Visi-Misi
Lingkungan Calon Presiden
Handa
Abidin ; Ahli Hukum Perubahan
Iklim Internasional
|
KOMPAS,
26 Juni 2014
PERDANA
Menteri Tony Abbott segera membubarkan Climate
Commission pada bulan yang sama ketika Abbott dilantik menjadi Perdana
Menteri Australia pada September 2013. Padahal, Climate Commission memiliki peran penting dalam memberikan
informasi tepercaya mengenai permasalahan perubahan iklim kepada masyarakat
Australia. Sikap Abbott terhadap persoalan perubahan iklim jelas: Abbott
tidak pro dalam penanganan masalah perubahan iklim.
Beberapa
hari lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memublikasikan visi, misi, serta
program Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa secara
online (Kompas, 22/5). Bagaimana
mereka menyikapi masalah perubahan iklim?
Visi-misi dan program
Jokowi-JK
dan Prabowo-Hatta tidak menyinggung masalah perubahan iklim dalam visi
ataupun misinya. Namun, mereka sama-sama mengemukakan sikapnya terhadap
permasalahan perubahan iklim secara eksplisit di dalam programnya walau hal
tersebut hanya dijelaskan secara umum.
Di dalam
agenda strategis bidang politik milik Jokowi-JK, misalnya, dikatakan
keinginan meningkatkan kerja sama internasional di bidang perubahan iklim.
Jokowi-JK juga memiliki komitmen merancang masalah perubahan iklim dari aspek
keekonomian nasional—bukan hanya dari aspek lingkungan. Hal ini tertulis di
dalam agenda strategis bidang ekonomi Jokowi-JK.
Secara tidak
langsung, Jokowi-JK juga menawarkan program yang pro penanganan perubahan
iklim. Misalnya, dalam sektor kehutanan, Jokowi-JK ingin melestarikan hutan
dengan mencegah dan memberantas penebangan liar. Jokowi-JK juga ingin
melakukan rehabilitasi 100,7 juta hektar areal tidak berhutan, hutan tidak
produktif, dan lahan kritis. Penting diketahui bahwa hutan memiliki peran
yang sangat penting bagi alur karbon secara global dan dapat memainkan peran
signifikan dalam menangani bahaya perubahan iklim.
Selain
itu, Jokowi-JK juga menawarkan program kreatif berupa insentif dan
disinsentif untuk mendorong terciptanya rumah tangga ”hijau” yang peduli
lingkungan hidup.
Prabowo-Hatta
hanya satu kali secara eksplisit menyinggung masalah perubahan iklim.
Prabowo-Hatta ingin agar Indonesia berperan aktif mengatasi perubahan iklim
global, tetapi harus tetap diseimbangkan dengan keadaan Indonesia. Di bidang
kehutanan, Prabowo-Hatta berkeinginan melestarikan hutan dan melakukan
reboisasi 77 juta hektar hutan yang rusak.
Harapan
Terdapat
sejumlah harapan terkait dengan komitmen calon presiden dan calon wakil
presiden terhadap persoalan perubahan iklim. Pertama, Jokowi-JK dan
Prabowo-Hatta selain menyinggung masalah perubahan iklim, juga banyak
membahas masalah pembangunan dalam program kerjanya. Misalnya, Jokowi-JK dan
Prabowo-Hatta sama-sama ingin membangun jalan baru, rel kereta api baru, dan
pembangkit listrik baru.
Populasi
Indonesia yang semakin gemuk dan masih banyak masyarakat yang belum merasakan
nikmatnya pembangunan di daerahnya membuat program pembangunan sulit
dihindarkan. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pembangunan harus dijalani
dengan berkelanjutan dan dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
mengurangi kebutuhan dari generasi akan datang (WCED, 1987).
Dalam
konteks perubahan iklim, pembangunan harus berkonsep rendah karbon.
Pembangunan tinggi karbon harus mulai ditinggalkan karena pada akhirnya hanya
akan merugikan Indonesia dan masyarakat dunia pada umumnya.
Kegiatan
pembangunan juga harus sejalan dengan tujuan utama dari rezim Kerangka Kerja
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), yaitu
terciptanya stabilitas konsentrasi gas rumah kaca yang tidak membahayakan
umat manusia. Konsep ini harus ditanamkan secara mendalam pada visi Jokowi-JK
dan Prabowo-Hatta, disebutkan secara eksplisit di misi dan dijabarkan dengan
jelas dalam program kerja mereka.
Kedua,
siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden yang akan datang
harus melanjutkan hal positif yang telah dilaksanakan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan berupaya untuk memperbaiki kekurangannya. Misalnya, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono telah mendirikan Dewan Nasional Perubahan Iklim
(DNPI), Badan Pengelola REDD-Plus, dan juga menciptakan jabatan staf khusus
presiden bidang perubahan iklim. Badan dan jabatan ini tidak boleh dibubarkan
atau dihapus.
Presiden
dan wakil presiden mendatang perlu memaksimalkan peran DNPI dalam mengurus
koordinasi penanganan perubahan iklim di Indonesia. DNPI juga harus dapat
semakin memperkuat posisi tawar Indonesia di arena negosiasi perubahan iklim
global sehingga, antara lain, dapat membuat Indonesia menerima dana hibah
dalam jumlah signifikan dari negara maju.
Badan
Pengelola REDD-Plus harus segera berjalan dengan mandiri dan tidak lagi
membebankan tugasnya pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Staf
khusus presiden bidang perubahan iklim yang akan datang harus selalu sigap
membantu presiden yang akan terpilih nanti dalam menghadapi berbagai masalah
yang dapat dikaitkan dengan perubahan iklim. Jabatan staf khusus wakil
presiden bidang perubahan iklim juga perlu segera dibuat agar wakil presiden
yang akan datang dapat seirama dengan presiden mendatang dalam menghadapi
persoalan perubahan iklim.
Presiden
yang akan datang diharapkan dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim kepada DPR dengan segera. Hadirnya
Undang-Undang tentang Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim diharapkan akan
membuat penanganan masalah perubahan iklim di Indonesia semakin kuat dan
terkoordinasi dengan baik.
Ketiga,
pemerintahan yang akan datang harus mendukung agenda penanganan perubahan
iklim global, khususnya pada lingkup rezim UNFCCC. Pemerintahan mendatang juga
perlu berkontribusi dalam merancang produk hukum mengenai penurunan emisi
dari semua negara yang rencananya akan dilaksanakan pada 2020 dan disepakati
pada pertemuan Konferensi Para Pihak (COP) ke-21 pada 2015 nanti.
Diharapkan,
paling tidak pemerintahan yang akan datang dapat mendorong percepatan tahun
pelaksanaan penurunan emisi global ini menjadi, misalnya, paling lambat mulai
2016, bukan 2020. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar