Hukum
untuk Kemanusiaan
Artidjo Alkostar ; Dosen Fakultas Hukum UII, Yogyakarta;
Hakim Agung/Ketua Kamar
Pidana Mahkamah Agung RI
|
KOMPAS,
22 November
2017
Hukum profetik adalah hukum
yang bersukma keadilan dan melindungi martabat kemanusiaan. Ia berdimensi
transendental dan memiliki tali sumbu nilai dengan kebenaran hakiki dan
terkait struktur rohani masyarakat beradab. Sebagai konstitusi kehidupan umat
manusia yang substansinya bersumber nilai ilahiah, hukum profetik
diperuntukkan bagi bangsa manusia yang memberikan transformasi nilai
kebajikan.
Salah satu identitas hukum
profetik adalah imanen dan mendorong bangsa manusia untuk hidup sesuai
keragaman fitrahnya serta merupakan kaidah universal yang mengatur interaksi
hubungan sosial secara adil.
Hukum profetik merupakan akal
semesta atau the golden rule, yang ditandai adanya konsistensi, yaitu apa
yang dianggap baik dan berlaku bagi dirinya juga harus diberlakukan bagi
orang. Sementara apa yang dianggap tak pantas diberlakukan bagi dirinya juga
tidak boleh dilakukan terhadap orang lain. Hukum profetik berada di atas
hukum buatan manusia, yurisdiksinya tidak mengenal batas negara, tanpa
membedakan agama, ras, kepercayaan atau ideologi.
Keberagaman suku bangsa, agama,
ras, dan ideologi merupakan fitrah Ilahi yang harus dikelola sesuai
konstitusi kemanusiaan. Tujuan-tujuan inheren hukum profetik, yang menyangkut
sikap-sikap dan kebajikan sesuai fitrah kemanusiaan dengan kesempurnaan
martabat manusia. Konotasinya, manusia tidak dibenarkan merendahkan martabat
manusia lain karena denotasinya merendahkan martabat diri kemanusiaannya.
Di dalam negara beradab di
dunia internasional berlaku apa yang disebut ius cogen atau norma dasar yang
mengikat dan tidak dapat diubah. Maka, tidak dibenarkan suatu negara
memberlakukan dan melegalkan perbudakan, perdagangan orang, dan perbuatan
merendahkan martabat manusia lainnya.
Keadilan hukum profetik
menghasilkan harmoni sosial dan tidak membenarkan segala bentuk pelanggaran
HAM. Baik oleh manusia terhadap manusia lain, oleh golongan etnis, ras,
bangsa yang satu terhadap yang lain, maupun oleh negara kuat atas negara lain
dalam bentuk penjajahan, agresi, dan dominasi eksploitatif lainnya.
Hukum profetik merupakan hukum
kemanusiaan universal yang tidak dibatasi oleh sekat negara, agama, dan ras
serta bersukma keadilan, beresensi kebenaran, berspirit kemanusiaan. Demi
memunculkan keadilan sejati, dalam perspektif hukum profetik, dalam mengadili
suatu masalah tidak boleh ada bias nurani. Maka, pertimbangan hukum atau
legal reasoning-nya tidak boleh mendiskriminasi salah satu pihak yang
berperkara karena alasan agama atau suku. Bahkan terhadap orang yang tidak
beragama pun harus tetap diberlakukan keadilan.
Hukum di negara Pancasila
Fungsi protektif hukum harus
dimanifestasikan dalam realitas sosial. Penghormatan terhadap kemanusiaan
bangsa dituntut untuk diwujudkan dalam bermasyarakat dan bernegara.
Hukum Pancasila sejatinya untuk
melindungi dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan keberagaman suku
dan agama di Indonesia. Kewibawaan hukum harus menjaga tatanan sosial politik
yang dinamis dan memberi lorong keadilan berkemakmuran bagi rakyat Indonesia.
Hukum merupakan kehendak
kebajikan yang ada dalam struktur rohaniah masyarakat bangsa. Dalam
konstelasi yang demikian, hukum sejatinya jadi pemberi arah dan pendorong
moral sosial bangsa.
Penyelesaian masalah hukum
dapat melalui informal procedural justice (penyelesaian di luar pengadilan)
dan spirit nilai permusyawaratan dengan mendayagunakan kearifan
keindonesiaan. Kalaupun terpaksa melalui prosedur hukum formal sebagai
ultimum remedium, putusan pengadilan harus dapat mengadopsi nilai keadilan
yang hidup dalam masyarakat sehingga berkualitas sebagai puncak kearifan
dalam penyelesaian hukum dalam hidup berbangsa-bernegara.
Hal ini merupakan konsekuensi
etis dari putusan yang berpedoman ”demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah kebangsaan, rakyat
Indonesia sejatinya mempergunakan kearifan permusyawaratan.
Produk penyelesaian masalah
hukum yang verdiktif, agar tidak menimbulkan matinya akal sehat (the death of
common sense) di dalam masyarakat,
putusannya harus masuk akal, merujuk
pada norma, asas, dan nilai yang otentik. Lebih dari itu, tak lain agar
jangan sampai terjadi matinya keadilan (the death of justice) karena keadilan merupakan kebutuhan pokok rohaniah masyarakat.
Berfungsinya keadilan hukum akan menjadi cahaya yang menyinari peradaban
bangsa karena sejarah menjadi saksi bahwa negara yang kuat dan beradab selalu
memiliki pengadilan yang bermartabat.
Daya imbau moral hukum di
negara Pancasila yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa harus dapat
menginspirasi naluri sosial bangsa untuk menghargai dan menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan dengan keadaban, yang pada gilirannya akan tercipta nilai
estetik berupa harmoni sosial yang kokoh. Hukum Indonesia harus menjadi
minyak pelumas bagi dinamika masyarakat kebangsaan untuk berinteraksi sosial
secara terbuka dan elegan sehingga mencerminkan keindahan spiritual bangsa
dalam menuju dataran idaman bernegara, yaitu keadilan sosial bagi rakyat
Indonesia.
Menonjolnya peradaban suatu
bangsa berkorelasi dengan adanya keunggulan titik tumbuh dari elemen
peradabannya, seperti tegaknya keadilan, sistem politik, tradisi keilmuan,
perdagangan, militer atau budaya, yang kesemua itu berujung pada simpul
meningkatnya martabat kemanusiaan bangsanya. Jika sistem politik dan praktik
penyelenggaraan kekuasaan menegasikan hak-hak asasi rakyat dan perangkat
hukum rekrutmen kekuasaan politik tidak berspirit kerakyatan, cepat atau
lambat kekuasaan tersebut akan pudar dan tunduk pada hukum alam siklus
peradaban.
Konstitusi kehidupan
Pada hakikatnya nilai
kemanusiaan menjadi konstitusi kehidupan dari bangsa manusia. Tanpa substansi
kemanusiaan, komunitas bangsa akan kehilangan keotentikannya sebagai manusia
bermartabat. Untuk itu, segala bentuk kejahatan HAM yang berat, korupsi
politik, narkotika, terorisme, perdagangan orang, genosida, dan lain
sejenisnya harus dicegah dan ditanggulangi.
Konsekuensi logisnya, jadi
tanggung jawab yuridis negara untuk menanggulangi kejahatan luar biasa yang
menghambat pembangunan bangsa. Sejatinya juga jadi kewajiban asasi setiap
warga negara untuk peduli berbuat baik dan menghilangkan kemungkaran,
membantu orang lain dengan spirit gotong royong.
Perangkat perundang-undangan di
negara kita dan penegakan hukumnya harus dapat menginisiasi nilai keadaban
yang membentuk budaya hukum sebagai kesadaran kolektif bangsa dalam bernegara
hukum yang menghormati keadilan kemanusiaan. Arsitektur negara hukum
Pancasila akan selalu tegak dan kokoh karena dibangun dengan fondasi
persatuan yang direkatkan oleh semen kohesi sosial keadilan sehingga dapat
melindungi martabat bangsa. Sebagai warga dari negara yang besar, bangsa
Indonesia harus tetap menjaga optimisme dan merawat jiwa kejuangannya guna
menjaga martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar