Sabtu, 07 Maret 2015

Rumah Aspirasi Anggota Dewan

Rumah Aspirasi Anggota Dewan

Mashudi SR  ;  Peneliti Bidang Politik dan Agama di Yayasan Empati Aceh
SINAR HARAPAN, 05 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

Melalui sidang paripurna yang digelar pertengahan Februari lalu, DPR bersama pemerintah akhirnya menetapkan APBN-P 2015. Sebagian besar kementerian/lembaga mendapat tambahan anggaran. DPR memperoleh tambahan anggaran Rp 1,635 triliun. Angka ini menambah jumlah anggaran Dewan pada 2015 menjadi Rp 5.192 triliun.

Tambahan anggaran sebesar itu dialokasikan bagi pembiayaan program rumah aspirasi anggota dewan dan honor tenaga ahli. Uang ini akan dibagikan kepada 560 anggota dewan. Setiap anggota diperkirakan memperoleh tambahan dana Rp 1.78 miliar per tahun atau Rp 148.8 juta per bulan.

Lolosnya program dan tambahan anggaran ini tanpa mendapat penolakan cukup berarti dari publik. Bahkan bisa dikatakan, publik nyaris tidak mengetahui adanya sejumlah anggaran tambahan untuk anggota dewan. Mata media pun tidak begitu fokus menyorotinya. Perhatian terkonsentrasi pada perseteruan KPK versus Polri. Ia dibahas dan disahkan di tengah-tengah kegaduhan politik.

Program aspirasi bagi anggota dewan sudah pernah diusulkan DPR periode 2009-2014. Program ini dikenal dengan nama dana aspirasi anggota dewan. Namun, pada waktu itu program ini mendapat penolakan cukup keras dari masyarakat. Ide ini dinilai tidak sejalan dengan tupoksi anggota dewan. Itu adalah tupoksinya eksekutif. Publik mencurigai ini hanyalah modus korupsi yang dibungkus dengan perjuangan aspirasi rakyat daerah pemilihan.

Meski gagal direalisasikan periode lalu, tidak berarti program ini hilang begitu saja. Buktinya, periode ini DPR berhasil memasukkannya dalam APBN-P. Namanya bukan lagi program dana aspirasi, melainkan bersalin baju menjadi program rumah aspirasi. Pola dan mekanisme operasionalnya mungkin berbeda, termasuk output dan outcome-nya juga berbeda. Namun, goal dan sumber pendanaanya sama, keuntungan politiknya juga tidak bergeser dari ide sebelumnya.

Mekanisme rumah aspirasi ini belum lagi jelas. Tidak ada penjelasan bagaimana bentuk pertangungjawaban keuangan dan kegiatan yang harus dipenuhi. Operasionalisasi kegiatan sepenuhnya diserahkan kepada kreativitas anggota dewan.

Namun, secara garis besar, rumah aspirasi ini berfungsi sebagai tempat anggota dewan menjaring, menyusun, dan merumuskan aspirasi masyarakat untuk diperjuangkan di Senayan nantinya. Ia dirancang menjadi rumah rakyat yang terbuka bagi siapa pun yang ingin datang, berkomunikasi, dan menyampaikan segala macam persoalan. Rumah ini juga menjadi balai politik, tempat terjadi saling tukar informasi antara rakyat dan wakilnya.

Dampak Positif

Keberadaan rumah aspirasi anggota dewan sebetulnya strategis guna menjaga hubungan dengan konstituen. Komunikasi bisa terbangun terus-menerus. Rumah ini menjadi tempat anggota dewan melaporkan pertanggungjawabannya sebagai wakil rakyat, apa saja, dan bagaimana ia telah memperjuangkan kebutuhan daerah. Setiap waktu rumah ini bisa mengekspos seluruh aktivitas kedewanan yang dilakukan.

Di tengah semakin menurunnya kepercayaan masyarakat kepada dewan dan partai politik, kehadiran rumah aspirasi bisa menjadi jembatan untuk meminimalkan sikap tersebut. Melalui saling silang komunikasi yang terbangun, rumah ini membuat ruang keterbukaan bisa terkuak lebih besar. Masyarakat, khususnya konstituen, mengetahui bagaimana proses membuat kebijakan dan bagaimana harus mengawasi implementasinya.

Anggota dewan sudah sepatutnya didorong untuk mau mendirikan rumah aspirasi, bukan hanya pada satu titik tertentu, melainkan di setiap titik dalam daerah pemilihannya. Inilah salah satu wujud dari bentuk pertanggungjawaban-nya kepada rakyat dan daerah yang telah memberinya kepercayaan. Banyak dampak positif dari keberadaan rumah aspirasi ini.

Sebenarnya bukan hanya rumah aspirasi, melainkan ada banyak kreativitas politik yang edukatif bisa diciptakan anggota dewan, untuk menjaga hubungan dengan konstituen dan daerah pemilihan. Itu misalnya memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi, atau pendekatan komunal berbasis kearifan lokal.

Intinya, keberadaan anggota dewan bisa dirasakan maknanya oleh masyarakat yang diwakilinya. Bukan hanya hadir ketika kebutuhan politik lima tahunan tiba, dengan membawa uang, sembako, seperangkat alat olah raga dan musik bagi generasi muda, plus janji-janji politik.

Tanggung Jawab Parpol

Meski mengandung banyak manfaat, kehadiran program rumah aspirasi anggota dewan, dengan menggunakan uang rakyat tersebut, sangat tidak tepat. Selain sangat potensial diselewengkan, ketidakjelasan metode dan sistem operasionalnya patut disangsikan.

Kekhawatiran akan terjadinya duplikasi tugas dan fungsi partai politik menjadi relevan. Jika ini terjadi, tugas, fungsi, dan tanggung jawab partai direduksi dan dialihbebankan kepada kader yang kebetulan terpilih menjadi anggota legislatif.

Setiap partai politik memiliki fungsi dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan, seperti melakukan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat (sosialisasi politik), melakukan rekrutmen politik kepada seseorang guna melakukan peran tertentu, menjadi wadah fasilitasi politik bagi masyarakat, dan mengatur, serta menyalurkan kepentingan masyarakat kepada pengambil kebijakan.

Partai politik juga berfungsi memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, melakukan pengendalian terhadap konflik melalui lembaga demokrasi, dan membangun komunikasi politik melalui penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat.

Bagi partai politik yang memiliki kursi di legislatif nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, negara memberikan sumbangan yang besarnya didasarkan kepada jumlah kursi dan harga yang telah ditentukan. Sumbangan negara itu diberikan salah satunya untuk menjalankan fungsinya sebagaimana disebutkan di atas. Hanya saja, banyak partai politik yang tidak menjalankan fungsi tersebut dan membebankannya kepada kader yang duduk di kursi legislatif.

Itu sebabnya, sekali lagi, keberadaan program rumah aspirasi yang dibiayai uang rakyat itu sesungguhnya pemborosan yang sangat nyata. Program itu hanya untuk memenuhi kebutuhan politik personal anggota dewan, yang tidak ada sangkut paut apalagi manfaat bagi masyarakat.

Ini tidak lain adalah investasi politik pribadi anggota dewan dengan mengambil uang rakyat sebagai modalnya. Keberadaan program ini harus diawasi, dikoreksi untuk kemudian dihentikan. Lebih baik anggaran Rp 1,635 triliun itu dialihgunakan kepada hal yang lebih programatik yang membantu perekonomian masyarakat bawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar