Fair
Play
Iwel
Sastra ; Komedian
|
TEMPO.CO,
25 Juni 2014
Hari-hari
ini sepak bola dan politik menarik perhatian masyarakat. Hal ini karena
jadwal Piala Dunia FIFA 2014 bertepatan dengan jadwal kampanye pemilihan
Presiden Republik Indonesia. Saya menemukan beberapa hal menarik terkait
dengan politik dan sepak bola,
khususnya di lini massa Twitter pada Minggu, 22 Juni 2014. Saat berlangsung
acara debat calon presiden, lini massa ini dipenuhi kicauan pendukung Prabowo
maupun Jokowi. Ketika memasuki jeda iklan, lini masa mulai dipenuhi kicauan
tentang sepak bola. Bahkan ada kicauan
yang berbunyi "anak politik
minggir, anak bola mau masuk".
Sepak
bola disebut sebagai olahraga dengan jumlah penonton terbanyak di dunia,
karena menonton pertandingan bola memang memiliki kenikmatan tersendiri.
Menurut saya, penyebab utama pertandingan
sepak bola itu enak ditonton bukanlah pada kepiawaian para pemainnya
menggiring bola, melainkan karena bola yang digunakan bundar. Menonton sepak bola tentu tidak akan senikmat
sekarang seandainya bola yang digunakan berbentuk segi empat, apalagi jajaran
genjang. Pemain sepak bola tidak akan
berani lincah menyundul bola jika bolanya berbentuk segi empat, karena takut
kena bagian yang lancip.
Salah
satu yang saya suka dalam menyaksikan pertandingan sepak bola adalah saat pemain melakukan
tendangan bebas. Meskipun Gianfranco Zola, David Beckham, dan Roberto Carlos
telah pensiun sebagai pemain sepak
bola, hingga sekarang saya masih terkesan oleh tendangan bebas yang pernah
mereka lakukan saat masih aktif membela klub atau negara masing-masing. Dalam
Piala Dunia 2014 ini, saya terkesan oleh tendangan bebas yang dilakukan oleh
pemain tengah Swiss, Blerim Dzemaili. Bola datar hasil tendangan Dzemaili
menerobos kaki pemain Prancis, kemudian melenggang masuk ke gawang yang
dijaga kiper Hugo LIoris. Meskipun namanya tendangan bebas, tendangan
pemain sepak bola profesional selalu
mengarah ke gawang. Berbeda dengan saya yang, saat melakukan tendangan bebas,
tendangannya bebas ke mana-mana.
Sepak
bola dan politik memiliki berbagai kesamaan. Dalam sepak bola, setiap klub atau negara yang
bertanding memiliki pendukung. Begitu juga dalam kompetisi politik. Setiap
partai dan kandidat politik memiliki pendukung. Bedanya, dalam politik,
terutama dalam masa kampanye pemilihan presiden saat ini, muncul kampanye
hitam yang ditujukan kepada para capres. Akibatnya, kubu masing-masing capres
ini saling tuding mengenai kampanye hitam yang beredar. Dalam sepak bola, belum pernah saya temukan ada
kampanye hitam menjelang pertandingan. Kalaupun ada kampanye hitam, hal itu
tidak akan berpengaruh pada pertandingan, karena kemenangan dalam sepak bola ditentukan oleh gol terbanyak,
bukan suara terbanyak.
Fair
play merupakan semangat yang dijunjung dalam pertandingan sepak bola. Semangat ini seharusnya bisa
diterapkan juga dalam dunia politik, terutama dalam suasana pemilihan
presiden sekarang ini. Dalam semangat fair play, ditanamkan prinsip memenangi
pertandingan dengan cara terhormat serta menerima kekalahan dengan
bermartabat. Saya punya teman yang kalau kalah main sepak bola selalu menerimanya dengan tegar
di lapangan. Kepalanya tetap tegak menerima kekalahan. Ketika sampai di kamar
ganti, barulah ia menangis dalam pelukan teman-temannya. Ini bukan hanya
kalah dengan bermartabat, tapi juga kalah dengan so sweet. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar