui prosedur hukum formal sebagai ultimum remedium, putusan pengadilan harus dapat mengadopsi nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat sehingga berkualitas sebagai puncak kearifan dalam penyelesaian hukum dalam hidup berbangsa-bernegara.

Hal ini merupakan konsekuensi etis dari putusan yang berpedoman ”demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah kebangsaan, rakyat Indonesia sejatinya mempergunakan kearifan permusyawaratan.

Produk penyelesaian masalah hukum yang verdiktif, agar tidak menimbulkan matinya akal sehat (the death of common sense)  di dalam masyarakat, putusannya  harus masuk akal, merujuk pada norma, asas, dan nilai yang otentik. Lebih dari itu, tak lain agar jangan sampai terjadi matinya keadilan (the death of justice) karena  keadilan merupakan  kebutuhan pokok rohaniah masyarakat. Berfungsinya keadilan hukum akan menjadi cahaya yang menyinari peradaban bangsa karena sejarah menjadi saksi bahwa negara yang kuat dan beradab selalu memiliki pengadilan yang bermartabat.

Daya imbau moral hukum di negara Pancasila yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa harus dapat menginspirasi naluri sosial bangsa untuk menghargai dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dengan keadaban, yang pada gilirannya akan tercipta nilai estetik berupa harmoni sosial yang kokoh. Hukum Indonesia harus menjadi minyak pelumas bagi dinamika masyarakat kebangsaan untuk berinteraksi sosial secara terbuka dan elegan sehingga mencerminkan keindahan spiritual bangsa dalam menuju dataran idaman bernegara, yaitu keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. 

Menonjolnya peradaban suatu bangsa berkorelasi dengan adanya keunggulan titik tumbuh dari elemen peradabannya, seperti tegaknya keadilan, sistem politik, tradisi keilmuan, perdagangan, militer atau budaya, yang kesemua itu berujung pada simpul meningkatnya martabat kemanusiaan bangsanya. Jika sistem politik dan praktik penyelenggaraan kekuasaan menegasikan hak-hak asasi rakyat dan perangkat hukum rekrutmen kekuasaan politik tidak berspirit kerakyatan, cepat atau lambat kekuasaan tersebut akan pudar dan tunduk pada hukum alam siklus peradaban.

Konstitusi kehidupan

Pada hakikatnya nilai kemanusiaan menjadi konstitusi kehidupan dari bangsa manusia. Tanpa substansi kemanusiaan, komunitas bangsa akan kehilangan keotentikannya sebagai manusia bermartabat. Untuk itu, segala bentuk kejahatan HAM yang berat, korupsi politik, narkotika, terorisme, perdagangan orang, genosida, dan lain sejenisnya harus dicegah dan ditanggulangi.

Konsekuensi logisnya, jadi tanggung jawab yuridis negara untuk menanggulangi kejahatan luar biasa yang menghambat pembangunan bangsa. Sejatinya juga jadi kewajiban asasi setiap warga negara untuk peduli berbuat baik dan menghilangkan kemungkaran, membantu orang lain dengan spirit gotong royong.

Perangkat perundang-undangan di negara kita dan penegakan hukumnya harus dapat menginisiasi nilai keadaban yang membentuk budaya hukum sebagai kesadaran kolektif bangsa dalam bernegara hukum yang menghormati keadilan kemanusiaan. Arsitektur negara hukum Pancasila akan selalu tegak dan kokoh karena dibangun dengan fondasi persatuan yang direkatkan oleh semen kohesi sosial keadilan sehingga dapat melindungi martabat bangsa. Sebagai warga dari negara yang besar, bangsa Indonesia harus tetap menjaga optimisme dan merawat jiwa kejuangannya guna menjaga martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar