Saatnya
Melatih Diri di Bulan Suci
Said
Aqil Siradj ; Ketua Umum PB NU
|
JAWA
POS, 28 Juni 2014
BULAN
Ramadan kembali tiba. Untuk kali kesekian kita diberi kesempatan untuk merasakan
nikmatnya berpuasa. Dengan berpuasa, kita bisa lebih merasakan arti seteguk
air bagi tenggorokan yang kering. Dengan puasa, kita jadi lebih tahu manfaat
sepiring nasi bagi perut yang lapar. Bukankah hanya dengan kelaparan kita
mengetahui apa itu kenyang dan hanya dengan kehausan kita mengetahui apa itu
kesegaran?
Puasa
tidak hanya berurusan dengan kenyang dan lapar. Jika ditelusuri lebih jauh,
kata sha-wa-ma yang berarti menahan juga merujuk pada aktivitas batiniah.
Artinya, puasa juga bermakna menahan hati dari berbagai hal negatif yang bisa
merusak jiwa seperti iri, dengki, sombong, riya, ujub, dan penyakit hati yang lain. Karena itu, dalam
berpuasa, seorang muslim sebenarnya dilatih untuk menyinergikan antara dua
eksistensi yang berbeda, yaitu jasmaniah dan rohaniah. Sebab, di dalam rohani
kita terdapat ide-ide kebaikan yang nanti diejawantahkan oleh jasmani dengan
sikap hidup keseharian.
Lapis Batin
Manusia
pada dasarnya diciptakan sebagai makhluk yang baik. Allah memberi manusia
komponen diri untuk digunakan sebagai penjaga kemuliaan diri seraya terus
membangun kedirian menuju derajat yang lebih baik. Karena hidup nyata di muka
bumi, manusia lalu mengalami pergulatan hidup. Banyak tantangan dan godaan
yang akan selalu menelingkupi kehidupan manusia. Dunia memang tidaklah hampa,
melainkan jamak dengan berbagai warna. Justru kebinekaan hidup itulah yang
kemudian mendorong manusia bergulat dengan kehidupan. Di situlah sesungguhnya
’’lahan’’ menyemai bagi manusia untuk mewujudkan dirinya sebagai khalifatullah.
Rasulullah mewanti, ’’dunia adalah
tempat menyemai bagi kelak kehidupan di akhirat.’’
Dalam
pelatihan batin, lazim dikenal beberapa instrumen pelatihan dalam rangka
memberdayakan kedirian manusia. Ibaratnya dalam membangun sebuah usaha, sudah
tentu seseorang memerlukan ’’manajemen’’ agar usahanya bisa berjalan baik dan
lancar. Demikian halnya, lebih-lebih ikhtiar memberdayakan diri.
Dewasa
ini memang sudah cukup banyak upaya pelatihan diri. Kenyataan itu menjadi
petunjuk bahwa manusia sekarang sudah begitu sadar untuk meningkatkan potensi
dirinya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan praktis. Lagi-lagi, semua
itu karena yang menjadi inti pemberdayaan sesungguhnya harus bertumpu pada
manusianya, bukan terfokus pada sistemnya. Bila manusianya berkarakter
unggul, sistem apa pun akan mudah dirancang dan dikerjakan.
Dalam
jagat rohaniah, manusia mempunyai beberapa ornamen. Di antaranya, qalb dan
dlamir. Biasanya qalb diartikan dalam bahasa Indonesia dengan hati. Tetapi,
makna sebenarnya bukanlah merujuk pada segumpal daging yang terletak di dalam
rongga tubuh manusia, namun lebih menunjuk pada sesuatu yang bersifat rohani
yang metafisik dan bukan jasmaniah. Qalb
itulah yang juga sering disebut mata hati (eye of heart) atau bashirah.
Bashirah mempunyai potensi untuk
melihat kebaikan dan keburukan. Bashirah
adalah ruang dalam diri manusia yang dapat memilah antara yang baik dan yang
buruk. Bashirah merupakan alat
pendeteksi yang dianugerahkan Allah untuk manusia.
Apabila bashirah hanya bisa melihat dan
memilah antara yang baik dan yang buruk, dlamir berfungsi memotivasi manusia
untuk berbuat kebaikan dan menjauhi hal-hal yang buruk. Karena itu, dlamir
juga dapat diartikan sebagai moral. Dengan demikian, jika dilihat dari sisi
kualifikasi, konteks, dan batasannya, dlomir
(moral) dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, dlamir ijtima’i, yakni moralitas yang terbentuk karena lingkungan
dan bersifat sosial. Di sini moralitas lahir sebagai kesepakatan secara
sosial. Kedua, dlamir qonuni adalah
moralitas yang terbentuk karena norma-norma dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku serta bersifat legal. Ketiga, dlamir dini, yakni moralitas berdasar
petunjuk agama.
Pribadi Berkarakter
Pada era
modernisasi saat ini, kesadaran untuk senantiasa melatih segi batiniah justru
perlu ditingkatkan. Secara nyata, hal itu berkaitan dengan pemberdayaan diri
guna menghasilkan masyarakat yang berdisiplin, santun, serta peduli. Puasa
Ramadan bisa menjadi momentum tepat untuk melatih diri.
Nah,
puasa pada dasarnya merupakan pekerjaan dlamir, baik dlamir ijtima’i,
qanuni,maupun dlamir dini. Di dalam puasa terkandung berbagai aspek yang
tidak terbatas pada masalah keagamaan saja, namun juga norma dan sosial.
Ketika kita berpuasa, berniat saat malam untuk menahan diri dari makan dan minum
serta berbagai hal-hal yang keji hanya karena Allah, secara otomatis kita
telah ikut menjaga kestabilan lingkungan, keamanan, dan ketertiban.
Ramadan
kali ini bertepatan dengan ’’tahun
politik’’. Berbagai tingkah politik telah dipertontonkan. Ada kampanye
negatif, kampanye hitam, atau tawuran antar pendukung. Memilih pemimpin
semestinya dilakukan dengan cara yang santun dalam suasana demokratis. Nah,
saatnya untuk berbenah diri dalam bulan suci ini demi melahirkan
pribadi-pribadi yang berintegritas moral yang tinggi. Jangan sampai kita
gagal dalam membangun manusia yang berkarakter. Negara yang berperadaban
luhur (madinah al-fadhilah)
sesungguhnya adalah tempat berkumpulnya pribadi-pribadi unggul yang
berkarakter. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar