Defisit Transaksi Berjalan dan Stabilitas Ekonomi
Aunur Rofiq ; Sekjen DPP PPP/Praktisi Bisnis Sektor
Pertambangan dan Perkebunan
|
KORAN
SINDO, 30 Maret 2015
Turbulensi
nilai tukar rupiah kini mereda meski belum mengalami penguatan secara
signifikan. Melemahnya nilai tukar rupiah memang tidak sendirian mengingat
mata uang dolar AS sedang menguat terhadap sejumlah mata uang dunia.
Turbulensi rupiah di antaranya dipicu rilis data oleh The Fed mengenai
membaiknya data ekonomi Amerika Serikat hingga spekulasi mengenai kenaikan
suku bunga The Fed yang secara psikologis mendorong investor mengamankan
portofolionya dengan memegang dolar AS.
Dari sisi
domestik, fondasi ekonomi kita sesungguhnya lebih baik dari kondisi rupiah.
Stabilitas ekonomi makro seperti inflasi turun secara signifikan dari 8,36%
tahun lalu menuju 4% tahun ini. Pasar obligasi juga naik dan defisit
transaksi berjalan cenderung mengecil.
Defisit transaksi
berjalan pada 2014 menurun tipis dari sekitar 3,3% menjadi 3,02% dari produk
domestik bruto. Perbaikan ini karena dukungan kebijakan makro prudensial yang
ketat dan menahan laju pelemahan rupiah. Meski demikian, Bank Indonesia (BI)
memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dalamtahun 2015 ini masih tetap
tinggi.
Penurunan
harga minyak dunia belum signifikan menekan defisit. Namun defisit transaksi
berjalan 2015 akan lebih sehat karena didorong sektor produktif berupa
pembangunan infrastruktur. Sementara aliran dana asing yang masuk ke
Indonesia juga naik, baik lewat portofolio maupun foreign direct investment
(FDI).
Indeks BEI
juga masih naik karena secara akumulasi terdapat pembelian bersih (net buy) saham oleh asing. Capital
inflow juga masih mengalir ke surat berharga negara maupun komitmen investasi
lainnya. Meski demikian, kinerja perekonomian juga menghadapi tantangan
eksternal seperti pelemahan pertumbuhan ekonomi China yang dikhawatirkan akan
memengaruhi kinerja perekonomian domestik.
Ekspor utama
Indonesia ke negeri itu akan menurun dan hargaharga komoditas utama ekspor
kita di pasar dunia belum pulih. Stabilitas ekonomi yang perlu dijaga adalah
memperbaiki kualitas neraca transaksi berjalan. Neraca transaksi berjalan
masih menghadapi tantangan struktural sehingga sulit untuk dilakukan
perbaikan dalam jangka pendek. Bahkan perekonomian masih bisa dibayangi
ancaman defisit yang melebar manakala kinerja ekspor kita merosot dan
impornya naik.
Secara garis besar
terdapat tiga faktor yang memengaruhi defisit transaksi berjalan pada 2015.
Pertama, penurunan harga minyak dunia yang akan berdampak positif terhadap
neraca transaksi berjalan karena nilai impor minyak akan menurun.
Kedua, harga
komoditas ekspor yang belum sepenuhnya membaik. Pada satu sisi terdapat
penurunan harga minyak dunia sehingga menurunkan beban impor, tetapi di sisi
lain kinerja harga komoditas ekspor menurun sehingga berdampak pelemahan
kinerja ekspor.
Ketiga,
ambisi pemerintah menggenjot proyek infrastruktur sehingga akan mendorong
peningkatan impor barang modal. Indonesia masih memiliki ketergantungan yang
tinggi terhadap barang modal karena kemandirian industri dalam negeri masih
rendah.
Penurunan
harga minyak dunia dan reformasi subsidi energi dari pemerintah dapat
memperbaiki defisit transaksi berjalan sektor migas, tetapi impor nonmigas
terkait proyek pemerintah di bidang infrastruktur akan menahan perbaikan
defisit transaksi berjalan secara keseluruhan.
Meskipun
demikian, defisit transaksi berjalan 2015 diperkirakan masih di sekitar level
3% dari PDB. Namun struktur defisit lebih sehat ketimbang 2014. Sebab defisit
pada 2014 didorong konsumsi minyak yang tinggi. Sementara defisit transaksi
berjalan 2015 didorong sektor yang lebih produktif, yakni pembangunan
infrastruktur.
Untuk 2014,
sektor nonmigas diperkirakan membaik dari defisit USD10,6 miliar di 2013
menjadi defisit USD6,1 miliar. Sementara defisit current account dari sisi migas naik dari defisit USD18,5 miliar
menjadi USD19,7 miliar. Defisit transaksi berjalan tahun ini diperkirakan
masih di level di atas 3% dari PDB.
Penurunan
harga minyak dunia tidak akan banyak menekan defisit karena ekspor migas juga
turun signifikan. Selama ini, komoditas migas mencakup 25% dari total ekspor,
sedangkan ekspor nonmigas hampir 60%. Dari sisi impor, nonmigas mencakup 70%
dari total impor dan sisanya adalah gas.
Kunci
ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan bersumber dari permasalahan di
sektor pangan, energi, rendahnya daya saing energi, ketergantungan terhadap
ekspor komoditas, serta ketergantungan terhadap impor bahan baku dan barang
modal. Impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah serta impor pangan
hortikultura adalah pemicu utama terjadinya defisit neraca transaksi berjalan
(current accounts) Indonesia.
Mewujudkan
kemandirian energi dan pangan merupakan salah satu cara efektif untuk
mengurangi defisit transaksi berjalan. Sementara di industri keuangan seperti
sektor asuransi, banyak digunakan perusahaan reasuransi asing. Meski
perusahaan asuransi di Indonesia banyak, banyak juga yang me-reasuransi- kan
asuransinya dengan menggunakan perusahaan asuransi asing sehingga devisanya
tetap keluar.
Sektor jasa
lainnya adalah devisa yang kita bayarkan terhadap tenaga kerja asing. Devisa
yang kita bayarkan terhadap tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia jauh
lebih besar daripada remitensi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Terkait
dengan upaya memperbaiki defisit transaksi berjalan, saat ini yang harus
dilakukan pemerintah adalah melakukan manajemen impor yang secara kuantitas
terus meningkat. Pemerintah harus serius memverifikasi berbagai komoditas
impor yang volumenya bisa dikurangi.
Apalagi
menggenjot ekspor di pasar baru juga tidak mudah di tengah kinerja ekspor
yang belum sepenuhnya membaik karena permintaan global turun dan harga
komoditas primer masih rendah.
Salah satu
sektor yang perlu difokuskan oleh pemerintah agar defisit transaksi berjalan
bisa ditekan adalah mengembangkan sektor pertanian yang bertujuan mewujudkan
kemandirian pangan dan meningkatkan pasokan pangan domestik disertai
perbaikan tata niaga dan persaingan usaha.
Dari sisi
energi juga sangat penting. Ketahanan energi kita sudah semakin merosot,
sementara kita masih menjadi bangsa yang boros energi. Indonesia memiliki
sumber energi terbarukan dan energi alternatif yang besar, tetapi tidak
segera dikembangkan menjadi kekuatan energi yang besar untuk memutus
ketergantungan impor energi.
Untuk menekan
defisit transaksi berjalan, pemerintah juga harus serius mengembangkan
industri manufaktur yang dapat mendongkrak kinerja ekspor sekaligus bisa
menekan impor barang modal.
Akselerasi
industri manufaktur ini dibutuhkan untuk menghasilkan perbaikan kinerja
ekspor sehingga dapat mengompensasi impor barang modal yang digunakan
pemerintah untuk membangun infrastruktur pada 2015. Pemerintah telah
menjanjikan fasilitas insentif pajak bagi investor yang serius mengembangkan
industri manufaktur, terutama yang berorientasi ekspor.
Fasilitas
tersebut juga dijanjikan bagi investor yang serius membangun industri
penunjang guna menyubstitusi kebutuhan bahan baku impor. Meski demikian, pengembangan
industri manufaktur dan industri substitusi impor baru bisa dirasakan
dampaknya dalam beberapa tahun mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar