Mengajarkan
Masa Depan
Victor Yasadhana ; Direktur Pendidikan Yayasan Sukma
|
MEDIA
INDONESIA, 27 November 2017
TERSIRAT kekhawatiran yang serius dalam
pernyataan Clayton M Christensen, profesor Harvard Business School, Harvard
University, saat berbicara dalam salah satu sesi panel di Salesforce.org 5th
Annual Higher Ed Summit di University of Texas System, Austin, Texas, AS,
April 2017. Sebelumnya, Christensen yang dikenal sebagai pencetus teori
Disruptive Innovation yang dianggap sebagai 'ide bisnis paling berpengaruh di
abad ke-21--menyatakan bahwa separuh dari 4.000 college dan universitas di AS
akan bangkrut 10-15 tahun ke depan. Dalam sesi panel itu, Christensen bahkan menegaskan
kebangkrutan akan terjadi kurang dari satu dekade.
Penyebab kebangkrutan ialah tumbuhnya
perkuliahan daring yang semakin efektif dan efisien dalam segi biaya. Jika
dibandingkan dengan proses perkuliahan yang dilakukan kebanyakan universitas
dan college tradisional, perkuliahan daring akan tumbuh dengan biaya yang
semakin murah bagi kebanyakan orang. Pernyataan Christensen tampak sejalan
dengan data jumlah pengguna internet di dunia yang mencapai 3.885.567.619 di
Juni 2017 (Internet World Stats: 2107). Dengan berkembangnya jumlah pengguna
internet, perkuliahan daring semakin berpeluang berkembang dan mampu menekan
biaya yang dibutuhkan untuk memberikan layanan.
Mimpi akan pendidikan berkualitas yang
sebelumnya hanya bisa diakses oleh mereka yang kuat secara ekonomi karena
biasanya pendidikan/sekolah berkualitas berbiaya mahal--diperkirakan akan
bisa juga didapatkan banyak orang dengan biaya yang lebih murah. College dan universitas yang hanya
menyajikan layanan pendidikan bagi segmen masyarakat kelas atas dan dianggap
menguntungkan, sementara pada saat bersamaan melupakan segmen masyarakat di
bawahnya bisa diserobot oleh para pengembang layanan pendidikan daring.
Terlebih jika mereka--Chistensen menyebutnya dengan istilah
incumbents--terlalu malas untuk melakukan inovasi secara terus-menerus.
Kiamat bagi lembaga-lembaga pendidikan
semacam ini kian mendekat. Pada tingkat pendidikan yang lebih rendah, lembaga
pendidikan dengan proses belajar yang tradisional kurang lebih mendapatkan
tantangan yang sama. Perkembangan teknologi, terutama maraknya penggunaan
jaringan internet di masyarakat, mendorong munculnya berbagai aplikasi
pembelajaran yang pada titik tertentu lebih menarik jika dibanding proses
belajar tradisional. Semakin marak dan mudahnya akses internet juga mengubah
cara, strategi, gaya dan budaya belajar siswa. Mungkin terlalu cepat untuk
menyimpulkan bahwa sekolah akan segera digantikan oleh aplikasi pembelajaran
daring, tetapi jika fenomena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
tidak direspons dengan serius, ramalan Christensen juga akan berlaku di sini.
Kids
zaman now
Penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi yang masif ialah bagian dari fenomena menarik tentang generasi
kids zaman now. Sebuah istilah yang berkembang di lini masa warganet untuk
menjelaskan berbagai fenomena ide, tabiat, dan perilaku anak-anak di masa
kini yang berbeda dengan generasi mereka sebelumnya. Beberapa sumber
menyatakan, istilah ini konon muncul dari akun palsu Seto Mulyadi akrab
dipanggil Kak Seto di media sosial beberapa waktu lalu. Beberapa pendapat
warganet menyatakan salah satu ciri yang paling menonjol dari generasi kids
zaman now ialah keakraban mereka dengan perkembangan teknologi yang ditandai
dengan penggunaan gawai secara ekstensif, kebutuhan pengakuan dan eksistensi
di dunia maya dan ketergantungan tinggi akan koneksi internet.
Menurut data Internet World Stats,
diperkirakan lebih dari 1,9 miliar orang menggunakan internet di kawasan
Asia. Sementara angka pengguna internet di RI sebanyak 132,7 juta orang atau
50,4% dari total populasi. Dari angka itu, diperkirakan 24,4 juta orang atau
18,4% adalah pengguna internet yang berada di golongan usia 10-24 tahun.
Mahasiswa pengguna internet berjumlah 10,3 juta orang atau 7,8%, sedangkan
pelajar yang menggunakan internet berjumlah 8,3 juta orang atau 6,3% dari
total pengguna internet nasional (Survei Asosiasi Penyelengara Jasa Internet
Indonesia: 2016).
Menimbang data itu, segmen pelajar dan
mahasiswa yang kebanyakan generasi kids zaman now berada, adalah lahan yang
cukup besar untuk dijadikan pengembangan layanan pendidikan daring.
Ketertarikan--untuk tidak disebut ketergantungan--generasi ini terhadap
teknologi juga mengimbas pada respons dan perilaku mereka dalam proses
pembelajaran. Diperlukan pendekatan dan strategi khusus untuk menjamin proses
pembelajaran yang efektif bagi mereka. Beberapa inovasi pendidikan bisa
ditimbang sebagai respons terhadap fenomena perkembangan teknologi informasi
dan fenomena generasi kids zaman now.
Pertama, berkaitan dengan teknologi.
Penerapan dan penggunaan teknologi dalam proses belajar memberikan keuntungan
yang besar bagi upaya pengembangan pendidikan. Pengunaan teknologi dalam
proses belajar adalah sesuatu yang menyenangkan. Teknologi yang digemari
generasi kids zaman now, seperti penggunaan telepon genggam, tablet, atau
laptop berikut koneksi internet, dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari
kegiatan pembelajaran. Pencarian bahan ajar sebagai materi diskusi atau
pemanfaatan berbagai video pembelajaran yang tersedia gratis di berbagai
situs-situs pendidikan seperti Khan Academy, Amazon Education, Ruangguru,
Wikipedia, dan lainnya dapat membantu guru menyelenggarakan proses belajar
yang lebih menarik.
Teknologi tidak dianggap sebagai ancaman
atau hambatan dalam proses belajar. Memberi makna positif pada berbagai gawai
yang sudah menjadi bagian gaya hidup akan mendekatkan proses belajar sebagai
aktivitas yang wajar dan menyenangkan. Kedua, keterampilan untuk menggunakan
teknologi itu sendiri. Memberi nilai tambah pada teknologi dalam proses
pembelajaran mensyaratkan pengguasaan dan keterampilan tertentu terhadap
teknologi. Guru dan siswa tidak cukup menjadi pengguna (mengakses), tetapi
harus mampu menganalisis, mengevaluasi, dan memproduksi teknologi. Ketiga,
keterlibatan masyarakat.
Menyelenggarakan pendidikan yang
berkualitas di era digital ialah kerja tim yang membutuhkan keterlibatan
lebih banyak pemangku kepentingan. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang pesat membutuhkan respons cepat dan akurat. Proses
pembelajaran mustahil dilakukan hanya saat di sekolah atau di dalam kelas
semata. Keterlibatan banyak pihak juga diperlukan untuk mengeliminasi efek
negatif dari penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Terakhir dan paling
penting berkaitan dengan peningkatan kapasitas guru. Pengembangan diri dan
karier guru adalah kunci untuk menghasilkan guru yang bisa merespons
perkembangan zaman dan teknologi.
Besarnya jumlah pengguna internet di
Indonesia tidak berarti, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
menjadi jamak dilakukan di ranah pendidikan. Tuntutan bagi guru untuk lebih
menjadi fasilitator dan bukan hanya 'juru transfer ilmu' di era digital
mutlak memerlukan pengetahuan yang memadai tentang teknologi. Guru yang
memperkaya dirinya dengan berbagai kemampuan untuk memanfaatkan teknologi,
akan mudah diterima dan mampu menginspirasi murid generasi kids zaman now
yang juga gandrung akan teknologi.
Guru dan murid berada dalam 'frekuensi' dan
'bahasa' yang sama. Maka guru berpeluang untuk menghadirkan moment of
learning yang melekat dalam ingatan, menginspirasi dan mengubah hidup
muridnya di masa depan. Seperti ditegaskan Christensen, "Mungkin hanya
ada satu hal yang tidak bisa digantikan pembelajaran daring, yaitu inspirasi
dari para pengajar yang mampu mengubah hidup muridnya di masa depan."
Menginspirasi dan mengajarkan masa depan. Selamat Hari Guru! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar