Tuhan
Memilih Presiden
Christovita
Wiloto ; CEO Wiloto Corp
|
KOMPAS,
06 Juni 2014
PEMILU Presiden tinggal sebulan
lagi, masa dag-dig-dug koalisi yang
menegangkan sudah berlalu, juga masa kritis mencari cawapres juga sudah
terlewati. Dari semula dugaan banyak orang akan muncul tiga kandidat presiden
dan wakil presiden, sekarang sudah jelas hanya dua pasang yang maju,
Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta.
Hanya dua pasang calon presiden
ini adalah suatu yang sangat fenomenal bagi kita, Indonesia, hal yang pertama
kali terjadi. Dan, yang lebih fenomenal lagi adalah yang bertarung kali ini
sejatinya berasal dari kubu yang sama.
Masih segar di ingatan kita
bagaimana di awal 2012, Prabowo, Hashim, Jokowi, dan Ahok berjuang
bahu-membahu memenangkan pasangan Jokowi-Ahok. Sempat di suatu meeting Prabowo menanyakan bagaimana
Ahok kepada salah satu petinggi Gerindra. Dan dijawab, ”Bagus Pak.” Rupanya saat itu Prabowo belum mengenal Ahok, bahkan
bertemu dengan Ahok saja saat itu Prabowo belum pernah.
Adalah Hashim yang merupakan
adik kandung Prabowo yang mencomblangi pasangan Jokowi-Ahok untuk maju di DKI
1. Hashim tidak mendukung pasangan Jokowi-Ahok dengan dana. Rupanya Hashim
belajar dari Pemilu 2009 di mana ketika dana digelontorkan ke partai atau tim
sukses, maka dana tersebut tidak lagi bisa mereka kontrol.
Maka, Hashim pun mulai membuat
banyak iklan pencitraan abangnya, Prabowo, di berbagai televisi nasional.
Karena saat itu kami informasikan bahwa popularitas Prabowo sangat rendah,
bahkan hilang sama sekali pasca Pemilu 2009. Nah saat itulah Hashim
memasukkan wajah Jokowi di iklan-iklan Prabowo. Jadi sebetulnya kampanye
Prabowo sudah terjadi jauh-jauh hari.
Iklan-iklan Prabowo yang masif
itu ternyata berhasil meningkatkan popularitas dan elektabilitas Prabowo.
Jadi, sejatinya Hashim-lah yang sangat berperan strategis bagi popularitas
dan elektabilitas Prabowo, bukan Gerindra.
Di luar dugaan Hashim, Prabowo, dan
bahkan Mega, ternyata Jokowi yang kerempeng, sederhana, dan tampak sangat
biasa itu sangat disukai rakyat Indonesia. Hal ini terjadi karena ternyata ia
punya kebiasaan bertemu dengan masyarakat, yang kemudian dikenal dengan
istilah blusukan, bahasa Jawa yang kurang lebih artinya jalan masuk ke sana
sini. Dan, tempat yang menjadi favorit Jokowi adalah pasar, samalah seperti
para bapak yang hobi jalan-jalan ke pasar pada akhir pekan, dengan cepat kita
melihat detak jantung ekonomi, bisnis, dan sosial budaya masyarakat
sesungguhnya. Selain itu dapat langsung bertemu dengan jumlah massa yang
sangat banyak tanpa harus membuat pergelaran apa pun.
Dengan gaya yang apa adanya,
menunjukkan mau bekerja, sederhana, dan rendah hati rupanya dengan cepat
Jokowi menjadi public darling dan media darling, atau menjadi kekasih
masyarakat dan kekasih media. Dengan biaya yang sangat murah, apalagi jika
dibandingkan dengan biaya kampanye lawannya saat itu, Fauzi Bowo, yang
memiliki biaya kampanye yang sangat fantastis.
Jokowi dengan cepat menjadi
tokoh yang fenomenal, antara lain dengan begitu banyaknya masyarakat yang
bersedia menjadi relawannya secara sukarela. Bagai semut yang jumlahnya
jutaan, relawan ini bekerja keras memenangkan Jokowi, mulai dari membeli baju
kotak-kotak sendiri, berkampanye sendiri, melakukan sosialisasi tanpa henti,
bahkan mendukung program kerja Jokowi saat telah terpilih menjadi Gubernur
DKI.
Setelah menjadi Gubernur DKI pun
ternyata Jokowi tetap menjadi public
darling dan media darling, bukan hanya di Ibu Kota, tetapi juga di
seluruh Indonesia. Masyarakat Indonesia pun rupanya sangat menginginkan
Jokowi menjadi presiden RI menggantikan SBY. Hal ini tertangkap di radar
semua lembaga survei. Sangat fenomenal! Sekali lagi ini mengejutkan Hashim,
Prabowo, dan Mega.
Yang lebih mengejutkan lagi saat
elektabilitas Jokowi sebagai calon presiden pun ternyata melejit, bahkan
melewati elektabilitas Prabowo yang sebelumnya tertinggi. Inilah awal mula
perpecahan antara kubu Hashim dan Prabowo dengan Mega dan Jokowi. Dan, semua
tim serta pendukungnya pun pecah menjadi dua.
Awalnya Mega pun masih sangsi
kalau Jokowi akan menjadi capres, pada saat-saat itulah berbagai partai dan
capres berlomba-lomba meminang Jokowi. Setelah cukup lama masyarakat menunggu
kepastian Jokowi menjadi capres, akhirnya Mega pun mengumumkan pencapresan
Jokowi. Menerima kenyataan ini, Hashim dan Prabowo pun naik pitam, mereka
mengungkit perjanjian yang katanya telah disepakati sebelumnya.
Sebelumnya, masyarakat juga
sudah terlalu jenuh dengan 10 tahun pemerintahan SBY yang banyak disuguhi
dengan korupsi dan berbagai aktivitas auto pilot. Negara yang seolah-olah
manage by crisisatau dikelola oleh berbagai krisis. Semula masyarakat melihat
Prabowo-lah yang menjadi antitesis dari SBY, Prabowo dianggap jenderal yang
berani dan tegas. Namun, ternyata masyarakat disuguhi berbagai kolaborasi
antara Prabowo dan SBY. Hal ini mungkin tidak disadari Prabowo, tetapi
faktanya masyarakat makin melihat bahwa Prabowo bukanlah antitesis dari SBY,
bahkan cenderung identik, berbeda tetapi sama.
Sementara sikap Jokowi,
walaupun lemah lembut dan tidak meledak-ledak, terbukti justru menjadi
antitesis SBY.
Benar
kata banyak orang, bahwa Tuhan-lah yang memilih presiden. Walaupun berbagai
serangan dan fitnah bertubi-tubi diarahkan kepada Jokowi, terbukti
popularitas dan elektabilitas Jokowi terus melejit selama 12 bulan ini.
Lantas apa sih rahasia Jokowi sehingga dia begitu disukai masyarakat? Menurut
saya, rahasianya adalah masyarakat melihat dirinya sendiri di Jokowi yang
sederhana, kerempeng, tidak ganteng, tetapi rendah hati, mau bekerja, mau
melayani masyarakat, kerja dan terus kerja, melayani dan terus melayani.
Tepatlah kalau slogan yang dipakai Jokowi adalah kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar