Pemilih
yang Bertanggungjawab
Benny
Susetyo ; Budayawan
|
SINAR
HARAPAN, 26 Juni 2014
Konferensi
Wali Gereja Indonesia mengeluarkan surat gembala untuk pemilihan presiden
(pilpres). Tanggal 9 Juli 2014, kita akan kembali memilih presiden dan wakil
presiden yang akan memimpin bangsa ini selama lima tahun ke depan.
Marilah
jadikan pilpres ini sebagai kesempatan memperkokoh bangunan demokrasi. Ini
juga sarana bagi kita untuk ambil bagian dalam membangun dan mengembangkan
negeri tercinta ini agar menjadi damai dan sejahtera, sesuai cita-cita
kemerdekaan bangsa. Kami mendorong agar saat pemilihan mendatang, umat
memilih sosok yang berintegritas moral.
Kita
perlu mengetahui rekam jejak para calon presiden dan calon wakil presiden
(capres-cawapres), khususnya mengamati apakah mereka sungguh-sungguh berwatak
pemimpin yang melayani dan memperjuangkan nilai-nilai sesuai ajaran sosial
gereja.
Pertama,
menghormati kehidupan dan martabat manusia. Kedua, memperjuangkan kebaikan
bersama. Ketiga, mendorong dan menghayati semangat solidaritas dan
subsidiaritas. Keempat, memberi perhatian lebih kepada warga negara yang
kurang beruntung.
Kita
sungguh mengharapkan pemimpin yang gigih memelihara, mempertahankan, dan
mengamalkan Pancasila. Oleh karena itu, kenalilah sungguh-sungguh para calon
sebelum menjatuhkan pilihan.
Konferensi
Wali Gereja Indonesia mengajak umat aktif menemukan sosok pemimpin yang mampu
memberikan rasa aman, damai, serta bisa menjalankan konstitusi dengan
konsisten. Persoalan kita tidak mudah dalam memilih pemimpin benar yang
memiliki habitus kepemimpinan.
Seorang
pemimpin yang memiliki habitus kepemimpinan bukanlah sosok yang haus
kekuasaan, bukan pula sosok bertangan besi atau tangannya pernah berlumuran
darah dengan kekerasan. Ia bukan pula sosok yang terlalu gandrung dengan
citra dan tepuk tangan internasional, bukan juga sosok yang hanya berlagak
memahami aspirasi dan jerih payah rakyat biasa ini ditegaskan.
Bangsa
ini membutuhkan pemimpin yang bisa melayani rakyat dengan hati serta
totalitas memberikan dirinya. Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya akan
mampu optimal memberikan yang terbaik. Persoalannya, apakah rakyat cerdas
memilihnya secara rasional guna memilih sosok pemimpin yang bisa dipercaya.
Rakyat
merindukan sosok pemimpin yang bisa dipercaya. Artinya, mereka selama ini
merasa dibohongi, mendapatkan pemimpin yang kurang amanah dan kurang memiliki
perhatian kepada nasib rakyat. Di tengah situasi demikian, sang satrio
piningit ideal dambaan rakyat adalah mereka yang jujur.
Jujur
merupakan ungkapan penilaian atas perilaku seseorang. Jujur dapat dilihat
dari serangkaian perilaku, bukan hanya dari yang dijanjikan dan diomongkan.
Banyak janji pemimpin tidak ditepati, itu menunjukkan pemimpin tidak jujur.
Mahalnya nilai “kejujuran” itu karena begitu sulitnya menemui elite yang
demikian. Jujur/bisa dipercaya/amanah adalah hal terpenting yang harus
dimiliki calon pemimpin.
Siapa
calon pemimpin Indonesia? Jelas, mereka harus jujur memiliki sifat perhatian
kepada rakyat. Pemimpin yang diinginkan rakyat masih belum bergeser. Rakyat
ingin mendapatkan pemimpin yang tegas dalam memberantas korupsi sebab korupsi
dilihat sebagai akar masalah bangsa.
Pemberantasan
korupsi menjadi masalah terpenting untuk diselesaikan pemimpin bangsa, selain
kemampuan menciptakan lapangan kerja dan mengendalikan harga kebutuhan pokok.
Tak bisa ditolak, isu pemberantasan korupsi bernilai elektoral tinggi karena
dinilai masalah paling penting yang harus ditangani pemimpin nasional ke
depannya.
Namun
selain itu, rakyat membutuhkan pemimpin yang jujur, bukan sekadar mengumbar
janji. Seperti lazimnya dalam pemilihan umum (pemilu), ada banyak calon
pemimpin yang mengumbar janji. Ada yang berkata tegas, jujur, hingga
mengakomodasi kepentingan rakyat kecil. Namun, apakah itu semua
benar
adanya?
Seperti
pengalaman masa lalu, umumnya mereka hanya berucap demikian saat kampanye.
Suatu saat di tampuk kekuasaan, apalagi tidak, mereka melupakan semua yang
mereka katakan. Pelajaran demikian sudah berulang-ulang terjadi. Rakyat
bosan. Sudah waktunya rakyat mendapatkan pencerahan agar tidak mudah terjebak
retorika calon pemimpin.
Jangan
lagi mau dibuai janji palsu yang tidak masuk akal, janji yang sudah
kehilangan makna. Pemimpin idaman bangsa ini adalah mereka yang menghayati
nilai-nilai agama dengan baik dan jujur, peduli sesama, berpihak kepada
rakyat kecil, cinta damai, dan antikekerasan.
Berhati-hatilah
dengan sikap ramah-tamah dan kebaikan yang ditampilkan para elite saat hanya
berkampanye, seperti membantu secara material atau memberi uang.
Hendaklah
rakyat tidak terjebak atau ikut politik uang yang dilakukan guna mendapatkan
dukungan suara. Perlulah kita mencari informasi mengenai para calon pemimpin.
Rakyat diharapkan tidak memilih pemimpin yang hanya pandai berorasi, tetapi
miskin gagasan dan kerja.
Bangsa
ini membutuhkan pemimpin jujur, antara kata dan perbuatan sejalan. Pemimpin
yang memiliki kebaikan akan menjalankan nilai konsitusi dalam kebijakannya.
Sikap
konsisten amat penting ketika bangsa ini menjatuhkan pilihan kepada presiden
mendatang. Diharapkan rakyat lebih rasional dalam memilih, bukan berdasarkan
pertimbangan sikap keagamaan, kesukuan, atau identitas belaka, melainkan
berdasarkan kepentingan bangsa.
Marilah
kita berupaya sungguh-sungguh mempertimbangkan dan menentukan pilihan dengan
hati dan pikiran yang jernih.
Konferensi
Wali Gereja Indonesia menyerukan agar saudara-saudari menggunakan hak memilih
dan jangan tidak ikut memilih. Hendaknya pilihan Anda tidak dipengaruhi uang
atau imbalan lain.
Sikap
demikian merupakan perwujudan ajaran gereja yang menyatakan, “Hendaknya semua
warga negara menyadari hak maupun kewajibannya untuk secara bebas menggunakan
hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum.” (Gaudium et Spes 75). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar