Jumat, 06 Juni 2014

Pembangunan Ekonomi Berbasis Inovasi

Pembangunan Ekonomi Berbasis Inovasi

Rokhmin Dahuri  ;   Ketua DPP PDI Perjuangan
KOMPAS,  02 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
INDONESIA memiliki modal dasar terlengkap menjadi bangsa yang sejahtera dan berdaulat. Dengan penduduk 250 juta, bonus demografi, kekayaan alam, dan posisi geoekonomi di pusat perdagangan global, seharusnya Indonesia sudah masuk negara maju.

Namun, sudah 69 tahun merdeka, Indonesia masih saja masuk negara berkembang (GNP per kapita 5.000 dollar AS) dengan angka pengangguran dan kemiskinan tinggi, dan daya saing ekonomi rendah. Tingkat kemajuan dan kemakmuran Indonesia hanya peringkat ke-6 di ASEAN di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Yang lebih mencemaskan, struktur ekonomi Indonesia sangat bergantung pada eksploitasi SDA yang miskin hilirisasi dan nilai tambah. Pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir lebih dari 70 persen berasal dari konsumsi, ekspor komoditas mentah, aliran masuk ”uang panas”, dan sektor non-tradable, seperti properti, hotel, mal, dan jasa angkutan. Bahkan, Indonesia menjadi bangsa pengimpor pangan terbesar dunia.

Strategi industrialisasi

Untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, kita harus membangun perekonomian berbasis industri yang mampu memenuhi kebutuhan nasional ataupun ekspor secara berkelanjutan. Barang dan jasa harus kompetitif yang berciri kualitas unggul, relatif murah, produksi teratur, dan memenuhi kebutuhan pasar.

Dalam jangka pendek dan menengah (1-5 tahun ke depan), kita mesti memperkuat dan mengembangkan baik perusahaan nasional berskala besar maupun UMKM yang mampu: (1) menghasilkan barang dan jasa yang kompetitif, (2) pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 8 persen per tahun), (3) menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan rata-rata 7.250 dollar AS (pendapatan minimal negara menengah atas), dan (4) tersebar di seluruh wilayah NKRI.

Ini sangat mungkin kita realisasikan dengan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan nilai tambah sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, ESDM, serta pariwisata. Kita juga harus merevitalisasi industri unggulan, seperti tekstil, elektronik, otomotif, makanan dan minuman, serta industri kreatif agar lebih berdaya saing.

Secara simultan hingga 25 tahun ke depan, kita harus secara sistematis dan berkesinambungan mentransformasikan struktur ekonomi nasional dengan menerapkan teknologi mutakhir, skala ekonomi, dan manajemen sistem rantai suplai terpadu. Hilirisasi sektor ESDM jangan lagi seperti sekarang, lebih dari 85 persen pengelolaan migas dan pertambangan umum dikelola korporasi asing.

Dalam hal industrialisasi, kita bisa belajar dari Korea Selatan. Negara yang tahun 1960-an kemakmurannya di bawah Indonesia, sejak 1997 sudah menjadi negara industri maju yang makmur. Negeri ginseng ini juga yang paling cepat bangkit dari krisis ekonomi Asia 1998 dan menjadi raksasa ekonomi dunia karena industri dasarnya kuat dan berdaya saing.

SDM inovatif

Fakta empiris menunjukkan bahwa bangsa-bangsa yang maju dan sejahtera, seperti yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), Singapura, dan Tiongkok adalah mereka yang memiliki daya inovasi tinggi.

Saat ini, Indonesia tergolong bangsa dengan daya inovasi rendah. Dari 142 negara yang disurvei tentang kapasitas inovasi bangsa-bangsa (Global Innovation Index), Indonesia di peringkat ke-85. Sementara Singapura peringkat ke-8, Malaysia ke-32, Tiongkok ke-35, Thailand ke-57, Filipina ke-65, dan Vietnam ke-76. Bangsa dengan kapasitas inovasi tertinggi diraih Swiss, Swedia, Inggris, Belanda, dan AS (Cornell University, INSEAD dan WIPO, 2013).

Inovasi berarti kemampuan suatu bangsa untuk meningkatkan kinerja sektor-sektor ekonomi, mengembangkan cara-cara baru dalam kegiatan ekonomi (existing economic activities), dan mengembangkan sektor-sektor ekonomi baru yang lebih produktif, efisien, dan berdaya saing secara berkelanjutan.

Contoh betapa pentingnya sinergi inovasi adalah ihwal pesawat terbang produk IPTN. Secara teknologi, pesawat terbang buatan IPTN tidak kalah dengan pesawat sejenis buatan Spanyol, Kanada, dan Tiongkok. Namun, karena kita lemah di bidang jaringan pemasaran dan manajemen, pesawat IPTN kalah bersaing.

Sistem pendidikan mesti dirombak agar mampu menumbuh-kembangkan budaya inovasi, bukan sekadar menghafal seperti sekarang. Pemerintah berkewajiban mengajak perusahaan swasta baik nasional maupun internasional ”mengindustrikan” hasil-hasil penelitian dari perguruan tinggi dan berbagai lembaga penelitian, dari skala laboratorium menjadi produk komersial.

Kita harus membangun klaster-klaster (hub) teknologi yang menampung segenap aktivitas perusahaan berteknologi tinggi (high-tech) berkelas dunia dan didukung beberapa perguruan tinggi nasional minimal di barat, tengah, dan timur Indonesia.
Seperti halnya Silicon Valley di California, AS; Biopolis di Singapura; Bangalore di India; dan Zhongguancun Technology Center di Beijing, RRC. Anggaran riset harus ditingkatkan, dari hanya 0,1 persen PDB menjadi 3-4 persen PDB seperti negara maju (Erostat, 2012).

Dengan melaksanakan peta jalan (roadmap) pembangunan ekonomi berbasis inovasi seperti di atas, kita akan mampu mengatasi permasalahan kronis bangsa, seperti pengangguran, kemiskinan, kesenjangan kaya versus miskin, rentannya ketahanan pangan dan energi, serta daya saing yang rendah. Targetnya, pada tahun 2019 status ekonomi kita meningkat menjadi berpendapatan menengah atas (rata-rata GNP per kapita di atas 7.250 dollar AS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar