Surat
untuk Pecinta Gang Dolly
Yasha
Nomiva ; Penulis Buku,
Mahasiswa Prodi
Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad
|
HALUAN,
25 Juni 2014
Gang
Dolly, lokalisasi yang disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara ini akhirnya
ditutup secara resmi tanggal 18 Juni lalu. Namun pada hari-hari berikutnya
masih saja berjalan kegiatan di daerah lokalisasi yang berusia sudah lebih
dari 40 tahun ini. Keadaan ini sungguh ironis dan memprihatinkan.
Bila
Anda melihat pekerja seks komersial (PSK) dan pemilik usaha di Gang Dolly
yang bersikeras menolak penutupan Dolly, bahkan menggelar istigasah di jalan
demi kelanjutan hidup mereka, apa yang terlintas di pikiran Anda? Apakah
benar mereka hanya manusia yang butuh makan?
Mereka
yang berdoa agar Gang Dolly tidak ditutup ini adalah orang-orang beragama.
Dapatkah dibenarkan secara agama, mencari nafkah dari bisnis esek-esek?
Memang benar manusia memiliki kebutuhan dasar dalam hidupnya, salah satunya
makanan, seperti yang diungkapkan dalam teori Maslow. Namun manusia tidak
hanya hidup dari makanan saja.
Manusia
yang beriman kepada Tuhan tidak hanya memedulikan kebutuhan perutnya saja.
Ada sebuah kebutuhan rohani. Ini dikarenakan manusia tidak hanya memiliki
tubuh tetapi juga jiwa. Mereka yang gelap mata jiwanya tentu hanya mementingkan
perkara perut dan alat kelamin alias lapar dan nafsu birahi. Lalu apa bedanya
Anda dengan hewan bila Anda hidup hanya untuk makan dan bersenggama?
Baiklah,
mereka yang menolak penutupan lokalisasi ini dapat beralibi bahwa warga yang
menggerakan bisnis ini hanya lulusan SD atau bahkan tidak sekolah, mereka
tidak dapat bekerja di bidang lain yang membutuhkan SDM kompeten.
Faktanya,
memberi kursus keterampilan usaha yang lain pada orang-orang ini dapat
dilakukan dan tidak mungkin mereka tidak sanggup belajar. Penulis justru
merasa dalih tersebut merendahkan kepintaran mereka sendiri. Jika mereka
tidak pintar, mana mungkin terlintas di benak mereka mengembangkan daerah
lokalisasi sedemikian rupa selama lebih dari 40 tahun hingga disebut-sebut
lokalisasi terbesar di Asia Tenggara?
Beberapa
PSK malah berujar di media, “Wanita
mana yang mau tidur dengan banyak lelaki demi mencari nafkah?” Tidak
hanya satu orang yang berceloteh seperti itu, PSK lainnya turut menyatakan
kalimat yang sama.
Logikanya,
jika Anda merasa hal itu tabu dan tidak layak atau tidak menyenangkan untuk
dilakukan, ya berhenti lakukan itu atau jangan lakukan itu. Jika PSK tersebut
masih saja berdalih soal apa lagi yang bisa ia jual selain dirinya atau
tubuhnya, maka penulis dengan tegas mengatakan masih banyak pilihan pekerjaan
lain yang lebih bermartabat dan tidak susah dijalankan.
Fakta
lainnya adalah keuntungan yang mereka raup lebih besar dari upah pegawai
kantoran yang harus sarjana dulu untuk mendapatkan pekerjaan. Setiap PSK saja
bisa mengantongi uang antara Rp 13 juta dan Rp 15 juta per bulan. Sementara
sang mucikari bisa mendapat Rp 60 juta. Data tersebut dilansir sebuah media
online 108Jakarta.com. Apakah ini berarti mereka hanya ingin mudah dan cepatnya
saja dalam mencari uang?
Mari
cermati keadaan anak-anak yang tinggal di daerah sekitar Gang Dolly.
Nilai-nilai seperti apa yang dapat tertanam dalam pikiran mereka bila hidup
di lingkungan seperti ini? Tentu nilai-nilai yang melenceng dari norma agama
dan adat budaya yang seharusnya.
Penulis
juga mengajak Anda memikirkan perputaran jual-beli remaja wanita yang terus
berlanjut untuk dijadikan PSK. Kebanyakan dari mereka terjebak oleh agensi
penipu. Bayangkan bila semua daerah lokalisasi di Indonesia ditutup lalu
dibina seperti Gang Dolly. Mereka mampu mendapatkan kehidupan yang layak
kembali.
Bekas
lokalisasi Gang Dolly bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa
yang lain yang tentunya bermartabat, mengingat lokalisasi tersebut memiliki
lokasi yang strategis di tengah Kota Surabaya.
Bila
kita menengok masterplan pemerintah Kota Surabaya, lokasi Gang Dolly saat
ini akan dimanfaatkan sebagai smart city,
yang terdiri dari pasar, sentra pedagang kaki lima, ruang untuk TPA, balai
latihan kerja, sekolah PAUD, dan bazaar rakyat.
Ingat
lagi ideologi bangsa ini, Pancasila. Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa
ini menghormati keberadaan Tuhan sebagai sumber kebenaran dan hakim
tertinggi.
Kedua,
kemanusiaan yang adil dan beradab. Indonesia juga menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan. Maka sudah seharusnya meluruskan kembali nilai-nilai yang telah
jauh melenceng itu.
Ketiga,
persatuan Indonesia. Kita juga perlu menyatukan visi serta misi kita bersama
demi kemajuan bangsa. Jadilah sehati dan sepikir dalam kebaikan dan
kebenaran. Tidak ada kerugian dalam hal ini selain ego pribadi yang
dikalahkan demi kepentingan bersama.
Keempat,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan.
Kemudian bangsa ini hendaknya dipimpin sosok yang sanggup berhikmat serta
bijaksana selayaknya Risma, seorang wanita cerdas dan bermartabat, Wali Kota
Surabaya. Semoga capres dan cawapres yang terpilih nanti meyakini poin
Pancasila keempat ini.
Kelima,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia juga perlu
perlindungan dengan sistem sosial yang menyediakan kesempatan yang sama bagi
tiap warganya untuk meraih hidup yang baik.
Selain memberi
pelatihan bervariasi terhadap warga daerah lokalisasi, Risma beserta
pihak-pihak terkait memberi modal usaha, memantau perkembangannya, bahkan
ikut mengusahakannya seperti menyediakan stan-stan penjualan produk di
pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya.
Perlu
diapresiasi usaha keras pihak-pihak yang peduli ini, seperti bantuan stimulus
dari YDSF dan Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk barang, seperti mesin
cuci untuk modal usaha laundry, bantuan gerobak gorengan, bantuan modal usaha
pembuatan telur asin, juga bantuan modal usaha pembuatan kaos distro. Berita
ini dilansir oleh sebuah media online Merdeka.com.
Sampai
kapanpun perdebatan atau pro kontra dalam memandang sebuah fenomena atau
masalah sosial menjadi hal yang lumrah. Namun pertentangan dua kubu ini tidak
layak lagi diteruskan. Perlu adanya pencarian solusi sebagai jalan tengah.
Tujuan perbedaan pendapat bukan soal menang-kalah, melainkan pencapaian
jawaban yang adil dan tepat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar