Predator
Seks Mengancam Generasi
Zulkifli ;
Alumnus STAIN Malikussaleh Lhokseumawe,
Siswa Sekolah
Demokrasi Aceh Utara
|
OKEZONENEWS,
25 Juni 2014
Ketika
alam begitu gersang, moral dan aqidah makin terkikis, keganasan nafsu
mengusai manusia, ketika itu syahwat
hayawani lebih dominan, maka kebiadaban makin merajalela.
Tak
terelakkan, hasrat biologis hewani mengancam generasi, predator seks berada
dimana-mana, di rumah, di pesantren, di sekolah, di yayasan, di kantor,
bahkan sampai di TK yang didomisili anak-anak yang belum tau tentang seks
itu, mereka menjadi korban keganasan manusia berhati syaithan.
Anaknya
sendiri yang sepatutnya diayomi, malah digauli tanpa perasaan bersalah,
bahkan yang lebih kejam, janin anaknya yang telah dihamilinya berkali-kali,
dimakan sendiri, laksana anjing pemangsa yang telah gila.
“Lagi pula anak itu kini sedang hamil enam bulan.
Ini kehamilannya yang kelima karena ulah ayahnya,” ungkap Kepala Bidang
(Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak Pijay, Dra Rosmiati, menjawab Serambi
di Hotel Hermes Palace Banda Aceh”, (Serambi Indonesia, Jumat, 9/5/14).
Kebejatan
predator seks berhati binatang bukan saja sampai di situ, namun ia tega
memakan ari-ari dari janin yang ia gugurkan dengan mentah, laksana iblis
memakan tumbalnya, ya lebih layak dikatan iblis berwujud manusia.
“Bukan
saja tega menghamili anak kandungnya sampai lima kali, Sai (55), warga
Gampong Cot Meukaso, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya (Pijay), juga
dikabarkan tega menggugurkan kandungan anaknya itu sebanyak empat kali.
Setelah
menggugurkan kandungan anaknya, Sai biasanya melakukan ritual yang tak lazim,
yakni memakan mentah-mentah plasenta (ari-ari) janin yang merupakan benihnya
itu”,(Serambi Indonesia, Jumat, 9/5/14).
Beberapa
Catatan Hitam Pelecehan Seksual
Pelecehan
seksual bukanlah sesuatu yang baru di negara kita, namun hampir di seluruh
pelosok negeri ini terjadi, pelecehan seksual di dalam angkot yang menjadi
predator seks para supir dan kernet angkot, bahkan pernah menjadi korban,
korban melompat dari angkot karena akan diculik untuk diperkosa.
“Angkot
ternyata masih menjadi tempat mengerikan bagi kaum hawa. Annisa Azward (20),
mahasiswi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia meregang nyawa setelah
loncat dari angkot. Diduga Annisa nekat berbuat itu karena takut diculik oleh
sopir”, (Mardeka.Com, Senin, 11 Februari 2013).
Kasus
pelecehan seks ini juga bukan saja dialami anak yang normal, namun juga
dialami oleh anak yang tuna rungu, seolah predator seks adalah iblis yang tak
kenal bulu dan siapa tempat pelampiasan birahinya.
“Seperti
fenomena gunung es, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terus bermunculan.
Di Jakarta Timur, dilaporkan dugaan pelecehan seksual menimpa 9 orang anak.
Parahnya, pelaku ternyata anak 13 tahun, berinisial A.
Asusila
bocah tuna rungu itu terungkap saat korban, kakak beradik AB (5) dan AS (7),
menonton berita tentang paedofil di Sukabumi, Jawa Barat, Emon. Kepada ibunya,
AB lalu menanyakan apa yang dimaksud dengan sodomi”, (Liputan6.Com, 9 Mei 2014).
Masih di
Jakarta Timur, juga seorang guru di Sekolah Dasar setempat juga melampiaskan
seksual kepada siswanya, anehnya, seolah perbuatan biadab ini tidak ada guru
lain yang mengetahuinya, dan yang kesekiankalinya predator seks merusak ranah
pendidikan.
“Kasus
dugaan pelecehan seksual kembali terjadi. Kali ini menimpa siswi Kelas III SD
di Pondok Rangon, Jakarta Timur berinisial W. Dia diduga dilecehkan oleh
gurunya di toilet sekolah”, (Liputan6.Com,
8 Mei 2014).
Seolah
lengkap sudah apa yang terjadi di negeri kita ini, bukan saja mahasiswi, anak
SMA, SMP, SD, siswa pre-school Jakarta International School (JIS), Cilandak,
Jakarta Selatan juga menjadi korban kebiadaban nafsu iblis yang dimiliki
pengajar di sana, hampir semua media mengabarkan hal itu, Indonesia menangis,
para orang tua tak dapat bicara, hanya air mata yang berkata, seolah tiada
lagi tempat yang nyaman bagi anak-anaknya, merek dan lebel yang international,
namun tak ada sedikitpun ruang lingkup yang memberi kenyaman kepada anak-anak
mereka.
Anehnya,
predator seks itu lengkap dengan segala macam jenis umur, remaja, dewasa,
bahkan yang sudah uzur dan dekat dengan kuburpun menjadi predator, bahkan
korbannya pun Balita, seolah begitu hancurnya moral negeri ini.
“Kekerasan
dan pelecehan seksual terhadap anak terus terjadi. Kali ini balita 2 tahun
yang menjadi korban. Bocah malang itu dilecehkan oleh seorang kakek yang
merupakan pengasuhnya sendiri di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara”, (Liputan 6 SCTV, 6 Mei 2014).
Masih
begitu banyaknya fenomena ini terjadi, ini adalah sebagian kecil gambaran di
negara kita, saat moral menjadi krisis, iman seolah tergadaikan, agama
menjadi formalitas, akhlak dan sikap sangat bertentangan. Entah ini salah
siapa, ketika mayoritas umat Islam di negeri ini, namun negara tidak berhukum
dengan Syariat Islam, seolah kemunafikan terabaikan, dan melaggar HAM menjadi
senjata orang-orang liberalis, kini kita bisa melihat sendiri kebebasan para
predator seks yang hanya dijerat dengan KUHP, padahal mereka adalah para
teroris yang menghancurkan masa depan bangsa, menghancurkan cita-cita
anak-anak yang begitu belia dan polos, padahal mereka adalah tonggak bangsa
di masa depan.
Kenapa Predator Seks Begitu
Bebasnya
Semakin
majunya teknologi, semakin banyaknya kasus pelecehan seks terjadi, seolah
kekerasan seksual begitu sengitnya bersaing dengan masa, melihat fenomena
ini, seolah tidak ada solusinya bagi negara, padahal hukum demi hukum telah
dijatuhkan kepada pelaku, dan ini menjadi pertanyaan bagi kita, padahal
harapan kita semua, khususnya para orang tua kasus ini setiap tahun menurun,
namun realitanya, inilah pekerjaan bagi kita.
“Sepanjang
perjalanan tahun 2013 lalu, Woman
Crisis Centre (WCC) mencatat angka kekerasan terhadap perempuan masih
cukup mendominasi. Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual menempati posisi
teratas”, (Palembang Pos, 9 Januari
2014).
“Laporan akhir tahun 2013 Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA) membawa kabar duka. Sebanyak 3.023 kasus
pelanggaran hak anak terjadi di Indonesia dan 58 persen atau 1.620 anak jadi
korban kejahatan seksual”, (Fabian
Januarius Kuwado, Kompas. Com, 10 Mei 2014).
Melihat
predator seks semakin hari semakin subur, seolah kejahatan yang terorganisir
atau dibiarkan, padahal ketentuan hukum begitu jelas, namun tidak memberi
efek jera kepada pelaku, padahal harapannya ini bisa hilang sehingga
kenyamanan generasi terjaga sehingga generasi bisa menikmati segalanya dengan
utuh.
Pasal
287 ayat (1):
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan
di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia
belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun”.
Pasal
292 KUHP:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun,” (KUHP, pasal 287 dan 292).
Melihat
jera hukuman yang termaktub dalam KUHP, seolah tidak mempan bagi mereka yang
menjadi predator seks, bahkan mereka makin subur dan merebak keseluruh
Indonesia, bukan saja perkotaan, didesa pun sudah ada, bukan saja di Provinsi
sekuler di Aceh yang notabene tengah digalakkan Syariat Islam pun kian tak
teratasi, salah siapakah ini? Apakah kita harus saling menyalahkan? Atau
sistem yang salah sehingga mereka bisa menjamur.
Di dalam
Islam, penzina memiliki dua hukuman, yaitu rajam (tanam disimpang jalan dan
melempar dengan batu sampai mati) dan jilid (cambuk), ini tergantung siapa
pelakunya, kalau ini kita berlakukan sesuai tuntunan, mungkin predator seks
itu tak akan menjamur seperti begini, karena mereka akan berpikir tentang
denda yang didapatnya, dan risikonya adalah mati atau setengah mati. Namun
bila cuma mengandalkan tahanan, itu pun tergantung jumlah tahunnya dan
berlaku remisi kepada mereka dan lainnya, tak ubah seperti memelihara, di
satu sisi kita membenci namun disisi yang lain kita memberikan ruang gerak
kepada mereka.
Sekarang
saatnya kita bergerak, menegakkan hukum sesuai syariat, bukan hukum dan
syariat kita politisi demi kepentingan pribadi, kita belum terlambat, masih
banyak generasi yang masih terpelihara dan membutuhkan ketegasan dan kasih
sayang kita, kalau bukan sekarang, kapan akan kita lakukan, apakah sampai
anak kita sendiri menjadi korban?
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman”, (Q. S An Nur: 2).
"Tidak halal darah seorang muslim kecuali
karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina, orang yang membunuh dan
orang yang murtad dan keluar dari jamaah." (HR Muttaq 'alaih). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar