Guru
dan Investasi Masa Depan
Susanto ; Ketua KPAI, menulis di sela-sela mengikuti
acara Learning Session "Investing in Children's Right", 22-24
November 2017 di Manila, Filipina
|
DETIKNEWS,
24 November
2017
Guru dan wajah peradaban masa
depan sesungguhnya tak dapat dipisahkan. Kondisi guru saat ini akan
menghasilkan potret anak bangsa 15 tahun, hingga ratusan tahun ke depan.
Maka, jika kita serius mengelola guru, sejatinya kita sedang mendesain
kualitas generasi bangsa kita sekian tahun yang akan datang. Inilah yang
disebut investasi besar bagi negeri.
Sering sebagian orang berpikir
bahwa investasi dimaknai dengan hitung-hitungan ekonomi. Sementara, saat
memperhatikan nasib guru, sekadar dimaknai sebagai balas budi atas jasa-jasa
baiknya. Padahal sejatinya kita sedang berinvestasi besar mencetak keandalan
anak negeri melalui seorang guru. "Invest in the future, invest in
teachers. Teachers are an investment for the child future of all
countries."
Mayoritas guru memang telah
mengalami peningkatan kesejahteraan. Apalagi guru PNS di DKI Jakarta tentu
surga bagi guru Indonesia. Adanya kebijakan sertifikasi, dari sisi
peningkatan kesejahteraan ada perbaikan, meski dari sisi manajemen perlu
pembenahan agar guru fokus mendidik dan bukan lagi terbebani hal-hal lain
yang berpotensi mengganggu proses internalisasi nilai-nilai unggul pada anak.
Namun, meskipun sebagian besar
ada perbaikan, masih banyak pula guru honorer dan sebagian guru sekolah
swasta bersusah payah mendidik anak terutama di pelosok desa. Mereka jauh
dari "peradaban", bahan ajar terbatas, sumber pengetahuan minim,
ditambah upah yang tak sebanding dengan perjuangannya mendidik anak negeri.
Bayangkan, saat ini masih ada
guru —yang pekerjaannya begitu mulia— digaji 200-350 ribu rupiah per bulan.
Tetapi, napas perjuangannya untuk mendidik anak tak padam. Belum tahu pasti,
mengapa guru-guru ini tetap betah mengabdi, di tengah biaya hidup yang tidak
ringan. Yang pasti, dedikasi guru-guru ini sangat besar bagi anak bangsa.
Inilah salah satu tantangan
mewujudkan guru ramah anak. Memang faktor terbesar untuk mewujudkan guru
ramah anak adalah kualitas cara berpikir. Namun, lemahnya ekonomi guru
tampaknya juga berdampak bagi performa guru Indonesia.
Problem anak semakin kompleks,
seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang tak
terbendung. Bullying, kejahatan pornografi, trafficking, kejahatan berbasis
cyber bahkan radikalisme telah menjadi penyakit baru. Jika guru tak mampu
mendeteksi dan mencegah, hal ini berpotensi melemahkan kualitas anak bangsa
ke depan. Padahal pada pundaknya, kita semua menitipkan negara ini.
Pada pundak guru, kita akan
mengukir nama besar Indonesia di kemudian hari, dan pada pundaknya kita akan
memastikan kualitas peradaban kita. Maka, tak ada kata lain: Muliakan guru,
agar namanya tetap harum.
Tak ada bangsa yang besar tanpa
peran seorang guru. Belajarkan guru, agar tak mudah goyah, tak mudah putus
asa, dan tak mudah marah ketika ada siswa yang perlu sentuhan pendidikan yang
ramah. Bangkitkan jiwa guru, agar memiliki etos pendidik sejati, bukan semata
bekerja dengan hitungan hari.
Selamat Hari Guru! Semoga guru
Indonesia semakin kompetitif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar