Rabu, 25 Juni 2014

Pemprioritasan Manajemen SDM

Pemprioritasan Manajemen SDM

Rochmanadji Widajat  ;   Ketua Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (Permapkmin), Anggota Adhi Yuswo
SUARA MERDEKA, 23 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
SEBAGIAN masyarakat baru-baru ini menyaksikan tayangan debat II capres yang mengangkat tema pembangunan ekonomi. Seperti pada debat I, acara itu juga dimoderatori seorang ilmuwan, dengan pertanyaan pertama tentang visi misi masing-masing capres, khususnya di bidang pembangunan ekonomi Indonesia. Menyusul pertanyaan-pertanyaan berikutnya, serta sesi tanya jawab langsung antarkedua capres.

Penulis tidak mengulang apa jawaban/tanggapan kedua capres, namun lebih mengulas inti permasalahan yang berhubungan dengan rencana strategis (renstra) pembangunan ekonomi Indonesia. Kebetulan, tahun 2015 kurang dari setahun lagi, suka atau tidak suka, siap atau belum siap, kita harus menghadapi era keterbukaan di bidang ekonomi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dalam arti luas. Kita tidak boleh semena-mena menghalangi masuknya modal dan investasi serta tenaga ahli asing ke negara kita.

Tanpa harus membela atau menyalahkan salah satu kubu capres, sebenarnya ada beberapa kata kunci untuk menyukseskan renstra pembangunan ekonomi Indonesia, di tengah ancaman era globalisasi ACFTA yang saat ini dampaknya sudah mulai terasa.

Pertama; dalam rangka membangun masa depan ekonomi Indonesia, harus berani melakukan perubahan. Apa yang harus berubah terlebih dahulu? Jawabannya manusianya (SDM) mengingat apalah arti membangun fasilitas (money, materials) eksklusif, tanpa SDM yang kompeten, berkualitas dan bersih dari noda-noda korupsi. Karena itu, kita harus mengutamakan membangun mindset SDM secara menyeluruh, dengan cara apa pun (menyangkut intelegensia, emosi, dan spiritual). Termasuk, dalam waktu kapan pun (lewat pertemuan formal/mata pelajaran dan informal atau bahkan forum pengajian, sarasehan.

Dengan terbentuknya keyakinan dan komitmen SDM bahwa bekerja adalah amanah maka kinerja SDM pada tiap lini organisasi akan meningkat secara konsisten. Mereka bisa dipercaya untuk mengelola fasilitas modal dan alat investasi yang diperlukan, dan dampaknya mampu menggerakkan ekonomi pada segala sektor. Sebagai ilustrasi adalah membangun budaya kerja berspirit ’’Melayani dengan Hati’’ di RSUP Dokter Kariadi tahun 2003.

Kedua; peran pimpinan. Kita tak boleh meremehkan faktor itu mengingat pimpinan yang bijak akan membangun SDM dengan pendekatan harmonis melalui 3E, yakni education, environment, enforcement. Ia akan mengawalinya dari pendekatan lunak (soft thinking approach) melalui dialog, memberi motivasi hingga membentuk lingkungan kerja yang kondusif.

Menjaga Keharmonisan

Setelah merasa sudah memasuki saat yang tepat, pemimpin tersebut baru menerapkan hard thinking approach, pendekatan disiplin atau taat pada peraturan, sampai ia ia mampu menyusun sistem remunerasi, yaitu penggajian berbasis kinerja. Upaya itu tetap bisa menjaga keharmonisan hubungan antara pimpinan dan bawahan, bahkan membangun perekat organisasi yang efektif. Artinya, bisa membangun budaya ingin selalu belajar dari kesalahan tanpa harus saling menyalahkan.

Ketiga; membangun ekonomi kreatif guna menghadapi ancaman perkembangan pesat arus globalisasi pada saat ini dan mendatang. Termasuk menyadari superioritas faktor-faktor pendukung yang menyangkut kualitas, efisiensi, inovasi, dan respons konsumen. Dari titik itu, ia bisa menyimpulkan bahwa keunggulan daya saing pada akhirnya ditentukan oleh faktor harga yang lebih murah dan produk yang tampil beda dan diminati konsumen (diferensiasi).

Karena itu pula, persepsi dan aspirasi meningkatkan keberhasilan ekonomi kreatif tidak hanya berani bersaing secara tradisional (siap kalah sekaligus siap menang) tapi juga harus jeli berinovasi menciptakan ruang pasar. Selain itu, mampu menghasilkan produk layanan yang inovatif, yaitu produk baru yang tampil beda dan diminati konsumen, dengan harga tetap ekonomis. Upaya itu berdampaknya positif mengingat harga satuan produk dan biaya operasional turun sebagai akibat volume transaksi (permintaan, jumlah pasien) meningkat (mendasarkan prinsip economies of scale). Seturutnya, produk ekonomi tersebut semakin menarik, serta diminati konsumen lama dan calon konsumen, baik domestik maupun regional/global (Blue Ocean-Hospital Strategy, Widajat R; 2011). Contohnya, produksi asli Indonesia semisal batik, Kuliner dan mebel ukiran dan sebagainya yang masih bisa dikembangkan menjadi produk unggulan global.

Harus kita akui bahwa tidak mudah membangun ekonomi Indonesia masa depan di antara ancaman dan peluang. Siapa pun presiden-wakil presiden yang nanti terpilih, demi bangsa dan negara, jangan merasa tabu dan malu untuk menggabungkan ide-ide kedua kubu menjadi suatu rencana strategis yang efektif sekaligus efisien.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar