Pemprioritasan
Manajemen SDM
Rochmanadji
Widajat ; Ketua Perhimpunan
Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (Permapkmin), Anggota Adhi Yuswo
|
SUARA
MERDEKA, 23 Juni 2014
SEBAGIAN masyarakat baru-baru
ini menyaksikan tayangan debat II capres yang mengangkat tema pembangunan
ekonomi. Seperti pada debat I, acara itu juga dimoderatori seorang ilmuwan,
dengan pertanyaan pertama tentang visi misi masing-masing capres, khususnya di
bidang pembangunan ekonomi Indonesia. Menyusul pertanyaan-pertanyaan
berikutnya, serta sesi tanya jawab langsung antarkedua capres.
Penulis tidak mengulang apa
jawaban/tanggapan kedua capres, namun lebih mengulas inti permasalahan yang
berhubungan dengan rencana strategis (renstra) pembangunan ekonomi Indonesia.
Kebetulan, tahun 2015 kurang dari setahun lagi, suka atau tidak suka, siap
atau belum siap, kita harus menghadapi era keterbukaan di bidang ekonomi
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
dalam arti luas. Kita tidak boleh semena-mena menghalangi masuknya modal dan
investasi serta tenaga ahli asing ke negara kita.
Tanpa harus membela atau
menyalahkan salah satu kubu capres, sebenarnya ada beberapa kata kunci untuk
menyukseskan renstra pembangunan ekonomi Indonesia, di tengah ancaman era
globalisasi ACFTA yang saat ini dampaknya sudah mulai terasa.
Pertama; dalam rangka membangun
masa depan ekonomi Indonesia, harus berani melakukan perubahan. Apa yang
harus berubah terlebih dahulu? Jawabannya manusianya (SDM) mengingat apalah
arti membangun fasilitas (money,
materials) eksklusif, tanpa SDM yang kompeten, berkualitas dan bersih
dari noda-noda korupsi. Karena itu, kita harus mengutamakan membangun mindset
SDM secara menyeluruh, dengan cara apa pun (menyangkut intelegensia, emosi,
dan spiritual). Termasuk, dalam waktu kapan pun (lewat pertemuan formal/mata
pelajaran dan informal atau bahkan forum pengajian, sarasehan.
Dengan terbentuknya keyakinan
dan komitmen SDM bahwa bekerja adalah amanah maka kinerja SDM pada tiap lini
organisasi akan meningkat secara konsisten. Mereka bisa dipercaya untuk
mengelola fasilitas modal dan alat investasi yang diperlukan, dan dampaknya
mampu menggerakkan ekonomi pada segala sektor. Sebagai ilustrasi adalah
membangun budaya kerja berspirit ’’Melayani dengan Hati’’ di RSUP Dokter
Kariadi tahun 2003.
Kedua; peran pimpinan. Kita tak
boleh meremehkan faktor itu mengingat pimpinan yang bijak akan membangun SDM
dengan pendekatan harmonis melalui 3E, yakni education, environment, enforcement. Ia akan mengawalinya dari
pendekatan lunak (soft thinking
approach) melalui dialog, memberi motivasi hingga membentuk lingkungan
kerja yang kondusif.
Menjaga Keharmonisan
Setelah merasa sudah memasuki
saat yang tepat, pemimpin tersebut baru menerapkan hard thinking approach, pendekatan disiplin atau taat pada
peraturan, sampai ia ia mampu menyusun sistem remunerasi, yaitu penggajian
berbasis kinerja. Upaya itu tetap bisa menjaga keharmonisan hubungan antara
pimpinan dan bawahan, bahkan membangun perekat organisasi yang efektif.
Artinya, bisa membangun budaya ingin selalu belajar dari kesalahan tanpa
harus saling menyalahkan.
Ketiga; membangun ekonomi
kreatif guna menghadapi ancaman perkembangan pesat arus globalisasi pada saat
ini dan mendatang. Termasuk menyadari superioritas faktor-faktor pendukung
yang menyangkut kualitas, efisiensi, inovasi, dan respons konsumen. Dari
titik itu, ia bisa menyimpulkan bahwa keunggulan daya saing pada akhirnya
ditentukan oleh faktor harga yang lebih murah dan produk yang tampil beda dan
diminati konsumen (diferensiasi).
Karena itu pula, persepsi dan
aspirasi meningkatkan keberhasilan ekonomi kreatif tidak hanya berani
bersaing secara tradisional (siap kalah sekaligus siap menang) tapi juga
harus jeli berinovasi menciptakan ruang pasar. Selain itu, mampu menghasilkan
produk layanan yang inovatif, yaitu produk baru yang tampil beda dan diminati
konsumen, dengan harga tetap ekonomis. Upaya itu berdampaknya positif
mengingat harga satuan produk dan biaya operasional turun sebagai akibat
volume transaksi (permintaan, jumlah pasien) meningkat (mendasarkan prinsip economies of scale). Seturutnya,
produk ekonomi tersebut semakin menarik, serta diminati konsumen lama dan
calon konsumen, baik domestik maupun regional/global (Blue Ocean-Hospital Strategy, Widajat R; 2011). Contohnya,
produksi asli Indonesia semisal batik, Kuliner dan mebel ukiran dan
sebagainya yang masih bisa dikembangkan menjadi produk unggulan global.
Harus kita akui bahwa tidak
mudah membangun ekonomi Indonesia masa depan di antara ancaman dan peluang.
Siapa pun presiden-wakil presiden yang nanti terpilih, demi bangsa dan
negara, jangan merasa tabu dan malu untuk menggabungkan ide-ide kedua kubu
menjadi suatu rencana strategis yang efektif sekaligus efisien. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar