“Diktator”
Berumur Lima Tahun
Sawitri
Supardi Sadarjoen ; Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas
|
KOMPAS,
08 Juni 2014
Lani
(30) beberapa bulan yang lalu bercerai, dan saat ini ia memulai kencan dengan
seorang pria berusia 35 tahun, bernama Tito. ”Saya suka kepada pria tersebut,
tetapi anak saya, Tina (5), tidak menyukai Tito,” kata Lani. ”Saat saya dan
Tito berniat pergi ke luar rumah, Tina akan merajuk dan setengah menangis
tersedu, seolah bagai seseorang yang patah hati,” lanjut Lani.
”Saya
berpikir mungkin perilakunya tersebut merupakan ungkapan kesetiaan kepada
ayahnya, tetapi memang sejauh ini pada dasarnya Tina tidak menyukai Tito.
Kalau Tito berkunjung ke rumah, Tina akan bersikap kasar dan tidak menjawab
teguran Tito. Bahkan terkadang Tina menunjukkan perilaku mengamuk, berteriak
keras, dan diikuti dengan tangisan meraung saat Tito dan saya keluar dari
pintu rumah untuk pergi berdua. Saya benar-benar kesal dan jengkel serta
marah kepada Tina, begitu kesalnya sehingga saya tidak mampu lagi bersikap
simpatik atas penolakan Tina kepada Tito,” kata Lani.
Saya
bertanya kepada Lani, ”Apakah yang biasanya kamu lakukan kalau Tina bersikap
seperti itu? Jawab Lani, ”Jika saya sedang tenang, saya berusaha memberikan
penjelasan kepada Tina, mengapa saya sesekali ingin pergi berjalan-jalan
dengan Tito. Saya juga melanjutkan penjelasan bahwa suatu saat Lina akan
mendapatkan manfaat dari kepergian saya dengan Tito, karena Tito adalah teman
laki-laki saya yang baik dan kalau Tina mau saja mulai bersikap baik kepada
Tito, lama-kelamaan Tina juga akan senang kepada Tito.”
Bagaimana
reaksi Tina terhadap penjelasan Lani? ”Oo, Tina tidak mau mendengarkan
penjelasan saya dan menutup telinganya dengan kedua tangannya. Atau bahkan
teriakannya justru menjadi lebih keras dan semakin kelihatan bertambah marah.
Biasanya saya tetap pergi dengan Tito, tetapi kemudian saya merasa sangat
bersalah sehingga akhirnya saya juga tidak lagi menikmati kebersamaan saya
dengan Tito. Saya memahami bahwa perceraian saya dengan ayah Tina sangat
membuat Tina merasa sangat tertekan dan membuatnya tidak bahagia, karena saya
tahu Tina sangat menyayangi ayahnya, tetapi saya jadi sangat marah kepadanya
karena dia menjadi sangat mengekang diri saya seolah Tina adalah seorang
diktator.”
Sebenarnya
apa yang terjadi dengan Tina?
Berdiskusi dengan anak
Berargumentasi
dengan anak adalah sesuatu yang membuat para orangtua bergairah, walaupun
sering terjadi para orangtua seolah ingin membuat anak-anak memiliki cara
berpikir yang sama dengan mereka.
Cara
berkomunikasi Lani kepada Tina yang menunjukkan bahwa sikap Tina yang marah
terhadap kehadiran Tito itu salah, tak ubahnya menunjukkan bahwa Lani bukan
saja ingin berkencan dengan Tito, tapi ia juga menginginkan anaknya pun
berkencan dengan Tito. Selain itu, Lani juga menginginkan Tina tidak lagi
bersikap kasar kepada Tito dan mengakui kebaikan Tito.
Pada
dasarnya harapan Lani adalah wajar, tetapi adalah sesuatu yang tidak mungkin
bagi orangtua untuk mengubah pikiran dan perasaan anak. Mencobakan berbagai
cara untuk perubahan pikiran dan perasaan anak hanya akan menghasilkan
perasaan marah dan frustrasi, karena anak justru akan lari dari keluarga yang
tanpa disadari akan menciptakan penguatan DIRI/AKU anak terpisah dari
keluarga.
Timbul
pertanyaan, mengapa Lani tampak sulit menerima kemarahan dan kesedihan Tina,
anaknya? Karena–walaupun tidak disadari–pada dasarnya Lani pun merasa cemas
akan kepergiannya berdua dengan Tito dan meninggalkan Tina sendiri di rumah.
Untuk mengatasi situasi ini, Lani hendaknya mengikuti langkah-langkah
tersebut di bawah ini.
1. Lani
mendengarkan apa yang Tina pikirkan dan rasakan dengan tenang tanpa keinginan
untuk mengubah diri Tina. Lani seyogianya tidak menawarkan nasihat,
penguatan, kritik, interpretasi, atau instruksi, melainkan Lani harus
berempati, tidak membuat upaya menjelaskan secara tegas, apa yang sebenarnya
dirasakan dan dipikirkan Tina, dalam suatu ungkapan misalnya: ”Kamu marah, ya,
sama Tito,” atau ”Kamu tidak suka, ya, ibu pergi dengan Tito.”
Ketahuilah
bahwa Tina sebenarnya justru akan lebih terdukung oleh ketenangan ibu dalam
mendengarkan keluhannya. Dengan demikian, Tina mendapat kesempatan untuk
mengekspresikan kemarahan, ketakutan, dan ketidakbahagiaan akan perceraian
kedua orangtuanya. Proses ini pun akan meringankan beban mental Lani melalui
kesempatan mendengarkan keluhan tanpa harus melakukan sesuatu.
2. Lani
akhirnya mendapatkan kenyataan bahwa keputusan untuk kencan dengan Tito
adalah tanggung jawabnya sendiri, jadi keputusan tersebut bukanlah reaksi
terhadap peledakan emosi dari Tina. Misalnya dengan mengatakan: ”Tina, ibu
memahami kalau situasi ini menyulitkan kamu, tetapi ibu memutuskan untuk
pergi berdua nonton film dengan Tito dan makan malam. Ibu akan tiba di rumah
jam sebelas malam, sementara kamu sudah tidur. Mungkin Tina akan menangis
sambil berkata, ”Aku benci kepada Tito”; ”Ya, ibu tahu itu.”
Di sini,
Lani memberi tahu Tina bahwa ibunya adalah seorang yang matang, berdiri
sendiri, dan boleh mengambil keputusan baik tentang apa yang akan dilakukan
terhadap dirinya atau kepada Tina. Sementara pada pola relasi lama, Lani akan
menyerah pada kekuasaan Tina dan menyalahkan Tina yang selalu berperilaku
manipulatif, bahkan memberikan sebutan Tina sebagai seorang diktator.
3. Lani
hendaknya menetapkan aturan tegas. Jika Tina mengamuk, ia harus menyatakan
bahwa perilaku tersebut tidak dapat diterima di keluarga mereka, dan Lani
kemudian menerapkan aturan bahwa jika Tina tidak mau berbicara dengan Tito,
Tina tidak boleh mengacuhkan kehadiran Tito dan kalau Tito bertanya tentang
sesuatu, sementara Tina enggan menjawab, Tina juga tidak boleh mengabaikan
pertanyaan Tito, melainkan harus memberikan jawaban, misalnya, ”Saya tidak
mau membicarakan hal itu.”
Setelah beberapa saat, Lani kemudian memberikan kesempatan kepada Tina
untuk mendekat kepada Tito, dengan cara menjauh dari Tito, bila Tito ingin
mendekat kepada dirinya, dan membiarkan Tina untuk pelan-pelan merasa nyaman
bersama Tito dalam ”jarak” tertentu. Dengan demikian, pelan tapi pasti, Tina
pun merasa nyaman berada bersama Tito. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar