TV
Tanpa Penghinaan
Arswendo
Atmowiloto ; Budayawan
|
KORAN
JAKARTA, 28 Juni 2014
Pertelevisian
negeri ini sebenarnya sedang disita perhatiannya pada berita dan cerita,
terutama opini, pilpres yang kadang berkesan mengkhawatirkan. Namun, kasus
acara Yuuk Keep Smile (YKS) dari
Trans TV sempat membetot perhatian–atau kecemasan.
Acara jenis
variety yang disiarkan week-day,
Senin-Jumat mulai sore hingga tengah malam, tanggal 20 Juni kemarin membuat
sebagian masyarakat marah dan tersinggung. Tokoh komedian Betawi, seniman
besar Benyamin Sueb, diasosiasikan dengan, maaf, anjing. Pertelevisian negeri
ini perlu semprit agar tidak mengulang penghinaan dan atau penipuan.
Yuk Kita Stop
YKS,
sebagai acara rutin sebenarnya bukan sekali ini kena protes. Saya termasuk
yang berkeberatan ketika menampilkan joget/tari malam hari untuk anak-anak,
yang disiarkan secara live. Namun,
apa artinya protes pribadi, ketika institusi resmi seperti Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI), atau juga Kementerian komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo), tidak juga menggubris, atau tidak juga digubris. Dan kini,
agak telak dan susah mengelak. Dalam acara itu, pelawak bernama Cesar
dihipnosis oleh Ferdian agar tidak takut pada anjing.
Dalam
bayangan Cesar, anjing dihidupkan sebagai Benyamin Sueb, yang bisa lucu
ketika dipanggil dengan nama orang. Ini yang menuai protes keras. Tanpa
menengok Undang-undang Penyiaran Pasal 36, ayat 6, tahun 2002, tentang
larangan memperolok manusia. Dan, manusia di sini adalah tokoh besar Benyamin
Sueb– yang oleh stasiun tv lain baru dirayakan kebesarannya, keberhasilannya,
dan kaitannya dengan Betawi yang berulang tahun. Sedemikian geram para
pendemo sehingga mengganti singkatan YKS menjadi Yuk Kita Stop, dan berniat
melanjutkan gugatan secara perdata dan pidana. Meskipun masyarakat juga
pesimistis. Akhirnya akan mengacu pada pola lama, nama YKS diubah menjadi
(Bukan) YKS, atau malah (Tetap) YKS.
Namun
kali ini berbeda, KPI benar-benar memprotes, dan pihak Trans TV, benar-benar
menghentikan tayangan selanjutnya. Artinya YKS menjadi masa lalu, dan masih menjadi
bahan pembelajaraan. Dan barangkali ini langkah yang baik, terutama karena
urusannya menjadi panjang kalau dikaitkan terus dengan Benyamin Sueb. Artinya
selama masih ada acara itu, selama ini kegusaran masih akan ada. Dan memasuki
bulan puasa, sungguh tak elok masih membawabawa salah komunikasi begini.
Dengan penghentian tayang, satu masalah telah selesai.
Masalah
lain yang mencemaskan– untuk tidak memakai istilah ”memprihatinkan” yang
bernada politis karena sering diartikan tak ada tindak lanjut– karena
sebenarnya ada persoalan lebih mendasar. Yaitu mengenai acara itu sendiri,
dan atau bagaimana menyikapi saat siaran langsung, tentang jenis acara
penghipnosisan, dan terutama jenis acara/ program lain yang bisa menipu kalau
tak diberi penjelasan seperlunya.
Kontrol Siaran
YKS
disiarkan secaralive, kadang bisa mencapai empat jam atau lebih. Siaran live,
dalam dunia televisi lebih dari sekadar bukan hasil rekaman, bukan film, tapi
terutama adalah as it is happening.
Disiarkan sebagai mana kejadian saat itu. Dengan kata lain, kontrol
sepenuhnya atas program broadcast.
Sehingga, kalau di awal asosiasi manusia dengan anjing dirasa akan menciderai
perasaan, bisa langsung cut, bisa dihentikan. Bisa diganti hal atau orang
lain atau tema lain. Kalau kontrol ini berlangsung, rasanya tayangan tidak
menjadi fatal, sekitar 10 menit mengudara dan bisa disebut ”menghina”. Kalau
kontrol ini terjadi, biasanya begitu cepat kita tahu reaksinya, akan lain
ceritanya. Tapi justru di sini masalah utamanya.
Stasiun
siar menjadi bebal, menjadi arogan, menjadi penguasa tunggal dan tidak peduli
hal-hal yang dianggap memperkecil kemungkinan mendapatkan nilai rating atau sharing. Padahal, justru kritik-kritik kecil yang ditanggapi bisa
menjadikan awas, menjadikan peka. Saya ingin mengulang kritik saya dengan
membawa anak-anak kecil bersiaran menjelang tengah malam. Ini bisa
dihindarkan, bisa dicarikan waktu lain. Hal yang sama akan membuat waspada
juga apakah itu usia anak-anak sekolah, dan lain sebagainya. Hal yang sama
ketika menampilkan acara penghipnosisan. Seberapa benar-tidaknya seorang
Cesar bisa tersugesti sehingga mampu melihat wajah anjing yang ditakuti
menjadi wajah seseorang yang lucu?
Saya
tidak mengatakan sang hipnoterapis melakukan ”kerja sama” dengan pasien,
melainkan apa yang terjadi pada Cesar belum tentu berlaku pada orang lain
dalam kadar yang sama. Hal yang juga berlaku, dan sudah ditayangkan ketika
Kiwil terhipnosis dan melihat semua perempuan berwajah sama dengan istrinya.
Atau, Raffi Ahmad melihat balon seperti melihat Nagita, yang akan dinikahi.
Sekurangnya ada penjelasan yang disampaikan bahwa hipnotis tidak berlaku
mutlak pada semua orang di semua situasi.
Karena
ini akan bertabrakan dengan akal sehat, yang pada gilirannya bisa menyesatkan
pemikiran. Stasiun siar TV berkewajiban dan bertanggung jawab atas apa yang
diprogramkan, disiarkan dengan memberikan penjelasan baik lewat penjelasan
atau teks. Bukan malah melakukan penipuan bahwa semua benar adanya, as it is happening. Pada gilirannya,
dalam tema yang lebih besar, stasiun siar termasuk bertanggung jawab atas
acara-acara, program, tentang penyembuhan alternatif, pengobatan ”aneh bin ajaib”, atau yang dianggap
bisa menyesatkan. Penjelasan menjadi sangat perlu dan harus, agar kita lebih
sadar untuk tidak menghina dan atau merendahkan sesama manusia, apalagi
melakukan penipuan secara sadar. Pertelevisian kita bisa lebih baik, lebih
menarik dan sekaligus lebih mendidik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar