Senin, 09 Juni 2014

Membaca Hasil Uji Laboratorium MERS

Membaca Hasil Uji Laboratorium MERS

Soeharsono ;   Dokter Hewan; Mantan Penyidik Penyakit Hewan; Tinggal di Denpasar
KOMPAS,  06 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
HARI Sabtu (17/5/14) di salah satu media elektronik, Wakil Menteri Kesehatan mengatakan bahwa di Indonesia telah ditemukan 99 pasien yang dicurigai sebagai penderita Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) di beberapa tempat. Dari jumlah itu, 74 orang di antaranya telah diperiksa laboratorium dengan hasil negatif.

Semua pasien mempunyai riwayat baru kembali dari menjalankan ibadah umrah di Arab Saudi dan mempunyai gejala seperti flu, demam, batuk, dan sesak napas yang makin parah. Pemeriksaan dengan sinar X juga telah dilakukan. Sampai tahap ini, diagnosis sementara (tentative diagnosis) dicurigai sebagai mengidap MERS.

Penderita diisolasi di ruang khusus untuk mencegah penularan kepada penjenguk. Sementara pengiriman spesimen dari pasien ke lab diharapkan dapat meneguhkan diagnosis sementara menjadi diagnosis akhir (final diagnosis). Tindakan cepat jajaran Kemenkes ini patut kita apresiasi.
Mengapa sejauh ini hasil lab negatif MERS?

Peneguhan diagnosis

Kualitas spesimen sangat memengaruhi hasil pemeriksaan lab. Meskipun peralatan dan operator lab sudah tersedia, apabila kualitas spesimen yang dikirim kurang tepat waktu dan tempat pengambilan, serta pengepakan dan pengirimannya, maka dapat dihasilkan negatif palsu (false negative), seperti dikatakan Nidom (Kompas, 14/5/14).

Terlebih lagi, apabila spesimen tersebut berasal dari luar Jakarta, perjalanan spesimen dari tempat asal pengambilan, yang memakan waktu beberapa hari, dapat memengaruhi kualitas spesimen. Kualitas spesimen yang baik bisa diperoleh apabila pasien ada di Jakarta.

WHO dan CDC Atlanta telah mengeluarkan petunjuk mengenai jenis spesimen, waktu pengambilan, tempat (container) spesimen, suhu penyimpanan, dan pengiriman ke laboratorium. Petunjuk ini selalu diperbaiki dari waktu ke waktu apabila ada masukan para ahli.

Masyarakat pada umumnya mengira bahwa setelah spesimen dikirim ke lab, hasilnya pasti meyakinkan, apakah positif atau negatif. Kenyataannya tidak demikian. Bahkan, WHO menyarankan agar spesimen diambil dua kali. Satu diperiksa di lab setempat, sedangkan satu lagi disimpan dalam suhu rendah (-70° C) di dalam deep freezer sebagai cadangan apabila diperlukan pengiriman ke lab di luar negeri.

CDC Atlanta lebih menekankan pengambilan spesimen dari saluran napas bagian bawah karena di situlah terdapat sel reseptor, tempat virus MERS berada. Di samping itu disertakan juga spesimen dari saluran napas bagian atas (nasopharyngeal atau oropharyngeal).

Apabila sudah ditentukan diagnosis sementara MERS tetapi hasil lab di dalam negeri negatif, ada baiknya duplikat spesimen yang ada di deep freezer dikirimkan ke laboratorium yang lebih lengkap. Lebih baik lagi apabila diikutsertakan spesimen untuk isolasi virus. Secara teknis, tenaga ahli kita sebenarnya mampu melakukan isolasi virus MERS, tetapi sangat berbahaya apabila keamanan lab kurang memadai.

CDC Atlanta menyarankan juga pengambilan serum sepasang (paired sera), yakni serum yang diambil minggu pertama sejak gejala klinis terlihat, dan tiga minggu kemudian (convalescence). Serum ini dipakai untuk mengukur titer antibodi terhadap virus MERS. Apabila ditemukan peningkatan yang signifikan titer antibodi pada convalescence sera, ini merupakan indikasi bahwa pasien terserang virus MERS.

Prediksi ke depan

Sampai sejauh ini, meskipun MERS telah menyebar ke beberapa negara, WHO belum mengeluarkan pembatasan lalu lintas orang. Penularan MERS hanya terjadi apabila seseorang sangat berdekatan dengan penderita yang masih mengeluarkan virus. Oleh karena itu, penyebaran penyakit relatif lambat. 

Penularan di rumah sakit pernah terjadi pada penjenguk pasien di Inggris dan Italia (2013). Rantai penularan akan putus apabila penderita dirawat di ruang isolasi khusus, seperti dilakukan di Indonesia, tanpa dijenguk kerabat.

Meski vaksin terhadap MERS belum ditemukan, diprediksi MERS akan lenyap dalam 1-2 tahun ke depan, kecuali apabila ada penularan kembali dari reservoir virus (hewan) ke orang. Hal ini terjadi dengan putusnya rantai penularan SARS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar