Selasa, 24 Juni 2014

Menyelamatkan TNI

Menyelamatkan TNI

Buni Yani  ;   Peneliti Universitas Leiden Belanda
                                                           TEMPO, 24 Juni 2014      
                                                
                                                                                         
                                                      
Tak ada yang lebih mengkhawatirkan selama pemilihan umum presiden kali ini selain terbelahnya angkatan bersenjata yang ditengarai konfliknya sudah berlangsung selama puluhan tahun. Kini muncul kembali pernyataan saling memojokkan dari para purnawirawan yang seharusnya menjadi panutan bagi para junior mereka.

Kubu TNI "merah-putih" yang mengklaim diri "nasionalis" menghujat kubu TNI "hijau" yang merasa lebih "islami" secara terang-terangan, dan begitu pula sebaliknya. Hujat-menghujat ini telah menimbulkan persepsi negatif bagi TNI sebagai institusi.

Bagi masyarakat luas, TNI seharusnya berdiri di atas semua golongan dan tidak berpihak, tapi yang tertangkap justru sebaliknya. Parahnya, TNI terkesan terbelah dan saling cakar di dalam. Konflik terbuka ini adalah hubungan kemasyarakatan yang sangat buruk bagi TNI yang berpotensi membawa pengaruh buruk bagi TNI secara internal dan institusi negara secara umum.

TNI adalah alat negara yang diberi keistimewaan membawa senjata untuk membela negara. Masyarakat mulai resah, apa jadinya bila perang kata-kata antar-para purnawirawan ini merembet ke para prajurit aktif lalu berakhir menjadi perpecahan tidak terkendali yang melibatkan senjata?

Militer di negara-negara berkembang selalu rentan terlibat atau ditarik-tarik ke ranah politik yang seharusnya dikuasai oleh politikus sipil. Negara demokrasi adalah negara dengan supremasi politikus sipil, karena perdebatan di ruang publik adalah perang kata-kata, bukan perang menggunakan senjata.

Kemenangan dalam negara demokrasi adalah kemenangan argumentasi berdasarkan akal sehat, bukan kemenangan berdasarkan kekuatan untuk memusnahkan lawan. Prinsip-prinsip ini menyebabkan militer aktif harus tahu diri dan pintar mengendalikan diri agar tidak terlibat politik praktis.

Bangsa Indonesia beruntung punya TNI yang dalam sejarahnya tidak pernah melakukan kudeta. Sikap menahan diri militer Indonesia yang tidak pernah terlibat kudeta sungguh merupakan prestasi luar biasa di antara negara-negara berkembang yang militernya tak tahan godaan politik. Seharusnya, prestasi ini juga menjadi patokan dalam memelihara institusi TNI, agar selalu menjadi kebanggaan anak bangsa.

Namun kecenderungan senior mereka yang sudah purnawirawan selama pilpres ini sungguh tidak elok, karena telah terjebak menjadi begitu partisan dengan membela capres yang kira-kira bisa memberikan keuntungan jangka pendek. Bukankah TNI dididik untuk selalu mengedepankan kepentingan nusa dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan?

Demi menghujat pihak lawan, para purnawirawan ini rela membuka borok TNI secara telanjang ke muka umum, yang berpotensi merusak citra TNI sebagai kebanggaan bangsa. Para purnawirawan ini seharusnya berpikir berulang kali sebelum mengeluarkan pernyataan yang kira-kira bisa berakibat fatal bagi institusi TNI, yang citranya harus dipelihara.

Konflik terbuka antar-purnawirawan ini harus segera diselesaikan sebelum menjadi bencana yang lebih serius di kemudian hari. Sebagai presiden, SBY sudah seharusnya turun tangan dan ikut meredakan ketegangan ini demi kepentingan bangsa yang lebih luas. Suara SBY pasti akan didengarkan, baik oleh para purnawirawan maupun prajurit aktif, apalagi karena posisi SBY yang juga seorang jenderal purnawirawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar