Lintas
Kurikulum dalam MKBS
Ahmad Baedowi ; Direktur
Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 23 Maret 2015
SAYA mengapresiasi
inisiatif dan kreativitas yang dilakukan teman-teman Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama, Jakarta, yang dengan berani melakukan terobosan penting
dalam melihat persoalan kegaduhan dalam pendidikan agama. Ketika pendidikan
agama sering dikritik sebagai sebuah formalitas pengajaran yang tak memiliki
signifikansi berarti dalam perilaku warga sekolah, Balai Litbang Jakarta
justru melihat persoalan ini secara jernih dengan melakukan riset pengaruh
pendidikan agama di sekolah dan berusaha menemukan rekomendasi empiris
terhadapnya.
Salah satu rekomendasi
tersebut ialah dibutuhkannya pandangan para warga sekolah yang melihat
persoalan moral dan kekerasan dalam pendidikan bukan hanya tanggung jawab
guru agama, melainkan juga menjadi kewajiban seluruh guru, kepala sekolah,
komite sekolah, dan para pengawas pendidikan. Karena itulah Balai Litbang
Agama Jakarta menyelenggarakan workshop manajemen konflik berbasis sekolah
(MKBS), yakni pesertanya terdiri dari sekolah dan madrasah yang sebelumnya me
rupakan sasaran dari penelitian yang mereka lakukan.
Dalam proses workshop, ada
satu pendekatan yang diperkenalkan oleh para fasilitator kepada semua
peserta, yaitu memanfaatkan pendekatan lintas kurikulum dalam rangka
membangun kesadaran kolektif warga sekolah terhadap pentingnya membangun
budaya damai dalam konteks keragaman budaya. Pendekatan ini juga bermaksud
menumbuhkan kesadaran untuk memahami prinsip saling ketergantungan antara
satu bidang studi dan lainnya, sehingga warga sekolah memiliki pandangan yang
terbuka terhadap jenis keilmuan lainnya.
Efektivitas pendekatan
lintas kurikulum terbukti sangat baik seperti ditunjukkan oleh hasil riset Centre for the Use of Research and
Evidence in Education (CUREE) di Inggris, terutama tentang dampak
pengembangan strategi lintas kurikulum di sekolah, yaitu: (1) Proses belajar
menjadi lebih efektif karena selalu menggunakan pendekatan context based; (2) materi dan pokok
bahasan selalu dihubungkan dengan pengalaman keseharian siswa, termasuk di
antaranya keterkaitan hubungan antara siswa-guru-orangtua yang mungkin selama
ini tidak pernah atau jarang dilakukan oleh guru; dan (3) siswa menjadi lebih
termotivasi dan mampu menjadi mediator untuk mengidentifikasi kebutuhan siswa
berdasarkan pemahamannya terhadap sebuah konsep.
Strategi ini juga tidak
terlalu tergantung dengan ruang dan waktu, karena pembelajaran dapat
dilakukan dengan begitu banyak model instructional strategies yang lebih
sesuai dengan kebutuhan pemahaman siswa. Dalam workshop MBKS yang diinisiasi
Balai Litbang terlihat jelas antusiasme peserta ketika memahami pendekatan
ini dengan contoh-contoh yang aplikatif dan menyenangkan. Menurut para peserta,
pendekatan ini belum pernah mereka dapatkan dalam pelatihan-pelatihan
sebelumnya, yakni mereka dapat menemukan topik baru yang sesuai dengan bidang
studi, tetapi berkaitan langsung dengan kebutuhan siswa. Hal ini menyebabkan
inovasi pengembangan kurikulum menjadi lebih terbuka dan kreatif, terutama
untuk mengembangkan pendekatan context-based
dalam pembelajaran.
Pendekatan lintas
kurikulum juga penting dalam menumbuhkan kesadaran kolektif warga sekolah
karena biasanya strategi dan metode belajar yang dipilih lebih banyak
menggunakan pendekatan soft-skills.
Bagi para guru agama, PPKN, serta guru BK, pendekatan lintas kurikulum akan
membantu mereka dalam menumbuhkan kesadaran warga sekolah terhadap wawasan
inklusivistik dan tujuan universal pembelajaran agama agar anak didik
memiliki karakter dan emosi yang stabil dalam menghadapi rumit dan besarnya
tantangan kehidupan global ini.
Dalam pendekatan lintas
kurikulum berbasis soft-skills yang
diperluas, diharapkan para guru akan memiliki pemahaman yang komprehensif dan
mudah dicerna siswa ketika menyampaikan pesan-pesan agama. Dengan basis soft skills yang jelas, diharapkan
para guru akan lebih terbuka dan kritis dalam mengajarkan masalah-masalah
muamalah, syariat, dan tarikh dengan metodologi yang sahih dan disampaikan
secara kontekstual, tidak anakronistis dan semaksimal mungkin mengangkat
fakta sejarah yang sering terabaikan.
Guru agama berkesempatan untuk duduk
bersama guru lainnya dalam mencari dan merangkai persoalan agama dalam
perspektif mata ajar lain sehingga wawasan mereka menjadi lebih terbuka.
Sangat penting membekali
para guru agama dengan wawasan inklusivistik untuk mendukung pengembangan
sikap inklusif, baik dalam konteks menghargai perbedaan juga dalam menanggapi
isu-isu sensitif di sekitar persoalan maraknya radikalisme dan terorisme.
Dengan paradigma yang benar tentang wawasan inklusivistik ini, diharapkan
para guru dapat dengan mudah mendesain pembelajaran agama secara kreatif dan
sesuai dengan perkembangan isu kontemporer yang menghinggapi kehidupan anak
didik kita.
Wawasan inklusivistik juga diharapkan akan membawa makna baru
tentang pendidikan kita yang telah direduksi dan didistorsi menjadi hanya
semata-mata `pengajaran' yang memiliki keterbatasan dimensi sehingga
menghambat tumbuhnya kesadaran pluralisme di ruang-ruang belajar sekolah
kita, terutama ketika para anak didik sedang mempelajari makna besar agama
yang dianutnya.
Selain itu basis soft skills sebagai penguat budaya
sekolah juga menjadi relevan dengan upaya penanaman dan pembiasaan diri (habit) seluruh sivitas akademika
sekolah tentang pentingnya kelas dan sekolah yang damai. Stephen R Covey dalam
The Seven Habits menjelaskan bahwa
kebiasaan (bermanfaat dan tidak bermanfaat) merupakan gabungan dari tiga
unsur, yaitu knowledge, skill, dan desire. Pengetahuan (knowledge)
ialah paradigma teoritis, apa yang harus dilakukan dan mengapa. Keterampilan
(skill) ialah bagaimana
melakukannya, dan keinginan (desire)
ialah motivasi, keinginan untuk melakukannya. Untuk menjadikan sesuatu
sebagai kebiasaan di dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiganya. Karena
itu, faktor pembiasaan dalam sebuah budaya sekolah merupakan bentuk hidden curriculum yang sebaiknya
diskenariokan dalam skema lintas kurikulum. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar