Kamis, 09 November 2017

Membangun Masyarakat Bubble Boys Syariah

Membangun Masyarakat Bubble Boys Syariah
Iqbal Aji Daryono  ;   Pemerhati Rupa-rupa
                                                DETIKNEWS, 07 November 2017



                                                           
Sebelum muncul tulisan Kalis Mardiasih di media ini pada Jumat kemarin, sebenarnya saya tidak begitu memperhatikan iklan itu. Hingga kemudian Kalis memberikan gambaran ringkasnya, lalu saya penasaran, dan menyimak video iklan nan ajaib tersebut dari akun Instagram milik anak seorang politisi gaek yang terindikasi jadi buzzer-nya.

Hasilnya, saya melongo. Kekaguman saya menyentuh titik paripurna. Kalis menulis tentang bagaimana iklan-iklan islami mulai perumahan sampai daycare rentan membuat kita melupakan banyak hal, dan seterusnya. Namun konsentrasi saya malah tersedot habis ke satu kalimat yang muncul mencolok di iklan perumahan beraroma surga itu. Kompleks megah dengan beberapa menara yang muat menampung 800 keluarga, berpusat di sebuah masjid raya yang penuh kegiatan majelis taklim dan hafalan Alquran saban harinya, dengan fasilitas olah raga memanah dan berkuda.

Sebut saja namanya Mawar, Mawar Living, bukan nama sebenarnya, karena saya sedang malas terkena UU IITE. Nih, resapi baik-baik kalimat dahsyat yang terpajang gagah di situ:

"Untuk menjaga kualitas hidup, hanya mereka yang lolos screening karakter yang boleh memiliki (unit tempat tinggal di) Mawar Living."

Wow. Bayangkan. Bukan cuma fit and proper test terkait kesehatan dompet untuk bisa masuk ke perumahan itu. Tapi karakter, Mas. Karakter! Dalam bahasa Islam, artinya siapa pun yang ingin menempati hunian istimewa itu harus merupakan manusia-manusia dengan jaminan akhlakul karimah. Ini bukan tes main-main, tentu saja.

Dulu, saya pernah resah dengan bermunculannya kompleks-kompleks perumahan khusus muslim. Terbayang di kepala saya bahwa tanpa sadar mereka mengisolasi diri, membuat anak-anak mereka tidak mengenal realitas lain dalam kehidupan sosial selain "realitas" manusia-manusia seiman saja di sekitar mereka. Namun Mawar Living ini melangkah seribu kilometer lebih jauh lagi. Bukan cuma kategori administratif yakni label agama dalam catatan negara, melainkan sudah ukuran kualitatif yang tak terlalu kasat mata.

Seleksi kategori iman sebagaimana dalam perumahan-perumahan khusus muslim bisa dijalankan segampang pemeriksaan KTP. Selama di KTP Anda tertera Islam sebagai agama, dan Anda kuat bayar DP serta cicilan, silakan masuk. Tapi bagaimana kalau syarat yang ditetapkan adalah karakter, akhlak, moral? Bagaimana cara pengelola perumahan itu menjalankan seleksi masuk? Bagaimana bila ternyata setelah satu bulan tinggal di sana, salah satu penghuni baru ketahuan melakukan tindakan yang menurut dewan syariah Mawar Living tergolong akhlak tercela?

Saya yakin, soal rajin salat lima waktu dan tahajud bukan lagi kriteria yang perlu dibahas. Itu syarat paling dasar bagi calon penghuni Mawar Living, tak bedanya syarat standar IPK tiga koma bagi lulusan universitas yang mau menjejali ibukota dengan melamar kerja di Jakarta. Maka, tak bisa tidak, selain psikotes islami dan tes wawancara, Mawar Living harus melakukan serangkaian pengamatan kepada para calon penghuninya.

Taruh kata, ada satu pekan masa uji coba. Selama itu akan ada para petugas divisi intelijen yang mengamati akhlak mereka. Ada kamera-kamera CCTV di setiap pojokan, juga voice recorder di sudut-sudut tersembunyi. Dari situ terpantau siapa yang malas salat Dhuha, siapa yang tidak mengucap salam waktu berjumpa satu sama lain, siapa yang mulutnya tidak tampak komat-kamit berdoa tiap kali mau makan, siapa yang tepergok ber-ghibah alias bergosip, siapa yang tertangkap tangan curi-curi pandang saat istri tetangga lewat, dan seterusnya.

Lebay? Lho ya harus begitu. Sebab ini langkah paling masuk akal untuk menjamin kualitas karakter para penghuni Mawar Living! Apa sampean kira perkara karakter alias akhlak bisa diverifikasi cukup dengan sesi ujian tertulis pilihan ganda, dengan pertanyaan semacam, "Apa yang akan Anda lakukan jika ada tetangga menyetel musik-musik sekuler yang membuat kita lalai dari mengingat Allah? A. Mengetuk pintunya lalu mengingatkan tentang mudarat dari apa yang dia setel. B. Mencabut sekering di depan unit rumahnya. C. Mendoakannya."

Mekanisme tes seperti itu cuma dapat dipakai untuk mengukur kemampuan kognitif saja, seberapa jauh pengetahuan keislaman para calon penghuni Mawar Living. Namun ia sama sekali belum cukup sebagai sistem pengukuran kualitas karakter.

Taruh kata pada akhirnya Mawar Living benar-benar berhasil menjalankan seleksi karakter, sehingga berkumpullah 800 keluarga muslim dengan jaminan akhlak mulia. Kira-kira, apa yang akan terjadi?

Entahlah. Namun saya yakin, bakalan tumbuh perasaan komunal tertentu di dalam hati para penghuni Mawar Living. Pada awalnya mereka akan merasa aman, karena telah berada di lingkungan yang steril dari dosa. Lalu muncul rasa cemas ketika suatu kali harus menghadapi orang-orang dari luar kompleks mereka. Itu kecemasan yang sangat wajar, sebab bukankah siapa pun yang berasal dari luar Mawar Living belum terjamin kemuliaan akhlaknya? Sungguh berbeda dengan mereka yang berkualitas uebermensch dan sudah 100% lolos uji itu, kan?

Semakin lama, wajah-wajah mereka mungkin bakalan jadi mirip Jimmy Livingston dalam film Bubble Boy garapan Blair Hayes. Jimmy, yang terlahir tanpa sistem kekebalan tubuh itu, dipaksa tinggal di dalam sebuah kubah khusus di kamarnya. Kubah itu super-steril, melindungi dia dari berbagai kuman penyakit yang beterbangan di sekitarnya. Untuk hiburan, ibunya hanya memberinya asupan Majalah Highlights dan serial tivi Land of the Lost. Itu saja, tak ada yang lain. Selebihnya adalah setumpuk larangan dan larangan.

Tidak mustahil para penghuni Mawar Living juga akan tumbuh ala Bubble Boy. Pada awalnya mereka menjaga diri dari kuman-kuman maksiat dan segala jenis kemungkaran di luar kompleks mereka. Lambat laun yang tumbuh di hati mereka justru rasa takut, hilangnya sistem imun dalam menghadapi segala godaan dari luar mereka, hingga ujungnya melihat siapa pun dari luar lingkungan mereka sebagai ancaman.

Apakah semua bayangan saya itu terlalu imajinatif? Memang, saya juga tahu, kok. Hehehe. Tapi saya berharap sales marketing mereka jadi membaca ratapan ini, lalu segera memberikan respons terburu-buru,

"Enggak, Maaas! Enggak serumit itu kok. Mau tinggal di Mawar Living gampang, pokoknya bersedia melunasi kredit tanpa riba, dan selanjutnya berkomitmen menjalankan kehidupan islami di kompleks kita. Itu saja. Tidak mungkin kami sampai melakukan tes-tes akhlak sebegitu detailnya hahaha. Jadi silakan, jangan ragu-ragu, kirim Whatsapp ke nomer ini biar antum segera masuk waiting list. Atau karena Whatsapp ada gambar pornonya, monggo datang langsung saja ke kantor pemasaran kami."

Oalah, ngomong kek dari tadi. Ternyata memang tidak serumit itu. Ternyata perumahan itu sama saja dengan euforia produk-produk berlabel syariah lainnya. Ternyata hunian dengan warga berakhlak pilihan itu semata dagangan pada umumnya, untuk menjadikan umat beragama yang semangatnya sedang meledak-ledak ini sebagai pasar, pasar, dan pasar. Hoahm, lagu lama….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar