Sabtu, 28 Juni 2014

Pemilih yang Bertanggungjawab

Pemilih yang Bertanggungjawab

Benny Susetyo  ;   Budayawan
SINAR HARAPAN, 26 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Konferensi Wali Gereja Indonesia mengeluarkan surat gembala untuk pemilihan presiden (pilpres). Tanggal 9 Juli 2014, kita akan kembali memilih presiden dan wakil presiden yang akan memimpin bangsa ini selama lima tahun ke depan.

Marilah jadikan pilpres ini sebagai kesempatan memperkokoh bangunan demokrasi. Ini juga sarana bagi kita untuk ambil bagian dalam membangun dan mengembangkan negeri tercinta ini agar menjadi damai dan sejahtera, sesuai cita-cita kemerdekaan bangsa. Kami mendorong agar saat pemilihan mendatang, umat memilih sosok yang berintegritas moral.

Kita perlu mengetahui rekam jejak para calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), khususnya mengamati apakah mereka sungguh-sungguh berwatak pemimpin yang melayani dan memperjuangkan nilai-nilai sesuai ajaran sosial gereja.

Pertama, menghormati kehidupan dan martabat manusia. Kedua, memperjuangkan kebaikan bersama. Ketiga, mendorong dan menghayati semangat solidaritas dan subsidiaritas. Keempat, memberi perhatian lebih kepada warga negara yang kurang beruntung.

Kita sungguh mengharapkan pemimpin yang gigih memelihara, mempertahankan, dan mengamalkan Pancasila. Oleh karena itu, kenalilah sungguh-sungguh para calon sebelum menjatuhkan pilihan.

Konferensi Wali Gereja Indonesia mengajak umat aktif menemukan sosok pemimpin yang mampu memberikan rasa aman, damai, serta bisa menjalankan konstitusi dengan konsisten. Persoalan kita tidak mudah dalam memilih pemimpin benar yang memiliki habitus kepemimpinan.

Seorang pemimpin yang memiliki habitus kepemimpinan bukanlah sosok yang haus kekuasaan, bukan pula sosok bertangan besi atau tangannya pernah berlumuran darah dengan kekerasan. Ia bukan pula sosok yang terlalu gandrung dengan citra dan tepuk tangan internasional, bukan juga sosok yang hanya berlagak memahami aspirasi dan jerih payah rakyat biasa ini ditegaskan.

Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa melayani rakyat dengan hati serta totalitas memberikan dirinya. Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya akan mampu optimal memberikan yang terbaik. Persoalannya, apakah rakyat cerdas memilihnya secara rasional guna memilih sosok pemimpin yang bisa dipercaya.

Rakyat merindukan sosok pemimpin yang bisa dipercaya. Artinya, mereka selama ini merasa dibohongi, mendapatkan pemimpin yang kurang amanah dan kurang memiliki perhatian kepada nasib rakyat. Di tengah situasi demikian, sang satrio piningit ideal dambaan rakyat adalah mereka yang jujur.

Jujur merupakan ungkapan penilaian atas perilaku seseorang. Jujur dapat dilihat dari serangkaian perilaku, bukan hanya dari yang dijanjikan dan diomongkan. Banyak janji pemimpin tidak ditepati, itu menunjukkan pemimpin tidak jujur. Mahalnya nilai “kejujuran” itu karena begitu sulitnya menemui elite yang demikian. Jujur/bisa dipercaya/amanah adalah hal terpenting yang harus dimiliki calon pemimpin.

Siapa calon pemimpin Indonesia? Jelas, mereka harus jujur memiliki sifat perhatian kepada rakyat. Pemimpin yang diinginkan rakyat masih belum bergeser. Rakyat ingin mendapatkan pemimpin yang tegas dalam memberantas korupsi sebab korupsi dilihat sebagai akar masalah bangsa.

Pemberantasan korupsi menjadi masalah terpenting untuk diselesaikan pemimpin bangsa, selain kemampuan menciptakan lapangan kerja dan mengendalikan harga kebutuhan pokok. Tak bisa ditolak, isu pemberantasan korupsi bernilai elektoral tinggi karena dinilai masalah paling penting yang harus ditangani pemimpin nasional ke depannya.

Namun selain itu, rakyat membutuhkan pemimpin yang jujur, bukan sekadar mengumbar janji. Seperti lazimnya dalam pemilihan umum (pemilu), ada banyak calon pemimpin yang mengumbar janji. Ada yang berkata tegas, jujur, hingga mengakomodasi kepentingan rakyat kecil. Namun, apakah itu semua
benar adanya?

Seperti pengalaman masa lalu, umumnya mereka hanya berucap demikian saat kampanye. Suatu saat di tampuk kekuasaan, apalagi tidak, mereka melupakan semua yang mereka katakan. Pelajaran demikian sudah berulang-ulang terjadi. Rakyat bosan. Sudah waktunya rakyat mendapatkan pencerahan agar tidak mudah terjebak retorika calon pemimpin.

Jangan lagi mau dibuai janji palsu yang tidak masuk akal, janji yang sudah kehilangan makna. Pemimpin idaman bangsa ini adalah mereka yang menghayati nilai-nilai agama dengan baik dan jujur, peduli sesama, berpihak kepada rakyat kecil, cinta damai, dan antikekerasan.

Berhati-hatilah dengan sikap ramah-tamah dan kebaikan yang ditampilkan para elite saat hanya berkampanye, seperti membantu secara material atau memberi uang.

Hendaklah rakyat tidak terjebak atau ikut politik uang yang dilakukan guna mendapatkan dukungan suara. Perlulah kita mencari informasi mengenai para calon pemimpin. Rakyat diharapkan tidak memilih pemimpin yang hanya pandai berorasi, tetapi miskin gagasan dan kerja.

Bangsa ini membutuhkan pemimpin jujur, antara kata dan perbuatan sejalan. Pemimpin yang memiliki kebaikan akan menjalankan nilai konsitusi dalam kebijakannya.

Sikap konsisten amat penting ketika bangsa ini menjatuhkan pilihan kepada presiden mendatang. Diharapkan rakyat lebih rasional dalam memilih, bukan berdasarkan pertimbangan sikap keagamaan, kesukuan, atau identitas belaka, melainkan berdasarkan kepentingan bangsa.

Marilah kita berupaya sungguh-sungguh mempertimbangkan dan menentukan pilihan dengan hati dan pikiran yang jernih.

Konferensi Wali Gereja Indonesia menyerukan agar saudara-saudari menggunakan hak memilih dan jangan tidak ikut memilih. Hendaknya pilihan Anda tidak dipengaruhi uang atau imbalan lain.

Sikap demikian merupakan perwujudan ajaran gereja yang menyatakan, “Hendaknya semua warga negara menyadari hak maupun kewajibannya untuk secara bebas menggunakan hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum.” (Gaudium et Spes 75).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar